Clarissa, yang terikat oleh sistem terpaksa harus menjalani dua kehidupan lagi agar dia bisa mati dengan tenang.
Setelah dalam kehidupan sebelumnya, suskses sebagai wanita karir yang dicintai oleh keluarga dan semua orang, kini dia terlempar ke jama di era 80 an yang terlahir sebagai bayi dari keluarga buruh tani miskin yang tinggal di desa Sukorejo.
Misi kali ini adalah mengentaskan keluarganya dari kemiskinan dan menjadi wanita suskse seperti sebelumnya.
Mampukah Clarissa yang kini bernama Lestari,seorang bayi dengan otak dan pemikiran wanita dewasa,yang sudah pernah jatuh bangun dalam menjalankan usahanya mampu menyelesaikan misinya?
Kehidupan di era 80 an tidaklah mudah, keterbatasan alat dan juga masih tingginya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) membuat hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Lestari yang dalam kehidupan sebelumnya banyak ditunjang oleh kemajuan teknolgi dan percepatan informasi.
Penasaran...
ikuti terus kisa Lestari dalam cerita ini!
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TASYAKURAN
Sebelum ba’da ashar, Supardi sudah sampai dirumah dengan dua karung besar barang yang langsung dia bawa ke dapur.
Begitu mendengar ayahnya telah tiba, Taripun merenggek membuat Srikandi yang baru saja meletakkannya dikasur setelah melihatnya tertidur pulas kembali menggendongnya.
“Ada apa sayang? Apa ada yang tidak nyaman?”, tanya Srikandi sambil menatap bayinya dengan lembut.
“Ibu! Ibu, ayo pelgi kedapul. Ayah membeli banyak baling untuk kita!”, teriak Tari bersemangat.
Melihat bagaimana antusias bayinya untuk melihat barang belanjaan ayahnya, Srikandi hanya bisa tersenyum hangat.
“Baiklah, karena Tari sudah bangun. Ayo kita pergi kedapur dan lihat barang apa saja yang bapak beli hari ini”, ucap Srikandi , membuat kedua mata bulat Tari berbinar cerah.
Dia ingin tahu, barang apa saja yang Supardi beli sehingga dia bisa memberikan resep kue apa saja yang bisa ibunya bikin nanti untuk acara tasyakuran.
Begitu Srikandi dan Tari masuk kedapur, ternyata Gito, Aan, dan Narto sudah ada disana dan tengah mengeluarkan barang belanjaan yang Supardi beli dan menatanya diatas bangku panjang yang ada disamping meja makan.
Melihat banyak bihun yang dibeli juga margarine yang disisihkan dan dimasukkan kedalam ember bersih, beberapa kilo tepung, mesis coklat dan mesis warna warni, juga ada satu kaleng besar susu kental manis yang Tari perkirakan berukuran 1 kg, kedua mata bayi itupun berbinar cerah.
“Wah, dengan ini semua ibu bisa membuat cake potong yang cantik dan lezat. Ibu juga bisa membuat maltabak bihun, bolu lainbow , dan juga pudding bolu busa”
Mendengar semua kue yang di list oleh Tari, meski Narto dan kedua kakaknya belum pernah melihatnya, mereka sudah bisa membayangkan betapa lezatnya kue buatan ibu mereka itu nanti.
Berdasarkan ucapan Tari dalam hati, Srikandi pun segera mengelompokkan beberapa bahan sesuai dengan kue yang diinginkan oleh Tari untuk dibuat, agar nanti pas mengerjakannya tak bingung mencari bahan yang ada.
***
Hari ini, semua orang sibuk mengolah dading kambing yang digunakan untuk aqiqahannya Tari dengan memasaknya menjadi gulai dan sate.
Selain mengolah kambing aqiqah, Srikandi dan ibu-ibu yang membantunya memasak kini telah menyiapkan bumbu-bumbu yang akan mereka gunakan untuk memasak esok hari.
Karena acara besok dilangsungkan ba’da ashar maka pagi hari semua sudah harus dieksekusi sehingga hari ini semua orang mulai mencicil untuk mengerjakannya.
Ibu-ibu memasak diruang produksi karena selain lebih lebar tempatnya, juga disana tungku apinya ada empat sehingga empat orang bisa melakukan beberapa hal secara bersamaan.
Yang satu menggoreng kerupuk, sementara yang lainnya bisa menggoreng bawang merah untuk taburan gulai, yang satunya bisa dipergunakan untuk menggongsong bumbu agar besok tinggal dimasukkan ketika hendak memasak dan juga digunakan untuk membuat rogout, isian pastel.
Sementara, didapur rumah Supardi sendiri Srikandi ditemani Tari tengah membuat bolu yang akan dibuat isian tengah dari pudding dan bolu potong hias.
Diruang tamu, Supardi yang baru saja selesai memotong daging kambing dan mencucinya hingga bersih dan meletakkannya ke dapur produksi, kini tengah mencuci bersih cething (tempat nasi dari plastik berongga yang bisanya digunakan untuk diberikan kepada tamu dalam acara tasyakuran jaman dulu). Setelah selesai dicuci, cething diangin-anginkan agar kering.
