NovelToon NovelToon
Mas Kapten, Ayo Bercerai!

Mas Kapten, Ayo Bercerai!

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:63.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Lima tahun lalu, malam hujan hampir merenggut nyawa Kapten Shaka Wirantara.
Seorang wanita misterius berhelm hitam menyelamatkannya, lalu menghilang tanpa jejak. Sejak malam itu, Shaka tak pernah berhenti mencari sosok tanpa nama yang ia sebut penjaga takdirnya.

Sebulan kemudian, Shaka dijodohkan dengan Amara, wanita yang ternyata adalah penyelamatnya malam itu. Namun Amara menyembunyikan identitasnya, tak ingin Shaka menikah karena rasa balas budi.
Lima tahun pernikahan mereka berjalan dingin dan penuh jarak.

Ketika cinta mulai tumbuh perlahan, kehadiran Karina, gadis adopsi keluarga wirantara, yang mirip dengan sosok penyelamat di masa lalu, kembali mengguncang perasaan Shaka.
Dan Amara pun sadar, cinta yang dipertahankannya mungkin tak pernah benar-benar ada.

“Mas Kapten,” ucap Amara pelan.
“Ayo kita bercerai.”

Akankah, Shaka dan Amara bercerai? atau Shaka memilih Amara untuk mempertahankan pernikahannya, di mana cinta mungkin mulai tumbuh.

Yuk, simak kisah ini di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07. Kadang pergi itu lebih baik dari pada tinggal hanya untuk terluka

Ruang pemeriksaan itu terasa begitu sunyi. Hanya suara detak jarum jam di dinding dan dengung pendingin ruangan yang memecah keheningan. Amara duduk di ujung ranjang pasien, jari-jarinya saling menggenggam, dingin, pucat.

Di hadapannya, Shaka berdiri menatap layar monitor yang menampilkan hasil USG hitam-putih dengan wajah yang tak bisa dibaca. Dokter yang duduk di hadapan mereka menatap keduanya bergantian, lalu tersenyum lembut.

“Selamat, Kapten Shaka ... Nyonya Amara. Kandungannya baru memasuki usia tiga minggu.” Dia adalah Dokter Rusli.

Shaka menatap layar itu lebih lama. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat titik kecil berdenyut di sana, kecil, namun nyata. Ia menatap Amara, matanya bergetar penuh rasa tak percaya.

“Tiga ... minggu?” gumamnya pelan.

Dokter mengangguk.

“Ya, dan sejauh ini kondisinya cukup baik. Hanya perlu banyak istirahat dan menjauhi stres.”

Shaka mengangguk pelan, lalu menatap Amara.

“Amara...”

Hanya satu kata itu yang keluar, namun suaranya serak, seolah setiap huruf menahan sejuta emosi. Amara tidak menjawab, Ia hanya menunduk, matanya tak berani menatap layar, tak berani menatap Shaka. Karena dalam dirinya ada sesuatu yang lebih berat dari sekadar rasa bahagia atau takut.

Dokter meninggalkan ruangan dengan sopan, memberi mereka waktu. Begitu pintu tertutup, keheningan turun seperti kabut. Shaka menatap istrinya lama, sebelum akhirnya berlutut di hadapan Amara. Tangannya terulur, menyentuh jemari wanita itu perlahan.

“Amara...” bisiknya lirih. “Kita akan punya anak.”

Namun kalimat itu hanya menambah sesak di dada Amara. Ia menarik tangannya perlahan, berdiri dengan langkah goyah, lalu berjalan ke arah jendela. Matanya menatap ke luar, hujan mulai turun tipis di luar gedung rumah sakit.

“Kita?” Amara mengulang dengan suara nyaris bergetar.

“Kau yakin ini tentang kita, Mas Shaka?”

Shaka terdiam.

“Amara, aku tahu selama ini aku salah, tapi...”

“Tidak, Mas,” potongnya pelan, namun tegas. Ia berbalik menatap pria itu dengan tatapan datar yang menahan perih.

