Xiao Chen, terlahir tanpa bakat sehingga ia sangat sulit berkembang. Dan pada akhirnya kehilangan ibunya.
Ketika ia sekarat dan akan mati. ia mendapatkan sebuah kristal aneh yang membuat dirinya kembali ke masa lalu untuk menghilangkan semua penyesalan.
Simak kisah perjuangan Xiao Chen dalam menghadapi kekejaman dunia terhadap orang tanpa bakat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Bara Api Kerja Keras
Pernahkah kalian bertanya-tanya, apakah bakat adalah segalanya? Sebagian besar orang akan menjawab, "Tentu saja."
Dengan bakat, hal yang paling sulit sekalipun dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki bakat sering kali merasa tertingkirkan, bahkan sebelum sempat memulai.
Namun, ada satu hal yang sering dilupakan manusia: setiap orang yang terlahir di dunia ini pasti dibekali kelebihan lain. Salah satu kelebihan itu adalah kerja keras.
Meskipun si berbakat mungkin menguasai sesuatu dengan cepat, sementara si tanpa bakat membutuhkan waktu yang jauh lebih lama, kerja kerasnya adalah bara api. Bara yang akan terus membakar semangatnya, mengubah ketekunan menjadi keahlian yang tak terhentikan.
Dan kisah ini adalah tentang bara api kerja keras seorang bocah yang lahir dari keluarga miskin. Namanya Xiao Chen.
"Uhuk! Uhuk!"
Dengan tatapan penuh kekhawatiran, Xiao Chen (berusia sekitar delapan tahun, kurus kering) memegang erat tangan ibunya. Sang ibu terbaring lemah di ranjang reyot, didera penyakit parah sejak ayah Xiao Chen meninggal dunia setahun yang lalu.
"Ibu, dengarkan aku," ucapnya dengan suara yang dibuat lantang, mencoba menyembunyikan getar ketakutan dalam hatinya. "Aku pasti akan membawa Ibu ke tabib. Aku janji."
Mendengar perkataan tulus anaknya, ibunya tersenyum tipis. Senyum bangga yang menyinari wajah pucatnya. "Terima kasih, Nak. Ibu bangga memiliki anak yang berbakti sepertimu."
Xiao Chen memeluk ibunya erat-erat, tidak ingin membayangkan seandainya ia ditinggal sendirian. Setelah memastikan ibunya meminum ramuan seadanya yang tersisa, ia harus pergi. Ia harus meninggalkan ibunya sendirian di gubuk kumuh mereka demi mencari uang.
Di pasar terdekat, Xiao Chen bekerja sebagai pelayan serabutan di sebuah kedai mi milik Paman Bai, seorang pria paruh baya yang baik hati.
"Xiao Chen, antarkan pesanan mi ini ke meja nomor dua, ya. Hati-hati, mangkuknya panas!" pesan Paman Bai dengan nada lembut dan senyum kebapakan.
Dengan senyum lebar yang kontras dengan beban di hatinya, Xiao Chen sigap mengangkat nampan dan mengantarkan mi tersebut. Setiap keping koin yang ia dapatkan adalah harapan baru bagi kesembuhan ibunya.
Menjelang sore, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kedai mi, Xiao Chen selalu menempuh perjalanan sulit mendaki gunung. Tujuannya adalah Sekte Giok, sebuah sekte persilatan yang berada di puncak, tempat ia berharap bisa mendapatkan pekerjaan tambahan untuk membeli obat yang lebih baik.
Ketika ia tiba di gerbang batu Sekte, napasnya tersengal-sengal, kakinya lemas.
"Hah... Hah... Maafkan aku, Tuan Luo," ia terengah, membungkuk dalam-dalam di hadapan seorang pria tua berkemeja putih mewah, yang tak lain adalah Pemimpin Sekte Giok.
Tuan Luo menatap Xiao Chen dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan ekspresi jijik dan muak.
"Dasar bocah menyebalkan! Sudah ku bilang datang lebih cepat!" bentaknya tajam. "Untuk hari ini, aku tidak akan memberikanmu pekerjaan! Lain kali datang lebih cepat atau tidak sama sekali!" Tuan Luo langsung berbalik, berniat masuk ke dalam Sekte.
