Rere seorang Gadis yang berasal dari keluarga Sederhana dan cukup tapi takdir berpihak kepadanya, dia Yang anak kandung diperlakukan seolah dirinya orang lain, sedangkan orang yang seharusnya tidak menggantikan tempatnya menjadi kesayangan semua keluarganya.
Bagaimanakah kisah hidupnya, akankah dia mendapatkan kebahagian yang dia cari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Orang-orang yang sedang mengangkat barang Langsung menoleh dan berhenti mendengar teriakan itu.
Rere tak bergeming dan tidak peduli akan teriakan sang ayah, dia menatap lurus mata sang ayah dan tidak takut sedikitpun.
"Angkut saja semuanya Pak, tolong bawah langsung ke alamat yang saya katakan tadi, tolong titip kunci pada ibu yang ada disana, aku sudah memberitahunya". Ujarnya menatap orang-orang itu dengan senyuman tulus.
Keluarga Rere menatap hal itu dengan tatapan tidak percaya, mereka tidak pernah melihat senyum Rere yang seperti itu pada mereka.
Setelah mereka semua melaksanakan tugasnya kini Rere mendekati sang ayah dan kini langsung berhadapan dengan sang ayah.
Lelaki yang harusnya menjadi cinta pertamanya ini malah membuatnya menjadi orang pertama dia benci, lelaki yang harusnya menjadi orang yang melindunginya, kini menjadi orang pertama yang menyakiti dan melukai hatinya.
Tatapannya tak lepas dari mata sang ayah, Rauf jelas merasakan dan melihat bagaimana mata anaknya itu menyimpan banyak kesedihan, amarah, emosi dan kekecewaan, dia menelan ludahnya kasar.
"Apa ayah pernah menganggap ku anak ayah??". Ucapnya kini berhadapan dengan jarak dekat.
"Apakah pernah sekali saja selama aku disini, ayah berbicara baik dan memperhatikan aku?? ".
Rere terus mengatakan hal yang selama ini yang dirasakannya selama berada dirumah ini.
" Apa pernah ayah memberikanku hadiah ketika hari Raya tiba??,
"Apa ayah pernah melindungi dan membela aku, ketika semua orang selalu menyalahkan aku??
Nafas pak Rauf tercekat, kata-kata yang keluar dari mulut Rere membuatnya mati kutu, dia tidak bisa menjawab satu pun pertanyaan sang anak.
Melihat reaksi ayahnya, Rere tertawa hambar dan penuh kesakitan.
"Bagian mana ayah, bagian mana aku dianggap anak dalam keluarga ini??, bagian mana?? ". Ucapnya penuh penekanan dan suara bergetar hebat.
"Aku harus merasakan pahitnya derita hidup sejak aku masih kecil hingga aku berusia 12 tahun, saat aku dibawah kesini, aku seperti orang asing yang menumpang hidup padahal aku adalah anak kandung".
Rere mengalihkan pandangannya pada para abangnya dan juga ibunya.
"Katakan padaku, bagian mana yang kalian bilang aku anak dari keluarga ini sedangkan hanya aku yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi padahal kalian semua mampu membiayai aku dan juga Marsya?? ". Rere menatap mereka dengan penuh emosi.
Mereka semua saling melempar pandangan mendengar perkataan kesakitan dan luapan amarah dari Rere.
"Andai aku tahu hidupku disini hanya seperti orang asing dan anak angkat, aku lebih memilih hidup dijalan dari pada memiliki keluarga tapi tak pernah menganggap keberadaan ku".
Air mata Rere berjatuhan memandang mereka semua, dia hanya bisa menghapus air mata nya dengan kasar.
"Selamat Marsya, silahkan ambil mereka untuk dirimu sendiri, aku tidak membutuhkan mereka sejak usiaku 17 tahun". Rere keluar dari ruang itu dengan perasaan yang sesak.
Keluarga Rere kini terpaku tanpa bisa menjawab pertanyaan dari perempuan yang mereka tak sadar telah disakiti.
"Sial, aku harus melakukan sesuatu mereka tidak boleh menyayangi Rere". Monolog Marsya dalam hati.
Dia bangkit dari duduknya untuk mengejar Rere, dia berusaha menjadi orang yang peduli agar mereka simpati kepadanya. dia akan membuat Rere semakin dibenci oleh keluarganya.
"Rere jangan pergi, ini rumah kamu, maafkan aku telah mengambil kasih sayang keluarga". Ucapnya menangis pura-pura.
