NovelToon NovelToon
Mahar Satu Miliar Dari Pria Impoten

Mahar Satu Miliar Dari Pria Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pengantin Pengganti
Popularitas:41.7k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Arum Mustika Ratu menikah bukan karena cinta, melainkan demi melunasi hutang budi.
Reghan Argantara, pewaris kaya yang dulu sempurna, kini duduk di kursi roda dan dicap impoten setelah kecelakaan. Baginya, Arum hanyalah wanita yang menjual diri demi uang. Bagi Arum, pernikahan ini adalah jalan untuk menebus masa lalu.

Reghan punya masa lalu yang buruk tentang cinta, akankah, dia bisa bertahan bersama Arum untuk menemukan cinta yang baru? Atau malah sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Aku saja yang menjadi anak, om!

Langit malam menggantung tenang di atas gedung rumah sakit. Cahaya lampu taman menyinari jalan setapak yang sepi, dan angin lembut berembus membawa aroma tanah basah. Di salah satu bangku taman, Arum duduk sendirian. Tangannya masih memegang gelang pasien kecil bertuliskan nama Revano Gavinata.

Matanya menatap kosong ke langit, air mata sesekali jatuh tanpa suara. Dari jauh, Gavin melangkah perlahan menghampiri. Ia membawa dua cangkir kopi hangat dari mesin otomatis rumah sakit. Langkahnya terhenti sejenak saat melihat punggung Arum yang tampak rapuh dalam balutan cardigan abu-abu.

“Masih belum tidur?” suaranya pelan, mencoba tidak mengusik.

Arum hanya menggeleng. “Aku takut kalau tidur, nanti aku kebangun dan Revano nggak ada di sana.”

Suaranya serak, dia tersenyum kecut tanpa menatap Gavin. “Kayak dulu.”

Gavin duduk di sampingnya, meletakkan satu cangkir di dekat tangan Arum. “Dia anak kuat, Arum. Dokter bilang malam ini kondisinya stabil.”

“Stabil…” Arum mengulang lirih, menatap ujung jarinya. “Padahal aku nggak pernah bisa stabil. Hati aku berantakan terus dari dulu.”

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu memejamkan mata. “Gavin … aku capek banget harus kelihatan kuat.”

Gavin menatapnya lama, lalu berkata dengan lembut, “Kamu nggak harus pura-pura kuat di depan aku.”

Arum menoleh perlahan, mata mereka bertemu. Ada jarak yang penuh dengan kenangan tak terucap di antara keduanya.

“Empat tahun, Gavin…” katanya lirih, bibirnya bergetar. “Empat tahun aku bersembunyi, semua orang pikir aku mati. Padahal aku cuma berusaha hidup.”

Gavin menunduk, tangannya mengepal di pangkuan. “Aku masih ingat malam itu. Kamu berdarah parah, tubuh kamu penuh luka. Aku pikir kamu nggak bakal selamat.”

Ia menatapnya serius. “Kamu sempat bilang kalau nggak mau siapa pun tahu kamu masih hidup. Bahkan suamimu sendiri.”

Arum menarik napas pelan, menatap lurus ke depan. “Aku nggak kuat lihat wajahnya waktu itu, Gavin. Tatapan yang sama … yang dulu aku kira cinta, tapi ternyata ketakutan. Dia nggak percaya sama aku, bahkan saat aku butuh dia buat percaya satu kali aja.”

“Dan sekarang?” Gavin bertanya hati-hati.

Arum menatapnya lama. “Sekarang aku nggak tahu. Setiap kali aku lihat dia, bagian dari aku masih sakit. Tapi bagian lainnya…”

Ia berhenti, suaranya mengecil. “Bagian lainnya cuma pengen dia tahu kalau aku nggak pernah minta semua ini terjadi.”

Hening, hanya suara serangga malam yang terdengar. Gavin menatap wanita di sampingnya, seseorang yang dulu ia temukan dalam keadaan sekarat, yang kini kembali hancur di hadapan orang yang sama.

“Arum,” katanya perlahan, “aku tahu ini bukan tempatku buat bicara. Tapi aku lihat gimana dia tadi … Reghan, dia bukan cuma nyesel. Dia ketakutan kehilangan kalian berdua.”

