Dari Modernitas Menjadi Pahlawan Kerajaan
Langit kota saat itu berwarna kelabu, mendung menggantung berat di atas atap-atap gedung pencakar langit. Udara terasa sesak dan berdebu, seperti menahan tangis yang tak kunjung jatuh.
Di antara deru kendaraan dan hiruk-pikuk manusia yang terburu-buru, berdirilah seorang perempuan muda di trotoar yang ramai.
Namanya Mila Pradita, usia 24 tahun. Seorang gadis modern, pekerja kantoran biasa, tak terlalu cantik, tapi juga tak biasa. Ia punya otak yang cemerlang, rasa ingin tahu yang besar, dan keberanian yang jarang ditunjukkan. Namun, hari ini, sorot matanya sayu, pundaknya lunglai, dan wajahnya seperti kehilangan warna.
Tangannya menggenggam erat selembar hasil laboratorium—kertas putih yang menjadi vonis bagi hidupnya.
"Stadium empat. Sel kanker telah menyebar ke hati dan paru-paru. Harapan hidup kurang dari tiga bulan."
Mata Mila menatap hasil itu kosong. Ia telah menjalani berbulan-bulan gejala aneh, sakit yang tak dijelaskan dokter umum, penurunan berat badan, dan kelelahan yang tak masuk akal. Dan sekarang… jawaban itu datang. Secepat itu. Semengerikan itu.
Ia tertawa kecil, pahit. “Ternyata aku nggak cuma overthinking ya... ternyata benar-benar sakit.”
Langkah kakinya membawanya menuju trotoar jembatan penyeberangan. Kendaraan berlalu-lalang di bawahnya, membentuk arus lampu dan suara yang memekakkan telinga. Tapi di kepala Mila hanya ada sunyi.
Dalam hati kecilnya, dia bukan takut mati. Yang lebih menyakitkan adalah hidup yang tidak pernah benar-benar dia nikmati. Sejak kecil Mila adalah gadis yang pendiam, menyendiri, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tua dan tekanan pekerjaan. Ia pernah mencintai—dan dikhianati. Pernah bermimpi besar—dan dijatuhkan realita.
Dan kini, ketika semuanya sudah terlambat, hanya satu keinginan yang tersisa “Andai aku bisa hidup sekali lagi. Tapi dengan kesempatan berbeda. Bukan di dunia ini.” ujar Mila dalam hati.
Langkahnya terus menyusuri jembatan penyeberangan. Hujan mulai turun rintik-rintik. Saat itulah, ia mendengar suara jeritan seseorang.
“Awas! Mobil!!”
BRAKKKK!!
Suara tabrakan keras menggema. Dalam hitungan detik, dunia Mila menjadi putih. Tubuhnya terlempar ke udara, lalu jatuh menghantam aspal dengan keras. Darah mengalir dari pelipis dan dadanya. Tapi anehnya… tidak ada rasa sakit.
Tubuhnya ringan. Sangat ringan. Seperti… melayang.
“Apakah ini kematian?” pikirnya,
Tapi bukannya gelap, sebuah cahaya terang membutakan penglihatannya. Dan dalam detik berikutnya, semua berubah.
---
Langit Berbeda, Wajah Berbeda
Suara angin berbisik pelan. Suara air mengalir dari kolam batu. Aroma bunga melati memenuhi udara. Mila mengerjap perlahan. Kelopak matanya terasa berat, tapi tubuhnya tak terasa terluka. Ia berada di atas kasur empuk, berselimut kain halus dengan bordiran naga dan burung phoenix.
Ruangan itu asing. Langit-langit kayu, lentera kuno, dan dinding bercat merah keemasan menghiasi sekelilingnya.
Ia bangkit perlahan. Pandangannya kabur, tapi cukup jelas untuk melihat cermin perunggu di sebelah tempat tidur. Dan yang ia lihat membuat napasnya tercekat.
Itu bukan dirinya.
Wajah dalam cermin itu milik seorang gadis muda dengan rambut panjang digelung ke atas, mengenakan hiasan kepala sederhana dari batu giok. Kulitnya pucat, pipinya sedikit cekung, dan matanya sendu. Tapi yang paling mengejutkan—itu bukan wajah Mila.
Pintu mendadak terbuka. Seorang wanita tua masuk sambil membawa nampan air hangat.
“Selir Qianru! Syukurlah Anda sadar!”
“Siapa?” gumam Mila.
“Selir… Anda sempat demam selama dua hari. Kami semua sangat khawatir. Hampir saja kami menyampaikan pada Kepala Istana kalau Anda...” ujar pelayanan tua itu terhenti.
Mila masih linglung. “Selir… Qianru?”
Wanita itu mengangguk. “Ya, Anda adalah Selir Qianru, penghuni Paviliun Anggrek. Ingatkah Anda?”