Semua orang berkeja sesuai dengan bagian mereka masing-masing sehingga mereka bisa fokus dengan apa yang mereka kerjakan.
Ketiga anak lelaki Supardi, setelah pulang sekolah dan berganti pakaian serta makan siang, mereka langsung mulai menghias ruang tamu yang akan dipergunakan untuk tempat acara dengan aneka kertas warna dan pita serta membuat tulisan yang ditempel ditengah ruangan agar semua orang jika Tasyakuran ini diperuntukkan untuk merayakan kelahiran adik bungsu mereka, Lestari.
Semua tulisan dan ucapan disana dibuat oleh Gito yang memang memiliki jiwa seni ketimbang kedua adiknya, menyulap ruang sederhana itu menjadi indah.
Berkat kerjasama yang apik, pekerjaan menghias ruang tamupun telah selesai sehingga ketiganya bisa membantu pekerjaan sang ibu didapur.
“Ini kuenya dihias apa bu? ”, tanya Gito penasaran.
“Itu le, olesi atasnya dengan krim yang telah ibu buat, baru kemudian atasnya ditaburi dengan misis warna - warni”, ucap sang ibu menjelaskan.
Melihat bolu seperti pelangi, kedua mata Nartopun berbinar cerah. “Bu, bolunya sangat cantik, seperti pelangi”, ucapnya sambil bergegas membantu sang kakak menaburkan mesis begitu bolu pelangi berukuran persegi telah diolesi krim yang dibuat sendiri oleh Srikandi dengan bantuan suara hari Tari.
Melihat kakak dan adiknya sibuk, Aan yang tak kebagian pekerjaan pun merasa bingung. “Lalu, aku harus bantu apa bu?”, tanyanya.
Srikandi menoleh kepada anak keduanya. “Kamu, olesi bolu tipis itu dengan selai, terus gulung”, ucapnya sambil memberi contoh kepada Aan.
Aan yang pada awalnya sedikit kesulitan dalam menggulung bolu, pada akhirnya bisa dengan mudah melakukannya setelah dua kali percobaan.
Dibantu oleh ketiga anaknya, Sulastri merasa sedikit terbantu pekerjaannya sehingga diapun mulai memasak bihun yang akan dibuat isian di martabak bihun yang akan dia goreng esok pagi.
.
.
.
Trang! Trang!
Sreng! Sreng!
Sedari sebelum subuh, Srikandi sudah sibuk didapur. Terlalu bersemangat, membuat dia terbangun ketika jarum jam menunjukkan angka tiga dini hari. Karena tak bisa tidur, Srikandipun mulai masuk dapur dan beraktivitas.
Supardi yang mendengar suara berisik di dapur, ikut terbangun. Melihat tempat tidur istrinya kosong, diapun berjalan kedapur sambil mengusap matanya beberapakali, berjalan berlahan sambil mengumpulkan nyawanya.
“Bu, kenapa bangun pagi sekali?”, tanya Supardi sambil mengerjapkan mata beberapa kali ketika sinar cahaya teplok masuk ke retina matanya.
“Mungkin terlalu bersemangat menyambut acara tasyakuran ini, jadi ketika tak bisa kembali tertidur, aku memutuskan untuk membuat martabak bihun seperti yang Tari inginkan. Ini rasanya sangat enak pak, cobalah”, ucap Srikandi sambil menyodorkan satu buah martabak yang sudah matang ke tangan suaminya.
Krauk!
Kulit martabak yang renyah dan isian bihun dicampur ayam cincang berbumbu rempah yang gurih dan lezat, membuat Supardi kembali menyuapkan potongan martabak kemulutnya dalam ukuran besar.
Martabak berisi bihun dan daging ayam cincang seukuran telapak tangan, habis dalam tiga gigitan oleh Supardi.
“Bu, ini rasanya sangat lezat. Jika ukurannya diperkecil setengahnya, kita bisa menjualnya dikantin sekolah dengan harga 70 ”, ucap Supardi bersemangat.
Srikandipun sudah berpikir kearah sana setelah dia merasa jika membuat martabak bihun ini tak terlalu sulit. Bahan kulitnya hanya tepung garam dan air, kemudian direndam sebentar dalam minyak.
Dengan adanya banyak camilan yang di jual, pendapatan mereka pun perharinya juga akan meningkat dan hal ini secara perlahan bisa memperbaiki perekonomian keluarga.
Ba’da ashar, satu persatu tetangga yang diundang datang. Setelah kyai salah satu pondok besar, didesa tetangga datang, acarapun dimulai.
Acara berjalan dengan sangat lancar. Sebelum matahari benar-benar tenggelam, semua orang telah pulang kerumah mereka masing-masing.
Maklum, desa Sukorejo belum ada listrik yang masuk sehingga warga tak bisa melakukan acara pada malam hari jika tak menyewa genset dari kota dan harga sewa perharinya sangat mahal, maka dari itu warga desa biasanya mengadakan acara siang hari atau sore hari sebelum matahari benar-benar tenggelam agar para tamu tak terlalu malam pulang karena kondisi medan jalan yang penuh bahaya, banyak jurang di samping kiri jalan dan jika tak hati-hati bisa terperosok jatuh dan kehilangan nyawa karena jurang sangat curam.