Air mata Arum jatuh lagi, tapi kali ini ia tidak menyeka.

“Menyesal nggak bikin waktu empat tahun aku hilang, Gavin. Nggak bikin semua luka di tubuh ini sembuh.”

Dia menatap tangan sendiri, bekas sayatan halus masih terlihat samar di pergelangan. “Aku cuma pengen Revano selamat. Setelah itu … aku nggak peduli.”

Gavin menoleh menatapnya dalam-dalam.

“Kalau aku bilang kamu masih bisa bahagia, kamu percaya?”

Arum menatap Gavin sekilas, tersenyum tipis dengan mata yang sendu.

“Aku percaya, Gavin. Tapi bukan untuk aku.”

Lalu ia berdiri, menatap gedung rumah sakit dari kejauhan, di mana lampu kamar Revano masih menyala.

“Untuk Revano, cukup dia yang bahagia. Aku udah nggak perlu apa-apa lagi.”

Gavin menatap punggung Arum lama. Dalam diam, ia tahu perempuan itu bukan hanya sedang kehilangan cinta, tapi juga sedang belajar berdamai dengan luka yang terlalu dalam untuk disembuhkan oleh waktu. Ia berdiri, berjalan pelan di belakang Arum, menjaga jarak namun tetap siap jika wanita itu runtuh.

Malam itu, tak ada kata cinta yang diucapkan. Tapi di antara dua jiwa yang sama-sama lelah itu, ada janji yang tak terdengar bahwa Gavin akan tetap di sana, bahkan ketika dunia memilih melupakan Arum.

Suara kicau burung samar-samar terdengar dari balik jendela kamar rawat. Cahaya matahari menembus tirai tipis, menimpa wajah kecil Revano yang tengah duduk di ranjang sambil memainkan boneka beruang kesayangannya. Bocah tiga tahun itu tampak lebih segar pagi ini, pipinya mulai berwarna, meski jarum infus masih menempel di tangan mungilnya.

Pintu kamar terbuka perlahan dan dia perlahan menoleh. Reghan melangkah masuk dengan langkah pelan, mengenakan kemeja biru muda dan jas panjang. Tatapannya langsung tertuju pada bocah kecil itu. Sejenak waktu berhenti, ia masih teringat jelas pertemuan pertama mereka beberapa hari lalu, ketika Revano tanpa sengaja menabraknya di koridor rumah sakit. Sejak saat itu, wajah mungil itu terus menghantui pikirannya.

Revano begitu melihat siapa yang datang, wajahnya langsung bersinar.

“Om!” serunya senang, suaranya jernih dan polos.

Reghan tersenyum hangat, berjalan mendekat.

“Eh, Levan masih ingat sama Om, ya?”

“Iya! Om yang nolong aku waktu aku jatuh, kan? Rlevan, Om bukan Levan. ” Revano menatapnya dengan mata berbinar, lalu melanjutkan dengan polos, “Mama bilang Om baik. Papa Gavin juga bilang Om kerja di tempat keren banget.”

Reghan tertawa kecil, menahan emosi yang berputar di dadanya. Ia duduk di tepi ranjang, mengusap kepala bocah itu lembut. “Om senang kamu inget Om. Sekarang Revan harus sembuh cepat, ya. Mama pasti sedih kalau kamu sakit terus.”

Revano mengangguk cepat, lalu bertanya polos, “Om punya anak nggak?”

Pertanyaan sederhana itu membuat Reghan terdiam. Tenggorokannya terasa kering. Ia menatap mata Revano, mata yang sama persis seperti miliknya di masa kecil bentuknya, warnanya, bahkan sorotnya.

“Belum…” jawab Reghan lirih, hampir seperti bisikan. “Tapi kalau Om punya, Om mau anaknya kayak kamu.”

Revano tersenyum bangga, lalu menepuk tangan Reghan dengan polos. “Kalau gitu aku aja jadi anak Om. Tapi jangan bilang Mama, nanti Mama marah.”

Reghan menunduk, bahunya bergetar menahan senyum getir. Ia menatap bocah itu lama, lalu berbisik pelan,

“Om janji nggak akan bikin Mama kamu marah lagi.”

