Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk ke tempat makan yang sama
"Alden," teriak Bianca memanggil kekasihnya yang sedang celingak-celinguk mencari keberadaan dirinya.
Alden menoleh, lalu tersenyum lebar mendapati Bianca sedang duduk di bangku panjang dekat supermarket dengan satu tangan terangkat.
"Udah nunggu lama, ya?" tanya Alden mendudukkan dirinya di samping Bianca.
Bianca menggeleng, "baru aja nyampe beberapa menit yang lalu," jawabnya dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya.
"Gimana mau sekarang?" tanya Bianca menoleh dan menatap Alden yang sedang sibuk mengetik di ponselnya, sepertinya Alden sedang membalas pesan karena wajahnya terlihat sangat serius.
"Boleh," balas Alden dengan fokus yang belum teralihkan.
Bianca bangkit diikuti Alden, kemudian menaruh ponselnya ke dalam saku celananya, "kamu benaran gak ada kelas?" Alden kembali memastikan jika Bianca memang benar-benar tidak memiliki kelas pagi ini.
"Hari ini dosennya gak bisa masuk, ada urusan mendadak, jadi aku milih nemenin kamu belanja aja daripada ke kampus," jawab Bianca menggandeng lengan kanan Alden.
Dengan percaya dirinya, Bianca menyenderkan tubuhnya ke lengan Alden, ia tidak malu sama sekali jika banyak orang yang melihatnya, lagi pula di sekitar sini tidak ada yang mengenalinya, jadi untuk apa ia menutup-nutupi hubungannya dengan Alden.
Tapi sebenarnya, di hati paling dalamnya, ia ada rasa sedikit bersalah kepada suaminya, tapi perasaan itu segera ia tepis karena di sini, Kaivan lah yang paling bersalah, lagi pula secepatnya Bianca akan menceraikan Kaivan, tinggal tunggu waktu yang pas untuk membawa Alden kepada Kaivan dan mengatakan kalau dirinya dan Alden sudah berpacaran di hari pertama mereka menjadi pengantin. Dengan begitu, Kaivan akan marah dan menceraikannya. Begitu mudah bukan?.
"Memangnya kamu beli barang apa deh?" tanya Bianca penasaran, pasalnya, pagi-pagi sekali, kekasihnya ini meminta ditemani untuk berbelanja di mall, dan tanpa pikir panjang pun, Bianca mengiyakannya.
"Aku ingin menghadiahkan sebuah tas untuk kakak sepupuku yang ulang tahun,"
"Kakak sepupumu ulang tahun?"
Alden mengangguk, "sebenarnya, kakak sepupuku itu ulang tahunnya sudah lewat dari bulan yang lalu, tapi karena aku terlalu sibuk mengerjakan skripsiku, aku sampai lupa memberinya hadiah," cerita Alden.
Mendengar cerita Alden, Bianca merasa semakin menyukai kekasihnya, terlihat sekali jika pria yang menyandang sebagai kekasihnya ini, pria yang sangat perhatian, terlihat dari bagaimana kekasihnya ini berniat untuk memberikan hadiah ulang tahun untuk kakak sepupunya.
"Kau sangat baik hati, aku memang beruntung mejadi kekasihmu," ucap Bianca yang membuat Alden tertawa renyah.
"Aku lebih beruntung bisa menjadi bagian dari kamu," balas Alden yang membuat wajah Bianca memerah karena tersipu.
Bianca menatap kagum beberapa tas yang terlihat sangat mewah di atas rak yang tersusun rapi, ingin rasanya ia membeli salah satu dari jajaran tas bermerek itu, tapi ia ingat jika tabungannya mungkin tidak akan cukup untuk membeli tas incarannya itu, meminta dibelikan oleh Alden juga tidak mungkin, kemarin Alden baru saja membelikan banyak barang untuknya, walaupun masih sama-sama brand mewah tapi tidak semewah yang sekarang.
"Menurut kamu, tas yang sangat cocok untuk kakak sepupuku yang mana?" tanya Alden merangkul pinggang Bianca.
Bianca tampak berpikir sebentar, ia menatap tas incarannya yang memang terlihat sangat mewah dan elegan.
"Umur berapa kakak sepupumu itu?" tanya Bianca menatap wajah Alden dari samping.
"Sepertinya kemarin ulang tahun yang ke dua puluh lima,"
"dua puluh lima ya, sepertinya tas ini cocok, terlihat sangat istimewa dan elegan,"
Bianca menunjukkan tas yang menjadi incarannya, ia sengaja menunjuk tas pilihannya, sepertinya jika ia pikirkan lagi, kakak sepupu dari Alden akan terlihat sangat cantik dengan tas pilihannya. Apalagi ada gantungan kuncinya yang berbentuk cerry, itu membuatnya terlihat sangat cantik.
"Oke, mbak saya ingin ambil tas ini," Alden menunjuk tas pilihan Bianca.
