NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Sabotase Medis

Bau amonia yang tajam dan uap belerang yang menyesakkan memenuhi barak medis Sektor 4 yang remang-remang. Di atas ranjang kayu yang berderit, Kaelan terbaring tak berdaya. Napasnya pendek dan tersedak, seolah-olah ada tangan tak kasat mata yang mencekik tenggorokannya. Urat-urat hitam yang menonjol di lehernya kini telah merayap hingga ke garis rahang, berdenyut pelan dengan cahaya ungu gelap yang jahat—sisa dari racun Void Infusion yang ia dapatkan saat menahan serangan di gerbang sektor sebelumnya.

"Suhu tubuhnya terus turun, Mina! Jika ini berlanjut, jantungnya akan membeku sebelum fajar!" Bara berseru tertahan sembari mengganti kompres air hangat di dahi Kaelan yang kini sedingin es.

Mina tidak menjawab. Tangannya yang mungil sibuk mencampurkan berbagai bubuk alkimia di atas meja kayu yang penuh noda. "Jangan hanya mengeluh, Bara! Tekan titik nadi di lengan kirinya agar racun itu tidak mencapai otaknya lebih cepat! Aku sedang mencoba membuat penekan sementara, tapi ini tidak akan cukup."

"Lalu apa yang cukup?" tanya Bara dengan suara parau, matanya mencerminkan kecemasan yang mendalam bagi sahabatnya.

Mina berhenti sejenak, menatap sebuah botol kaca kosong yang retak—satu-satunya warisan dari ibunya yang berasal dari klan alkemis terlarang. "Kita butuh Aether Essence dari gudang elit Council di Benua Langit. Hanya esensi murni itu yang bisa menetralkan sirkulasi energi Void yang sudah menyatu dengan sumsum tulangnya."

"Gudang elit? Kau gila? Itu dijaga oleh ksatria sihir dengan radar mana yang sanggup mendeteksi seekor lalat sekalipun!" Bara membelalakkan mata. "Kita akan mati sebelum sampai di gerbang luarnya."

"Kaelan sudah mati jika kita tidak bergerak sekarang!" Mina membentak, matanya berkaca-kaca namun penuh tekad. "Aku punya teknik 'Kabut Pengurai' dari garis keturunan ibuku. Aku bisa membungkam radar mereka selama beberapa menit, tapi aku butuh seseorang untuk memancing para penjaga keluar dari pos utama."

Bara menatap Kaelan yang sedang menggeliat dalam halusinasinya, lalu menatap kapak besinya. "Lima menit? Aku akan memberi kalian sepuluh menit, meskipun aku harus menjadikan tubuhku sebagai sasaran empuk tombak mereka."

Di Benua Langit, Lyra Elviana terbangun dengan sentakan hebat di kamarnya yang mewah. Keringat dingin membasahi gaun tidurnya yang tipis. Ia meraba lehernya sendiri, merasakan sensasi tercekik yang sama seperti yang dialami Kaelan. Resonansi penderitaan kali ini terasa begitu nyata hingga ia bisa merasakan rasa pahit herbal Mina di lidahnya sendiri.

"Dia sekarat... Kaelan sedang di ambang maut," bisik Lyra dengan suara gemetar, air mata mulai menggenang.

Ia melihat ke arah jendela kamarnya yang mengarah ke gudang logistik elit di sayap timur istana. Melalui jalur batin, ia merasakan kehadiran samar Mina dan Bara yang sedang bergerak di bawah bayang-bayang tembok pembatas. Lyra tahu, tanpa bantuannya dari dalam, mereka tidak akan pernah bisa melewati segel biometrik Elf yang hanya merespons darah murni.

Lyra meraih sapu tangan Azure miliknya, benda yang selalu ia pegang saat merindukan Kaelan sejak perpisahan paksa mereka. Ia melihat noda darah hitam kecil di sudut kain itu—sebuah manifestasi fisik dari luka Kaelan yang berpindah padanya melalui ikatan jiwa. Ia harus bertindak sekarang, sebelum noda itu meluas dan melenyapkan nyawa kekasihnya.

"Pelayan!" Lyra berteriak, suaranya terdengar angkuh namun stabil, menutupi kehancuran di dalamnya.

Seorang pelayan muda segera muncul dengan kepala menunduk. "Ya, Putri Lyra? Anda butuh sesuatu di jam selarut ini?"

"Aku butuh daftar inventaris obat-obatan untuk upacara besok pagi. Segera panggil kepala penjaga gudang timur untuk menghadapku di ruang baca. Katakan padanya ada ketidaksesuaian jumlah upeti yang membuatku tidak bisa tenang," perintah Lyra dingin.

"Tapi Putri, bukankah itu bisa menunggu fajar? Kepala penjaga sedang bertugas mengawasi gudang elit," pelayan itu mencoba memberi alasan.