“Kehamilan ini tidak akan memperbaiki apapun. Tidak akan mengubah kenyataan kalau kau menikahiku karena paksaan, bukan karena cinta.”

“Amara, jangan bicara seperti itu,” Shaka berdiri, mendekatinya.

“Aku tak ingin berpisah. Apalagi sekarang ... aku ingin memperbaikinya. Aku ingin jadi ayah dari anakmu.”

“Anakku?” Nada Amara meninggi, matanya kini memerah.

“Bukan anakmu juga, Mas? Kenapa baru sekarang kau ingin mempertahankan aku? Karena aku hamil? Karena kau takut kehilangan wajahmu di depan keluarga?”

“Bukan itu!” Shaka membalas cepat, langkahnya maju. Namun Amara mundur, tubuhnya gemetar.

“Lalu apa, Mas Shaka?!” suaranya pecah. “Apa yang bisa kau pertahankan dari pernikahan yang bahkan tak pernah benar-benar dimulai?”

Keheningan kembali turun, Shaka menatapnya, napasnya berat. Lalu, dengan nada yang nyaris berbisik, Amara berkata kalimat yang membuat seluruh dunia Shaka berhenti.

“Kalau aku menggugurkan anak ini ... kau akan bebas.”

Shaka terpaku, Amara menatapnya dengan mata yang basah, tapi bibirnya tersenyum getir.

“Bebas melakukan apa pun, bebas dengan siapa pun. Tanpa harus berpura-pura mencintaiku.”

“Amara...” suara Shaka pecah, hampir seperti teriakan tertahan.

Namun Amara sudah berbalik, melangkah menuju pintu tanpa menatapnya lagi.

“Anggap saja ... ini caraku mengembalikan semua yang pernah keluarga Wirantara ambil dariku,” ujarnya pelan.

“Dan setelah itu, aku akan benar-benar pergi.”

Langit gelap menggantung di atas rumah besar keluarga Wirantara, petir sesekali menyambar di kejauhan. Di dalam ruang tamu megah itu, suasana lebih tegang dari biasanya. Tuan Wirantara duduk di kursi utama, sementara Nyonya Merlin berdiri di sampingnya dengan wajah cemas namun tegas.

Di hadapan mereka, Shaka berdiri dengan rahang mengeras, dan di sampingnya, Amara yang menunduk tanpa suara matanya sembab, tubuhnya kaku.

“Jadi benar?” suara Tuan Wirantara akhirnya memecah sunyi.

“Kau hamil, Amara?”

Amara menelan ludah pelan, lalu mengangguk tanpa menatap siapa pun. Nyonya Merlin langsung mendekat, senyum lega merekah di wajahnya.

“Syukurlah ... syukurlah akhirnya keluarga ini akan punya penerus,” katanya dengan mata berkaca. “Kau sudah membuat Ibu bahagia, Amara.”

Shaka menatap istrinya. Ia ingin berkata sesuatu, tapi Amara justru semakin menunduk, seolah kata bahagia itu terlalu berat untuk diterima. Tuan Wirantara menatap mereka lama sebelum akhirnya berkata datar,

“Kalau begitu, aku tidak ingin mendengar lagi omong kosong soal perceraian. Bayi ini adalah darah keluarga Wirantara, dia tidak boleh tumbuh tanpa seorang ayah.”

Kata-kata itu menghantam dada Amara seperti palu. Dia mendongak pelan, menatap Tuan Wirantara dengan mata yang bergetar.

“Maaf, Ayah mertua ... tapi saya tidak bisa.”

Ruangan sontak membeku, Nyonya Merlin menatapnya tak percaya.

“Apa maksudmu tidak bisa?”

Amara menarik napas panjang, lalu menatap mereka satu per satu.

“Aku tidak ingin mempertahankan pernikahan ini hanya karena seorang anak. Karena yang aku tau, tidak ada satupun dari kalian yang benar-benar peduli dengan perasaanku … bahkan Shaka.”

“Amara!” suara Shaka meninggi, memotong. “Jangan bicara sembarangan, Aku...”