Staff di toko itu mengangguk dan mengambil tas yang ditunjuk customernya, ia membawanya ke tempat kasir yang langsung diikuti oleh Alden juga Bianca.
Setelah melakukan pembayaran tas di kasir, Alden membawa Bianca untuk makan siang di lantai mall paling atas, karena di lantai itu, tempatnya makanan-makanan lezat berkumpul.
"Kamu mau makan apa?" tanya Alden.
"Aku lagi mau makanan khas Jepang, boleh gak?" tanya Bianca dengan wajah berharapnya, yang tentu saja membuat Alden menganggukan kepalanya.
"Kenapa enggak?" jawab Alden mengeratkan rangkumannya di pinggang Bianca dan langsung membawanya masuk ke dalam tempat makanan dimana khas makanan Jepang tersaji.
"kamu duduk dulu, terus pesan aja semua yang kamu mau, aku mau ke kamar mandi dulu!" perintah Alden yang diangguki Bianca.
"Terus kamu mau makan apa?" tanya Bianca mendongakkan kepalanya.
"Aku samain aja sama kamu," balasnya sebelum melangkah menjauhi Bianca dan keluar untuk ke toilet.
Bianca tersenyum kecil, baginya itu adalah bentuk perhatian kecil dari Alden untuknya, Alden bahkan tidak pemilih dalam hal makanan, ia mengikuti keinginan Bianca. Baru saja Bianca akan menarik kursi di dekat jendela, seorang pria dengan topi hitam duduk lebih dulu di kursi yang berhadapan langsung dengan kursi yang dekat jendela.
"Maaf, di sini saya duluan!" ucap Bianca sopan, ia tidak mau mencari keributan di tempat makan.
"Saya datang lebih dulu, kamu bisa mencari kursi lain," balas pria bertopi hitam iru tidak mau kalah.
"Jelas-jelas saya lebih dulu,"
"Teman saya bilang, dia sudah memesan kursi ini, itu artinya jauh sebelum kamu masuk ke dalam sini, kau bisa membaca tulisan di atas meja ini," pria itu menunjuk sebuah kertas kecil yang terdapat tulisan jika meja itu sudah dipesan seseorang.
Bianca menghela napas, ia mengarahkan pandangan kepada seluruh ruangan, mencari meja yang masih kosong, tapi sialnya semua meja sudah terisi penuh dan tidak ada satupun yang kosong.
"kau hanya sendiri, jadi sepertinya aku dan pacarku bisa ikut bergabung di sini," nampaknya Bianca masih belum lelah untuk mendapatkan tempat duduk di tempat makan yang ia inginkan.
"Tidak bisa, kami akan mengadakan pertemuan singkat di sini bersama tiga orang lainnya, dan kau serta pacarmu itu tidak akan mendapatkan tempat duduk," tolak pria itu.
"Kau pasti berbohong, kau sengaja mengatakan itu agar aku tidak dapat duduk, kan?" tuduh Bianca yang mulai melupakan sopan santunnya kepada orang asing.
"Mereka datang, kau bisa pergi dari sini!" usir pria itu.
Bianca menoleh untuk melihat apakah pria itu benar atau hanya membohonginya agar ia cepat-cepat pergi dari hadapannya.
seorang gadis cantik tampak berjalan dengan tas kecil di tangannya, dan disebelahnya dua pria dengan tinggi yang sama sedang nampak berbincang, pria satunya berbincang dengan kepala menoleh ke arah pria berbaju putih.
"Kenapa seperti tidak asing dengan pria di tengah?" tanya Bianca pelan.
"Hei, di sini," pria yang memakai topi hitam ifu melambaikan tangan ke arah dua pria dan satu wanita yang berjalan sangat santai itu.
"Kaivan,"
Bianca melotot tidak percaya begitu ia melihat Kaivan yang ternyata berada di tengah-tengah antara pria berbaju santai dan gadis dengan pakaian modis yang tidak terbuka.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Bianca langsung meninggalkan meja itu dan berjalan cepat melewati ketiga orang itu yang tampak tidak menyadari kehadirannya.
"Sebentar, kenapa aku harus panik, bukankah ini sama aja, untuk apa menghindar? Lagi pula ia tetap akan mengenalkan kekasihnya kepada Kaivan. Menyadari kebodohannya, Bianca mendengus, dan menatap empat orang yang sedang berbincang itu dengan tatapan kesalnya.
Menyadari ada yang aneh dengan gadis yang duduk di samping Kaivan, Bianca mengira jika gadis itu mungkin tertarik dengan suaminya, terlihat dari sikapnya yang sangat perhatian, membantu menaruh makanan milik Kaivan di hadapannya juga memberikan sepasang sendok dan garpu kepada Kaivan.
"Pacarkah?" tanya Bianca semakin menatap penasaran Kaivan dan gadis cantik yang duduk di sebelahnya.