"Apakah kau mempertanyakan perintahku?" Lyra menatap pelayan itu dengan sorot mata yang tajam, menyembunyikan getaran ketakutan di tangannya di balik lipatan gaun. "Pergi sekarang, atau kau yang akan menjelaskan pada ayahku kenapa upacara besok berantakan!"

Sementara pelayan itu berlari pergi, Lyra segera memfokuskan pikirannya. Ia menggunakan sisa energi mananya yang mulai menipis untuk meretas sinyal radar di gudang timur melalui konsol pribadi istana, menciptakan "titik buta" yang sinkron dengan posisi Mina di bawah sana.

Di Terra, tepat di pinggiran gudang elit, Mina dan Bara sedang merayap di antara tumpukan peti logistik. Bau keringat Bara yang tajam bercampur dengan aroma minyak mesin dari alat-alat berat tambang.

"Mina, sekarang atau tidak sama sekali! Penjaga di menara sedang mengalihkan pandangan," bisik Bara saat melihat para penjaga mulai bergerak menuju istana karena panggilan palsu Lyra.

Mina mengeluarkan botol kecil berisi cairan perak yang berpendar redup. Ia membisikkan mantra kuno yang dilarang keras oleh hukum Council. "Kabut Pengurai, pinjamkan aku kesunyianmu agar langkah kami tak berjejak..."

Uap tipis mulai keluar dari botol itu, menyelimuti tubuh mereka. Di dalam kabut itu, keberadaan mereka seolah-olah terhapus dari deteksi mana. Mina melangkah maju, tangannya menyentuh panel segel biometrik di pintu gudang. Ia merasakan panas yang membakar kulitnya saat sistem pertahanan mencoba menolak energinya yang "tercemar" oleh darah manusia Terra.

"Tahan... sedikit lagi... Kaelan butuh ini," rintih Mina sembari memejamkan mata menahan sakit.

Di barak medis, Kaelan mulai meracau dalam tidurnya yang menyiksa. "Lyra... jangan... biarkan mereka mengambil cahaya itu..."

Tangannya mencengkeram kain ranjang hingga robek. Dalam visinya yang gelap, ia melihat Lyra sedang berdiri di atas tebing Ash-Valley yang terbakar, dikelilingi oleh bayangan hitam yang mencoba menariknya ke dalam kehampaan. Kaelan mencoba berlari menuju tebing itu, namun kakinya terasa seperti terpaku oleh ribuan rantai besi.

"Aku akan mencapaimu, Lyra! Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi!" Kaelan berteriak dalam batinnya, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah erangan kesakitan yang memilukan bagi siapapun yang mendengarnya.

Mina berhasil! Pintu gudang elit itu terbuka dengan desisan pelan, memperlihatkan jajaran botol kristal yang berisi esensi murni. Namun, di saat yang sama, sebuah alarm fisik—bel tembaga tua yang tidak terhubung dengan mana—mulai berdentang di pos penjagaan cadangan.

"Bara! Ambil posisimu di depan pintu! Aku akan mencari esensinya!" teriak Mina panik.

Bara tidak membuang waktu. Ia berdiri di ambang pintu, menghunus perisai besinya yang sudah penyok. "Cepat, Mina! Aku mencium bau sepatu ksatria sihir mendekat! Jangan keluar tanpa botol itu!"

Derap langkah sepatu bot logam bergema di lorong batu menuju gudang elit, memecah kesunyian malam di Benua Langit. Bara berdiri tegak di ambang pintu, otot-otot lengannya menegang hingga pembuluh darahnya menonjol. Di belakangnya, Mina sedang membongkar rak kristal dengan panik, mencari satu botol spesifik dengan label segel perak yang berpendar.

"Mina! Mereka sudah di tikungan! Cepat!" raung Bara sembari menghantamkan perisainya ke lantai untuk menenangkan sarafnya yang bergejolak.

"Ketemu! Aether Essence!" Mina mencengkeram botol kecil berisi cairan biru bening yang memancarkan aroma bunga melati yang sejuk. Namun, tepat saat botol itu berpindah tangan, sebuah tombak cahaya melesat dari kegelapan lorong dan menghantam bahu Bara.

Bara terhuyung, namun ia tidak jatuh. Ia menggigit bibirnya hingga berdarah untuk menahan teriakan. "Pergi lewat ventilasi belakang, Mina! Sekarang!"

"Tapi kau terluka, Bara! Aku tidak bisa meninggalkanmu!" Mina berlari mendekat, namun Bara mendorongnya menjauh dengan kasar.

"Kaelan lebih membutuhkanmu! Jika dia mati, perjuangan kita di Sektor 4 selesai! Pergi, bocah alkemis! Bawa obat itu padanya!" Bara meraung sembari menerjang ke arah tiga ksatria sihir yang baru saja muncul.