"Mbak Amara, kamu jangan Katakan itu. Mas Shaka itu sangat menginginkan bayi itu, Mbak jangan egois," kata Karina yang sejak tadi hanya menjadi penonton.

"Kalau kamu mau, kamu aja yang jadi ibu dari anaknya,"

"Amara, kamu apa-apaan, sih?!" bentak Shaka yang tak suka dengan ucapan Amara barusan.

“Cukup, Mas!” potong Amara tajam. “Jangan lagi berpura-pura jadi suami yang peduli. Lima tahun ini kau bahkan tak tahu kapan aku sakit, kapan aku menangis, kapan aku berusaha menatapmu tanpa berharap apa-apa!”

Shaka terdiam, rahangnya menegang, matanya gelap. Tuan Wirantara menatap tajam, nada suaranya mulai meninggi.

“Amara, kau bukan hanya istri Shaka, kau juga bagian dari keluarga ini. Bayi itu tanggung jawab bersama! Jangan bicara soal pengguguran, itu memalukan!”

Namun Amara berdiri tegak. Meski tubuhnya gemetar, suaranya tegas dan lantang.

"Saya tidak takut dengan kata malu, Ayah mertua. Karena selama lima tahun ini, aku sudah hidup dalam penjara bernama keluarga Wirantara!”

“Amara!” Kali ini Nyonya Merlin menahan napas, tak percaya mendengar kalimat itu keluar dari mulut menantunya yang biasanya lembut. Shaka maju selangkah, memegang bahu Amara, suaranya bergetar.

“Jangan lakukan itu ... ku mohon, Amara. Jangan gugurkan anak kita.”

Amara menatap tangan Shaka di bahunya, lalu menatap pria itu lurus-lurus.

“Anak kita?” Amara tersenyum getir, “tidak ada kata kita, Mas. Yang ada hanya kau ... dan keluarga yang menuntut.”

Shaka mematung, menatap wanita di depannya yang kini tampak lebih kuat dari sebelumnya. Amara menarik tangannya pelan, lalu menatap Nyonya Merlin dan Tuan Wirantara dengan sopan.

“Terima kasih untuk perhatian kalian selama ini, tapi izinkan aku pergi. Aku akan memutuskan sendiri apa yang akan aku lakukan dengan anak ini.”

Lalu, tanpa menunggu restu, Amara melangkah keluar dari ruangan itu. Suara langkahnya bergema di lantai marmer, meninggalkan Shaka yang kini menatap punggung istrinya dengan wajah hancur.

“Amara…” suaranya hanya bisikan lemah, sementara di luar, hujan mulai turun lebih deras menelan segala suara kecuali satu, rasa takut kehilangan yang baru benar-benar terasa saat semuanya nyaris pergi.

Di halaman depan, sebuah mobil hitam mengilap sudah terparkir rapi. Lampu depannya menyala pelan, menembus kabut tipis sisa hujan.

Amara tahu keluarga Marvionne mungkin telah mengetahui semua ini akan terjadi, jadi mobil itu dikirim untuk menjemputnya. Setiap langkah terasa berat namun pasti, seperti meninggalkan seluruh beban hidup di belakang punggungnya.

Begitu ia masuk ke dalam mobil, aroma khas interior yang dulu begitu familiar langsung menyergap hidungnya, wangi kulit, sedikit aroma logam, dan parfum maskulin yang ia kenal betul, Sopir di kursi depan menoleh sedikit, menatapnya dari cermin tengah, lalu tersenyum kecil.

Pria itu berambut perak di sisi pelipis, mengenakan jas hitam dan sarung tangan kulit. Tatapannya penuh hormat, nada suaranya tenang namun mengandung arti besar.

“Selamat datang kembali, Nona Muda Marvionne.”

Amara menatapnya sejenak, bibirnya bergerak, tapi tak ada suara yang keluar. Ia hanya menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata, dan menyandarkan kepala di kursi kulit yang empuk itu.

