Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Penasehat Kaisar
Langit pagi istana Cine dihiasi kabut tipis. Udara masih lembap setelah hujan semalam. Di dalam ruang kerja Kaisar—sebuah ruangan luas dengan lantai marmer, tiang-tiang kayu berukir naga emas, dan jendela lebar yang menghadap taman persik, Qianru berdiri dengan jubah selir yang telah dimodifikasi.
Bukan untuk menggoda atau mempercantik diri, melainkan agar ia bisa bergerak dengan lincah. Rambutnya digelung sederhana, hanya dihiasi satu jepit dari giok putih. Ia bukan lagi Qianru yang tak terlihat. Ia adalah penasehat yang kini berdiri tepat di samping penguasa tertinggi negeri.
Dan pagi itu, ia akan membuat gebrakan,
dimana gebrak itu akan membuat semua musuhnya ketar ketir dan semakin ingin menyingkirkan Qianru.
Tapi bagi Qianru itu tidak masalah, karena keberadaannya saat ini adalah untuk memberikan keadilan yang selama ini tidak di dapatkan oleh orang orang lemah.
Orang orang yang tidak memiliki kekuasaan yang selalu di injak-injak oleh para bangsawan serakah.
---
Pertemuan Pertama sebagai Penasehat Qianru datang lebih awal dan mulai menyusun semoga laporan yang akan ia tunjukkan pada kaisar dan semua orang.
“Selir Qianru, eh, maksudku… Penasehat Qianru,” gumam Perdana Menteri Yao, seorang pejabat tua berumur 60-an tahun yang telah duduk di pemerintahan sejak dua Kaisar sebelumnya.
“Apakah pantas seorang wanita… tanpa gelar resmi, memutuskan soal perpajakan?” ujar Perdana Menteri Yao
Qianrup tidak menjawab langsung. Ia berjalan ke depan papan strategi, menunjuk peta dengan tongkat panjang.
“Jika sektor utara dikenai pajak yang sama dengan sektor selatan, padahal hasil panennya lebih buruk akibat banjir dua tahun berturut-turut, itu bukan adil, melainkan bodoh.” ujar Qianru berani
“Berani sekali Anda menyebut kebijakan terdahulu bodoh,” sela menteri pertanian.
Qianru menoleh, menatapnya lurus. “Yang bodoh bukan keputusan, tapi mereka yang mempertahankannya meski tahu itu keliru.”
Kaisar Xuanlie menahan senyum. Ia duduk di singgasananya, menyaksikan perdebatan yang seolah membakar ruangan.
“Teruskan, Qianru,” kata Kaisar Xuanlie tenang.
Qianru kembali ke peta. “Usul saya, kurangi pajak sektor utara sebesar 20%, alokasikan lebih banyak benih dari cadangan kerajaan, dan pantau distribusi langsung melalui utusan bayangan.”
“Apa maksudnya dengan utusan bayangan?” tanya seorang jenderal.
“Pasukan pengawas yang tidak tercatat di sistem istana. Agar laporan tidak bisa dimanipulasi oleh pejabat lokal,” jawab Qianru.
“Seperti mata-mata?” gumam menteri keuangan.
“Jika kalian lebih takut pada pengawasan daripada korupsi, maka saya tak salah menyebut sistem ini sudah busuk,” sahut Qianru.
Hening.
Kaisar akhirnya bicara, dengan nada datar tapi tegas. “Usulan Qianru diterima. Implementasi mulai bulan depan. Tidak ada keberatan.” putus Kaisar Xuanlie mutlak tanpa bisa di bantah.
Bahkan kaisar langsung mengeluarkan titah tertulisnya dan itu membuat para menteri menunduk. Tak ada yang berani membantah titah Kaisar.
Saat para pejabat bubar Qianru pun pamit pergi menuju kediamannya, sesampainya di sana Qianru berdiri di dekat jendela, menatap langit yang mulai cerah. Ia tahu bahwa dengan sekali rapat, ia telah menempatkan dirinya sebagai ancaman.
Dan itu berarti… ia juga telah menempatkan dirinya dalam bahaya.
---
Di balik istana utama, Permaisuri Ning berdiri di depan cermin panjang yang dipenuhi bunga anggrek putih. Wajahnya masih secantik dulu, tapi matanya menyimpan kemarahan.
“Kau bilang, dia hanya selir tak berguna,” katanya dingin pada adiknya, Ning Shan—pemimpin klan Ning di ibu kota.