Rere yang melihat itu menggertakkan rahangnya melihat sandiwara yang dibuat oleh Marsya. Dia tidak menjawab tapi menaiki motornya.
Sedangkan keluarganya langsung berlari keluar begitu Marsya keluar dari rumah.
"Ayah, bu, bang, tolong cegah Rere pergi dari sini, dia keluarga kandung kalian, aku tidak mau dia pergi dalam keadaan seperti ini, biar aku saja, akulah yang anak pungut disini" Tangisnya mengiba pada mereka semua.
Rere hanya tersenyum sinis melihat akting Marsya yang luar biasa bisa menipu keluarganya, jika ada lomba akting dia pasti menang.
"Kau dengar, dia bahkan masih memperdulikan kamu, kenapa kau selalu membuat masalah dengannya??". Rafa menatap kesal adik kandungnya itu karena membaut Marsya menangis.
" Benar, harusnya kau bisa akur dengan Marsya karena dia sangat baik, kau saja yang suka iri padanya". Adam menatap kesal pada Rere.
"Kau bisa kembali kedalam rumah, tapi kau harus minta maaf pada Marsya dan mohon maaf padanya". Pak Rauf menatap sombong pada putrinya itu.
Dia yakin putrinya itu hanya menggertak mereka saja untuk keluar dari rumah ini, bisa apa dia di luaran tanpa mereka.
Rere tertawa kencang melihat kesombongan keluarganya yang menganggap bahwa dia tak akan bisa hidup diluar, dia mengejek mereka.
"Sampai mati pun aku tidak akan meminta maaf pada manusia ular bermuka dua seperti nya, silahkan saja kalian manjakan dia seperti biasa, aku hanya berpesan, hati-hati kalian jika dia mengeluarkan bisanya sampai bisa membunuh kalian, dan saat itu terjadi jangan pernah mencari ku untuk mendapatkan bantuan".
"Ah satu lagi, jika kita bertemu diluar, silahkan anggap saja diriku orang asing yang tidak kalian kenal, permisi". Ucap Rere dengan dingin dan langsung menancap gas motornya pergi dari sana.
Mereka semua terpaku melihat kepergian Rere seolah menganggap mereka orang lain, Mata Bu Lastri tiba-tiba berkaca-kaca,
"Apa aku sangat keterlaluan padanya selama ini, sampai bahkan melihatku saja seperti orang lain". Monolog Bu Lastri dalam hati.
"Dia benar-benar pergi, dan bahkan tidak menoleh". Pak Rauf memegang dadanya yang mulai terasa sesak.
Dadanya terasa sakit seakan ada yang menghantam kayu besar ke dadanya sampai dirinya tidak bernafas.
Ada air mata keluar tanpa diminta pada matanya, dia menunduk dan akhirnya jatuh tapi dia langsung menghapusnya.
"Aku ayah yang sangat jahat". Jeritnya dalam hati.
Dia langsung masuk begitu saja kedalam rumah dan naik langsung menuju kamarnya, tanpa menoleh, begitu juga Bu Lastri yang langsung pergi tanpa berkata.
Sedangkan para abang samping melempar pandangan dengan tatapan bersalah, mereka kini sadar jika selama ini menyakiti adik kandung mereka sendiri.
"Tidak apa, ayo masuk, aku mau istirahat". Aska tersenyum paksa kepada ketiganya lalu masuk kedalam rumah menuju kamarnya.
"Sudahlah dek, tidak usah pikirkan, dia sudah memilih jalannya sendiri". Suara Rafa bergetar berusaha menahan gejolak rasa bersalah dalam dirinya yang ingin memaki dirinya sendiri.
Dia berbalik Kemudian langsung naik menuju kamarnya di lantai atas, kini tinggallah Adam dan juga Marsya yang menatap kepergian mereka semua dengan beda pandangan.
Adam dengan tatapan sendu sedangkan Marsya dengan tatapan penuh amarah yang berusaha dia sembunyikan.
"Maaf yah kak, karena aku Rere harus pergi dari sini". Ucapnya memulai drama kembali.
"Sudahlah tidak usah dibahas, kamu naik saja ke kamar karena aku juga ingin istirahat". Adam meninggalkan Marsya yang kini memulai menunjukkan sifat aslinya.
"Sialan Rere, akan ku buat perhitungan padanya jika mereka mulai tidak menyayangi aku, tidak akan kubiarkan dia mengambil apa yang jadi milikku selama ini". Ucapnya menendang dinding ruang tamu itu dengan kasar.
"Mereka harus tetap menyayangi aku, mereka tidak boleh mengingat Rere dirumah ini, mereka semua milikku".