Matanya basah, entah karena hujan atau karena sesuatu yang lebih dalam dari sekadar luka hati. Sopir itu meliriknya melalui kaca spion dan melanjutkan,

“Tuan Marvionne sudah tahu Nona akan kembali. Beliau bilang ... sudah waktunya.”

Mobil perlahan bergerak meninggalkan halaman rumah Wirantara. Di kaca jendela, bayangan rumah megah itu makin mengecil, hingga akhirnya hilang tertelan kabut. Dan di saat itu, Amara membuka matanya perlahan, tatapannya tak lagi rapuh.

Ada sesuatu yang berbeda di sana dingin, tenang, dan tajam seperti mata seorang agen yang siap kembali ke dunia lamanya. Tangannya bergerak ke perutnya, mengusap lembut.

“Aku janji ... aku akan melindungimu,” bisiknya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

1
Ma Em
Arif yg begitu sombong dgn memamerkan jabatannya didepan Amara , Arif tdk tau bahwa wanita yg dia hina dan dilawan adalah bos nya sendiri kan akhirnya dipecat jadinya , Shaka baru tau rupa wajah anaknya setelah enam tahun baru bertemu lagi dgn Amara .
Esther Lestari
harusnya kamu minta tolong salah satu pengawalmu untuk menolong Shaka dulu Amara. Kasihan dia terluka karena menyelamatkan kamu dari amukan wanita tadi.
Yulia Dhanty
Menarik
𝕙𝕚𝕜
lanjutkan thorrrr💪💪💪💪
Ariany Sudjana
Amara, meski kamu sakit hati dengan Shaka, tapi kamu harus ingat Shaka sudah menyelamatkan kamu dari perempuan tadi. setidaknya kamu harus punya rasa kemanusiaan, dengan membawa Shaka ke RS
Hanifah 76
lanjut ka...
Fri5
lanjut kak
Esther Lestari
siapa wanita itu yang berani mempermalukan Shaka di depan umum ?
bagaimana rasanya Shaka, bertemu dengan anak sendiri dan Amara ?
Ma Em
Siapa yg baru saja marah2 sama Shaka mungkinkah Karina dan siapa suaminya yg sombong itu , bagaimana reaksi Amara setelah bertemu dgn Shaka apakah mau kembali pada Shaka .
siti maesaroh
gimana shaka dipermalukan didepan umum malu bukan, bgitu jg dg amara yg duku kau prmlukn didepan staf stafmu,, 0takmu kepikir sampai situ g ,yakin lihat shaka ini bner" pingin tk tampil pake telpon deh aku yg bukn amara aja ikut sakit apa lg amara ya hadehhh. 😄😄🤭 mksih kk thor updatenya
Nanik Arifin
dlu kamu mempermalukan Amara di depan umum demi adik angkat licikmu, sekarang, tanpa Amara tahu Tuhan membalas mempermalukan mu di depan umum. impas, Shaka
silahkan bangkit, bangun kejayaan lagi. jadi pria peka & bertanggung jawab. pantaskan dirimu dlu, baru kejar Amara.
ingat, buang si licik dr hidupmu !!
Fera Susanti
yah gantung😬
Fera Susanti
takdir
Hanifah 76
seru ceritanya
𝕙𝕚𝕜
lanjutkan thorrrr💪💪💪💪
Lenty Fallo
seru ceritanya..😍 lnjut thor upnya 💪💪
Hary Nengsih
ternyata gak bisa bangkit lg shaka🤣🤣🤣🤣jalang nya masi d simpen itu
juriah mahakam
Takdir mank bgtu kejam memisahkan tnpa kt2 n mempertemukan kembali stlh ht ditinggalkan tp ttp menunggu pemilik sejatix,,, gimana ni reaksi Amara hhhmm hhmmm hhhhmm sesi menegangkan akan dtg smngt up kk 🥰
Jong Nyuk Tjen
kyny anak ny s shaka n karin krn selama ini kan s karin tinggal satu rmh am s shaka , mana mngkin ga terjadi sesuatu d antara mereka
Esther Lestari
siapa wanita itu ?
jangan sampai si ulet bulu itu masih berkeliaran dan menganggu Shaka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!