Mila memejamkan mata. Otaknya masih menyusun ulang potongan-potongan informasi.
"Jadi aku tidak mati? Atau… aku mati, dan sekarang… terbangun di tubuh orang lain? " tanya Mila dalam hati
Seketika, muncul kilasan-kilasan aneh dalam benaknya. Kenangan yang bukan miliknya. Gadis yang pendiam, duduk termenung di taman istana. Tangisan malam hari. Hinaan dari selir lain. Kaisar yang tak pernah menoleh padanya. Nama-nama asing, wajah-wajah yang belum pernah ia lihat.
Qianru.
Itulah nama tubuh ini. Seorang selir rendahan. Tak punya pengaruh, tak punya keluarga kuat. Seorang “boneka” yang ditempatkan di istana hanya untuk dipermainkan oleh politik dan intrik.
Mila menatap jari-jarinya sendiri. Ini benar-benar nyata. Ia hidup kembali—tapi di dunia lain. Dalam tubuh orang lain.
“Baiklah…” katanya perlahan, dengan senyum tipis.
“Kalau hidup memberiku kesempatan kedua... akan kutunjukkan bahwa aku bukan boneka siapa pun.” ujar Mila pelan yang mulai menerima nasib barunya.
...----------------...
Tiga hari telah berlalu sejak Mila terbangun di dunia asing ini. Ia masih mencoba menyesuaikan diri dengan tubuh baru, bahasa baru, dan kehidupan yang serba berbeda dari dunia modern yang ia kenal. Tapi Mila bukan tipe orang yang berlama-lama tenggelam dalam keterkejutan.
Setiap malam, saat semua pelayan sudah tidur, ia duduk di tepi ranjang dan mencatat dalam pikirannya segala hal yang ia pelajari hari itu, nama-nama tokoh penting, struktur istana, jalur logistik dapur, hingga hierarki para selir.
“Kerajaan ini… disebut Cine, dipimpin oleh Kaisar Xuanlie. Ia muda, karismatik, dan katanya cerdas—tapi juga sangat berhati-hati karena dikelilingi banyak musuh. Permaisurinya, Ning, dari klan Ning yang sangat berpengaruh di dalam pemerintahan.” gumam Mila pelan
Mila menggumam sendiri sambil menatap langit malam dari jendela. “Dan aku… adalah Selir Qianru. Tidak punya latar belakang bangsawan, tidak disukai siapa pun, bahkan dayang-dayangku terlihat lebih patuh pada selir lain ketimbang padaku.”
Ia menghela napas. Dalam kenangan samar tubuh ini, Qianru hidup seperti bayangan. Tidak berani bicara, takut melawan, dan menjadi sasaran empuk penghinaan.
Dan Mila tidak bisa hidup seperti itu.
Maka hari keempat, saat seorang pelayan muda menumpahkan teh panas ke gaunnya dengan sengaja, Mila tidak lagi diam.
“Kau pikir aku buta, ya?” ucap Mila dengan tajam, membuat semua yang ada di ruangan terdiam.
Pelayan itu membeku. “A-aku… tidak sengaja…”
Mila bangkit berdiri. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya tajam. "Jatuhkan nampan itu satu kali lagi, dan kau bisa merasakan bagaimana rasanya air mendidih di atas kulitmu sendiri."
Pelayan itu pucat. Ia langsung berlutut, gemetar. Dayang tua yang selama ini mengurus Qianru hanya bisa menatap sang selir muda dengan kaget. Tak pernah sebelumnya Qianru bicara sekeras itu.
"Jangan salahkan aku kalau besok pagi kau ditemukan membersihkan kandang kuda," tambah Mila.
"Sekarang pergi, dan bersihkan noda ini dengan tanganmu sendiri. Jangan gunakan kain lap." ujar Mila lagi yang sekarang di panggil Qianru
Dengan tangan gemetar, si pelayan membersihkan noda teh di pakaian Qianru menggunakan tangannya. Air panas itu masih menggenang. Tapi ia tidak berani melawan.
Mila duduk kembali, menyeka gaunnya perlahan.
“Lemah itu pilihan. Tapi aku tidak memilih itu,” batin Qianru
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Osie
aku mampir diceeitamu yg ini thor...dan aku selalu suka dgn ceeita transmigrasi or reinkarnasi..seru aja bisa healing dr dunia nyata/Facepalm//Facepalm//Facepalm/terlebih tokoh utamanya sosok wanita tangguh..jago bela diri n smart plus cantik..paket komplit lah
2025-05-22
0
Ayudya
lanjut Mak tapi jangan menye menye ya Mak🤭🤭🤭🤭🤭
2025-05-17
3
Erna Fkpg
awal yg seru
2025-05-19
0