“Dia memang tak punya latar bangsawan. Tapi entah dari mana ia belajar bicara seperti pejabat akademi.” jawab Ning Shan
Permaisuri duduk, menyisir rambutnya sendiri dengan kasar. “Kalau dia terus naik, maka seluruh jaringan kita bisa terancam. Dia tahu soal penggelapan beras. Dia bahkan tahu soal pengalihan dana pembangunan istana musim panas.”
Ning Shan menunduk. “Aku sudah mengirim orang untuk mencari asal-usulnya. Tapi… dia seperti muncul begitu saja.”
Permaisuri terdiam. “Mungkin… dia bukan berasal dari dunia ini.”
" Apa maksudnya permaisuri, tidak ada hal semacam itu, mungkin ini hanya kebetulan. Jangan pikirin hal lain dulu karena yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya untuk menyingkirkan Qianru, karena dia bagaikan batu sandungan" ujar Ning Shan
Permaisuri terdiam sejenak memikirkan ucapan sang adik, " Kau benar, baiklah lakukan dengan diam, aku tidak mau dia hidup lebih lama. Lakukan apapun untuk membuatnya menghilang dari dunia ini" ujar permaisuri Ning
"Baik permaisuri" jawab Ning Shan lalu ia pergi dari sana.
---
Malam harinya, Kaisar Xuanlie memanggil Qianru ke taman pribadi yang hanya diakses oleh dirinya dan Permaisuri. Cahaya lentera berpendar lembut, dan suara serangga malam mengisi keheningan.
“Apakah kau pernah membunuh seseorang?” tanya Kaisar tiba-tiba.
Qianru, yang tengah memandangi kolam teratai, menjawab pelan. “Belum. Tapi aku tidak ragu melakukannya bila perlu.”
Kaisar memandangi wajahnya. “Kau tahu, ada yang bilang… kau bukan manusia biasa.”
Qianru menoleh. “Lalu apa? Hantu? Siluman?”
Kaisar tertawa. “Entahlah. Tapi kau berbeda. Cara berpikirmu. Tatapanmu.”
“Aku hanya perempuan yang diberi kesempatan hidup kedua,” gumam Mila.
“Dan aku tidak akan menyia-nyiakannya.” sambung Qianru pelan
Kaisar mendekat. “Apakah kau pernah mencintai seseorang, Qianru?”
Pertanyaan itu menusuk hati Mila. Wajah kekasihnya di dunia modern—Dion—melintas dalam benaknya. Pria yang ia cintai sepenuh hati… tapi juga pria yang menyebabkan kematiannya.
Mila menjawab pelan, “Pernah. Tapi cinta yang salah bisa membunuh lebih dari pedang.”
Kaisar menatapnya dalam. “Aku tidak tahu apakah kau akan jadi cinta… atau ancaman.”
“Lalu kenapa tetap membiarkanku dekat?” tanya Qianru berani.
Kaisar tersenyum samar. “Karena kadang, hanya musuh lah yang cukup jujur untuk menunjukkan kelemahan kita.” jawab kaisar
---
Beberapa hari kemudian, Qianru dikirim untuk mengawasi pembangunan ulang Istana Selatan. Ia tahu itu perintah Permaisuri. Mengirimnya jauh dari pusat kekuasaan adalah taktik lama.
Namun Qianru tidak bodoh. Ia membawa lima orang pengawal rahasia dari Jenderal Rui.
Dan benar saja saat itu di tengah perjalanan, rombongan mereka disergap. Panah melesat dari semak-semak. Tiga kereta terbakar.
Qianru melompat dari kereta dan langsung menarik pedang dari pengawal yang terjatuh. Ilmu bela diri dari kehidupannya di dunia modern—yang ia pelajari dari berbagai seni bela diri campuran—secara ajaib melekat di tubuh ini.
Ia bergerak cepat, menendang penyerang bersenjata kapak, memotong tali busur, dan menangkis tombak dengan satu ayunan kuat.
Lima menit. Sepuluh menit.
Darah berceceran. Dua dari pengawalnya gugur. Tapi penyerang berhasil dilumpuhkan.
Salah satunya masih hidup.
Mila mendekat, mencabut kerudungnya. Tanda kaligrafi Klan Ning tercetak jelas di lengan dalam penyerang itu.
“Terima kasih, karena sudah menunjukkan siapa dalangnya.” gumam Qianru lalu benar benar membunuh penyerang itu.
Bersambung