Aira tak menyangka jika pernikahan harmonis yang ia bina kini hancur lebur, karna orang ketiga.
Dunianya hancur, hingga sebuah kecelakaan menimpanya dan membuat ia koma. setelah sadar, ia dihadapkan dengan seorang pria yang tiba-tiba saja menjadikannya seorang budak. hingga dimana Aira dijadikan bak seorang tawanan oleh pria misterius itu.
sementara disisi lain, Rayyan berusaha menjalani dendam yang diamanatkan padanya dari sang ayah. dendam yang begitu membuatnya berapai-api pada Aira.
akankah Rayyan berhasil menuntaskan dendamnya? atau malah rasa cinta timbul dihatinya untuk Aira?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annavita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Di sisi lain, Dimas berusaha mengakhiri ciumannya dengan cepat. Perasaan bersalah dan takut menghantuinya. Ia khawatir Aira akan mendengar semuanya melalui telepon. Ia tidak ingin Aira tahu tentang hubungannya dengan wanita lain. Ia ingin menjaga rahasia ini selamanya.
Dengan tergesa-gesa, Dimas menarik tangan wanita itu dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Ia ingin menjauhkan wanita itu dari jangkauan Aira. Ia ingin memastikan bahwa Aira tidak akan pernah mengetahui kebenarannya.
"Aira telepon, kamu diam dulu," bisik Dimas, dengan nada cemas. Ia menatap wanita itu dengan tatapan memohon. Ia berharap wanita itu akan mengerti situasinya dan tidak akan membuat masalah.
Wanita itu hanya tersenyum sinis dan menjauh dari Dimas. Ia tahu Dimas sedang berbohong pada istrinya. Ia tahu Dimas sedang mempermainkan perasaannya. Namun, ia tidak peduli. Ia hanya ingin bersenang-senang dengan Dimas, menikmati semua kemewahan yang ia tawarkan.
Sambil menunggu Dimas menyelesaikan teleponnya, wanita itu mulai mencoba beberapa baju baru yang baru saja ia beli. Ia berpose di depan cermin, mengagumi penampilannya yang semakin seksi dan menggoda. Ia merasa seperti ratu yang berhak mendapatkan semua yang ia inginkan.
"Ada apa, Aira?" tanya Dimas, dengan nada pura-pura khawatir. Ia berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ia ingin meyakinkan Aira bahwa ia adalah suami yang baik dan perhatian.
Namun, tidak ada jawaban dari Aira. Yang terdengar hanyalah suara isak tangis yang memilukan. Dimas merasa bingung dan khawatir. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Aira.
"Aira?" panggil Dimas lagi, dengan nada lebih keras. Ia berharap Aira akan menjawabnya dan memberitahunya apa yang sedang terjadi.
Aira, yang mendengar suara Dimas dari teleponnya yang masih terhubung, segera meraih ponselnya yang terjatuh. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia ingin terlihat baik-baik saja, meskipun hatinya hancur berkeping-keping.
"Ya?" jawab Aira, dengan suara serak. Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya, tetapi suaranya tetap terdengar bergetar.
"Sayang, kamu nggak papa kan?" tanya Dimas, dengan nada khawatir yang dibuat-buat. Matanya tertuju pada Rania, yang sedang membuka pakaiannya dan hanya mengenakan bra dan celana dalam. Pemandangan itu membuat Dimas tergoda, tetapi ia berusaha menahan diri.
"Ah, aku nggak papa. Tapi, kamu bisa nggak tolong aku?" balas Aira, dengan nada memohon. Ia berharap Dimas akan datang menolongnya, meskipun ia tahu, mungkin Dimas tidak akan pernah melakukannya.
"Tolong? Kamu kenapa?" tanya Dimas, dengan menghampiri Rania dan memeluknya dari belakang. Ia mencium leher Rania dengan mesra, membuat wanita itu memejamkan mata dan mendesah nikmat.
"Mobilku mogok, dan aku jauh dari mana-mana. Kamu bisa nggak datang sekarang?" ucap Aira, dengan nada putus asa. Ia berharap Dimas akan menghentikan semua yang sedang ia lakukan dan datang menolongnya.
"Ya ampun, kok bisa? Sayang, maaf bukannya aku nggak mau, tapi aku sekarang lagi meeting sama direktur. Kamu tahu sendiri, orangnya nggak bisa dibujuk," jawab Dimas, dengan nada menyesal yang dibuat-buat. Ia berharap Aira akan mempercayainya dan tidak akan marah padanya.
"Ah... kamu lagi meeting ya? Baiklah, aku akan coba cari bengkel deket sini aja," ucap Aira, dengan nada pasrah. Ia tahu Dimas sedang berbohong padanya. Ia tahu Dimas tidak akan pernah datang menolongnya.
"Maaf, ya," ucap Dimas, dengan nada tidak tulus. Ia merasa lega karena Aira tidak memaksanya untuk datang. Ia bisa melanjutkan kesenangannya dengan Rania tanpa harus merasa bersalah.
Namun, sebelum Dimas sempat mengucapkan apa-apa lagi, Aira langsung mematikan teleponnya. Ia tidak tahan lagi mendengar kebohongan Dimas. Ia tidak tahan lagi menahan rasa sakit hatinya.
Aira semakin menangis, memukul setir mobilnya dengan sekuat tenaga. Ia berteriak sekeras-kerasnya, melampiaskan semua emosi yang selama ini ia pendam. Ia merasa seperti orang gila yang kehilangan akal sehatnya.
Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa seperti terdampar di tengah lautan yang luas, tanpa arah dan tujuan. Ia ingin mengakhiri hidupnya, tetapi ia tidak berani. Ia takut menghadapi kematian.
*
*
Bersambung---
guys baca juga ini seru buanget loh... apalagi mantan suami Aira, nanti sadar dan ngejer ngejer lagi tu mantan bini... hoho