Melihat pintu harapannya hampir tertutup, Xiao Chen panik dan mengejar, berlutut di depannya.
"Tolong, maafkan aku, Tuan! Aku benar-benar minta maaf! Tadi di kedai sedang banyak pembeli, jadi aku harus membantu Paman Bai lebih lama—"
BUGH!
Luo sama sekali tidak mendengarkan. Ia melayangkan tendangan keras yang mendarat di dada kurus Xiao Chen, membuatnya tersungkur di tanah berdebu.
"Menyingkir dari hadapanku! Dasar tidak tahu diri dan menghalangi jalan!" hardik Luo tanpa belas kasihan.
Rasa sakit fisik dan perih di hatinya bercampur aduk, namun Xiao Chen tidak menyerah. Ia harus mendapatkan uang itu. Ia segera bangkit dan berlutut lagi, merendahkan harga dirinya hingga ke titik terendah demi sang ibu.
"Saya mohon, Tuan Luo. Jika Anda tidak memberi saya pekerjaan, saya tidak akan dapat membeli obat untuk ibu saya. Kondisinya semakin memburuk..."
Wajah Luo hanya menyiratkan kekejaman. "Itu urusanmu, bocah! Aku tidak peduli walaupun ibumu mati! Kematian seorang wanita miskin bukanlah masalah bagiku!" ucapnya sinis, lalu masuk ke dalam Sekte tanpa menoleh lagi.
Xiao Chen tetap diam di sana, berlutut membungkuk di depan gerbang Sekte Giok yang megah. Tak lama kemudian, rintikan hujan mulai turun, membasahi kepala dan pakaiannya yang tipis. Ia tidak bergerak.
Hari mulai gelap, dan hujan deras telah mengguyur. Luo, yang merasa terganggu oleh kehadiran keras kepala bocah itu, akhirnya keluar dengan membawa payung.
"Dasar bocah keras kepala!" gerutunya kesal. "Kalau memang kau butuh pekerjaan... Akan kuberikan. Tapi jangan menyesal!"
Luo kemudian menunjuk ke arah tebing curam di belakang Sekte. "Kau lihat tebing itu? Ambil beberapa Tanaman Herbal Daun Perawan Giok yang tumbuh di sana. Itu pekerjaanmu. Bawa setidaknya lima tangkai. Jika berhasil, kau akan kubayar lima perak!"
Mata Xiao Chen berbinar mendengar jumlah uang itu. Lima perak! Itu lebih dari cukup untuk membeli obat yang jauh lebih baik.
"Terima kasih, Tuan! Saya pasti akan segera kembali!" Dengan gembira, Xiao Chen mengangkat wajahnya, lalu berlari sekencang mungkin menuju tebing, tanpa memedulikan hujan dan rasa sakit di dadanya.
Melihat kepergian Xiao Chen, Tuan Luo tersenyum sinis dan jahat. "Semoga saja kau mati terjatuh, bocah sialan!" bisiknya pelan.
Di tebing yang curam dan licin karena hujan, Xiao Chen mulai menuruni dan menginjak celah-celah sempit. Beberapa bagian tebing sangat berbahaya, sedikit saja salah pijak bisa membuatnya tergelincir.
Ia berhasil memetik beberapa tangkai herbal dengan mudah. Namun, matanya tertuju pada sebuah tanaman Daun Perawan Giok yang paling besar dan tampak paling matang, tumbuh di bagian tebing yang paling sulit dijangkau, hampir mendekati jurang.
Terdesak oleh kebutuhan dan janji pada ibunya, ia memaksakan dirinya untuk memanjat lebih jauh.
Sayangnya, sebuah batu pijakan yang lapuk terlepas.
Srrrak!
Xiao Chen kehilangan keseimbangan dan, pada akhirnya, ia tergelincir, jatuh menghantam bebatuan di bawahnya.
Dirinya terluka parah. Tubuhnya memar, dan darah merembes dari luka-luka sobek, terutama di kakinya yang kini terasa nyeri luar biasa. Namun, ia tidak boleh menyerah. Dengan tekad yang membara, ia berdiri, memaksakan kaki pincangnya untuk melangkah.
Darah mengalir deras, tetapi di tangannya, ia memegang erat lima tangkai Daun Perawan Giok.
"Ini... semua demi Ibu!"