Saat itulah pintu kamar terbuka sedikit. Bu Nara muncul di ambang pintu, memberi isyarat hati-hati bahwa Arum dan Gavin akan segera kembali dari ruang dokter, Reghan segera berdiri.

“Om mau pergi?” tanya Revano lirih, seolah tak ingin pertemuan itu berakhir.

Reghan mengusap kepala bocah itu lembut. “Iya, tapi Om bakal datang lagi, Om janji.”

Revano tersenyum kecil, melambaikan tangan. “Dadah Om…”

Reghan keluar, tapi langkahnya berat. Di balik pintu, ia sempat menoleh sekali lagi. Dalam hati ia berjanji apapun yang terjadi, anak itu harus hidup.

Di sisi lain rumah sakit, Arum dan Gavin duduk di hadapan dokter, spesialis anak yang menangani Revano. Wajah Arum pucat pasi, matanya sembab, sementara Gavin duduk di sampingnya dengan wajah menegang.

Dokter menatap hasil pemeriksaan yang ada di tangannya. “Bu Arum, Dokter Gavin … kami sudah mencoba mencari pendonor yang cocok. Tapi sampai sekarang belum ada yang sesuai dengan sel sumsum tulang belakang Revano.”

Arum menggigit bibirnya, air mata hampir jatuh. “Jadi … tidak ada cara lain, Dok?”

Dokter itu menghela napas berat, lalu menatap keduanya dengan pandangan serius.

“Jika Tuan Reghan tidak memungkinkan menjadi pendonor karena kondisi fisiknya, maka satu-satunya alternatif medis adalah…” Ia berhenti sejenak, memberi jeda sebelum melanjutkan,

“Ibu harus kembali memiliki bayi dari ayah biologis Revano. Darah tali pusar saudara kandungnya berpotensi besar menjadi donor yang cocok.”

Kata-kata itu menghantam ruang hening. Arum mendongak perlahan, menatap dokter itu dengan mata membulat tak percaya.

“Dok … apa maksud Anda, saya harus…”

Suaranya tercekat, tidak sanggup melanjutkan kalimat itu. Dokter tersebut mengangguk kecil. “Secara medis, itu opsi paling aman. Saya tahu ini keputusan yang sulit, tapi jika dilakukan, peluang kesembuhan Revano meningkat drastis.”

Arum menatap kosong, jantungnya berdegup tak karuan. Tangannya meremas rok yang dikenakannya, tubuhnya gemetar hebat.

“Tidak … tidak mungkin. Saya tidak bisa kembali ke masa itu, saya tidak mau…”

Gavin menatap dokter itu tajam, nadanya menekan. “Dok, tolong … jangan paksa dia berpikir sejauh itu sekarang.”

Dokter hanya menghela napas. “Saya hanya menyampaikan fakta medis, Dok. Keputusan tetap ada pada pihak keluarga.”

Arum berdiri dengan langkah goyah, kursi di belakangnya tergeser keras. “Aku nggak bisa … aku nggak bisa melakukannya.”

Air matanya jatuh satu per satu, dadanya naik turun tak teratur. “Aku sudah mati sekali karena dia. Jangan suruh aku mati dua kali dengan luka yang sama.”

Gavin segera menahan pundaknya, menatapnya penuh khawatir. “Tenang dulu, Arum. Kita cari jalan lain, ya? Aku di sini, aku nggak akan ninggalin kamu.”

Namun di dalam hati, Gavin tahu, dokter itu tidak salah. Dan di balik setiap air mata Arum, ada rasa takut yang begitu dalam. Takut jika Reghan kembali masuk dalam hidupnya, dia tidak akan sanggup membencinya lagi.