Di istana, Lyra merasakan hantaman di bahunya—rasa sakit dari Bara yang merambat melalui sisa-sisa energi kolektif yang menghubungkan mereka. Ia menjatuhkan cangkir teh porselennya hingga hancur berkeping-keping di depan kepala penjaga yang sedang kebingungan.

"Putri? Anda baik-baik saja?" kepala penjaga itu maju selangkah dengan cemas.

"Jangan mendekat!" bentak Lyra sembari memegang bahunya. "Ada... ada racun di teh ini! Panggil tabib istana! Cepat!"

Lyra menggunakan kekacauan itu untuk mengalihkan perhatian seluruh penjaga istana, memberi Mina waktu tambahan untuk meluncur turun melalui pipa pembuangan menuju Benua Rendah. Di dalam batinnya, Lyra terus berbisik, memohon pada roh dunia agar Kaelan tetap bertahan satu detik lagi.

Kembali di barak medis Terra, Kaelan sedang tenggelam dalam samudera kegelapan. Ia melihat bayangan dirinya yang lama—seorang penambang lemah yang selalu menunduk. Bayangan itu mencoba menariknya masuk ke dalam liang kubur yang hangat dan sunyi.

"Istirahatlah, Kaelan. Kau sudah cukup menderita," bisik suara Void di telinganya.

"Tidak..." Kaelan menggertakkan gigi dalam komanya. "Aku sudah berjanji... pada matahari... pada Lyra. Aku tidak akan mati sebagai sampah."

Mina mendobrak pintu barak dengan napas tersengal-sengal, pakaiannya compang-camping dan wajahnya penuh jelaga. Tanpa membuang waktu, ia membuka botol Aether Essence dan meneteskan cairan murni itu ke dalam mulut Kaelan yang membiru.

Seketika, reaksi hebat terjadi. Tubuh Kaelan melengkung kaku di atas ranjang. Cahaya biru dan hitam bertarung di bawah kulitnya, menciptakan pemandangan yang mengerikan sekaligus menakjubkan. Mina segera menggunakan sapu tangan Azure milik Lyra yang ia temukan di meja untuk menyeka keringat hitam yang keluar dari pori-pori Kaelan.

"Ayo, Kaelan! Kembali padaku! Kembali pada kami!" Mina terisak sembari menekan dada Kaelan.

Perlahan, urat-urat hitam di leher Kaelan mulai memudar, berganti dengan pendaran perak yang jauh lebih stabil dari sebelumnya. Napasnya yang tadi tersedak kini mulai teratur, meskipun sangat lemah. Kaelan membuka matanya sedikit, melihat Mina yang menangis di sampingnya.

"Bara... di mana... Bara?" bisik Kaelan parau.

Mina terdiam, kepalanya menunduk dalam. Keheningan itu memberikan jawaban yang lebih menyakitkan daripada kata-kata. Di kejauhan, suara lonceng peringatan dari pusat komando Council terdengar bertalu-talu, menandakan bahwa identitas para pelaku sabotase mulai terendus.

Kaelan mencoba mengepalkan tangannya. Meskipun tubuhnya masih sangat lemah, ia merasakan energi baru yang mengalir di sumsum tulangnya—sesuatu yang lebih padat dan lebih dingin. Ia tahu, kesembuhannya ini dibayar dengan harga yang mahal. Martabatnya sebagai komandan kini diuji; ia tidak boleh membiarkan pengorbanan Bara sia-sia.

"Kita harus pergi, Mina," Kaelan memaksakan diri untuk duduk, meski rasa sakit luar biasa menghantam punggungnya. "Bawa semua persediaan medis. Sektor 4 tidak lagi aman. Kita akan menuju Hutan Kabut Maut."

Di Benua Langit, Lyra berdiri di balkon kamarnya, menatap ke bawah menuju Terra yang gelap. Ia merasakan detak jantung Kaelan kembali menguat, namun ia juga merasakan kehampaan di tempat di mana keberadaan Bara biasanya terasa. Air mata Lyra jatuh di atas pagar kristal, membeku menjadi permata kecil yang mencerminkan kesedihan dunia.

"Pertempuran sebenarnya baru saja dimulai, Kaelan," gumam Lyra pelan, matanya menatap tajam ke arah bayangan Lady Sylvana yang berdiri di menara seberang, mengawasinya dengan senyum misterius.

1
prameswari azka salsabil
ok sip kalau begitu
prameswari azka salsabil
bagus kaelan
prameswari azka salsabil
kaelan semakin kuat💪👍
prameswari azka salsabil
dataran tinggi?
prameswari azka salsabil
lasihan lyrs🤣🤣
prameswari azka salsabil
baguslah kalau begitu👍
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
Kartika Candrabuwana: pergerseran nilai
total 1 replies
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
Kartika Candrabuwana: ok. makasih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!