1
Agunk Setyawan
othornya pro reghan jadi kasian Arum
knp g yang lain aja sakitnya knp hrus anak arum
biby
hadeeeh ribet ini si arum, pingin anakx sembuh ya satu2x jln hrs hamil lg sm reghan jalani saja tp hrs lbh kuat mental hrs bangkit jangan terus2an rapuh demi anak yg kmu perjuangkan lagian siapa tau stlh ini akan menghadirkan kebahagiaan utk keluarga kecil kalian
masih penasaran sm kehidupan Alena sm adik tirix reghan juga ibu tirix yg sdh jls2 ingin menguasai hrta keluarganya
Ma Em
Apakah tdk ada pendonor yg akan menolong untuk bisa menyembuhkan penyakit Revan , semoga ada keajaiban untuk Revan .
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya. trmksh😌
total 1 replies
Novita Sari
kok g ada flash back setelah arum kabur ..bgm kadaan keluarga reghan.. penasaran nasib e
Aisyah Alfatih: hayooo😁 ada flashback 4 tahun lalu. pasti terlewatkan 🤭
total 1 replies
Ani Basiati
lanjut thor
siti maesaroh
pilihan yang sulit sekali kk thor bagi arum 😭😭 ,apakah bisa kmbli dg reghan klovreghan saja blum bisa nyembuhin lukanya arum yaallh cobaan km rum sulit sekalii😢😢
Annabelle
mungkin sekarang mungkin Arum tak mau mengambil jalan itu tapi aku yakin perlahan lahan dia akan mau demi kesembuhan Revan, Dan aku yakin Reghan yg sekarang bukanlah Reghan yg dulu 🫣🙄😏...
Asyatun 1
lanjut
Teh Euis Tea
kasian revan, semoga ada obat yg bisa menyembuhkan penyakitnya
iqha_24
hadehh masa harus balikan lagi siih.. Arum dan Reghan 🙄 aku ga setuju
juwita
preeeet lah basi loe nenek tuir
Oma Gavin
gimana kabar alena yg jadi biang keroknya Arum dicambuk apakah masih hidup dgn nyaman di keluarga lucknut tersebut
siti maesaroh: aku ingin reghan mrmbls cambuk jg trhdp alena enak bngt mreka yg fitnah hidup aman sentosa tk da susah"nya
total 1 replies
Ma Em
Oma Hartati dulu Oma ikut andil dlm menghukum Arum yg tdk bersalah , Oma bkn nya mendamaikan dan mencari siapa yg salah langsung percaya pada hasutan Alena , sekarang Reghan ,Oma dan opanya Reghan menuntut untuk mengakui Revano adalah cicitnya .
siti maesaroh: itu lh kk,, mereka semua memang bener" toxic,, iblis bermuka manusia gayanya sok sedih klo didunia nyata aku sbgi arum aku harus menuntut bslik apa yg mreka lakuin, cambuk harus dicambuk juga tu orang g terima aku sakit bngt sbgi arum g da yg bolong disaat hukuman itu😭
total 1 replies
Kar Genjreng
hukum orang orang kaya yang merasa berkuasa,,,,semua bisa di beli dengan uang. kalian penghianat semua,
sryharty
lanjut ka lanjuuuut
gas laaah
sryharty
maksud nyeeee
ga jelas banget dah itu orang
dulu aja menghakimi tanpa belas kasih
sekarang aja sok berhak atas cucunya
siti maesaroh
ceritanya bagus alurnya bikin pnsran,, dan yg pasti fiilnya dpt bngt aku yg baca aja ikut mersakan apa yg dirskn arum terbawa suasana , selalu smngt ya kk
Aisyah Alfatih: terima kasih kakak 💕💕💕
total 1 replies
siti maesaroh
apa apaan km argantara dulu aja km g ngakui arum sbgai klurga,skrg km mau ngaku cucumu dg dalih revan msih mengalir drah argantara basi ucapanmu itu,, udahlh arum km sm dokter gavin aja toh gavin jg sbnrnya suka sm km rum ,mksih kk updatenya sehat" kk author ditunggu lg ya besok
Ani Basiati
lanjut thor
siti maesaroh
melow bngt bab ini😭😭
g usah dipaksa klo emng membhyakan re,, gampang ja nebus keslhan yg telah mnghncurkn arum , pnjrakan atau siksa aja itu orang yg sdh fitnah arum han, greget bngt sm mereka yg jhat tp aman" aja hidupnya 😢😢
siti maesaroh: sm kak,,, aku klo jd arum bner" g sanggup deh😭
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!