NovelToon NovelToon
LEGENDA KEPALA DEWA

LEGENDA KEPALA DEWA

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Sistem / Time Travel / Reinkarnasi
Popularitas:181
Nilai: 5
Nama Author: ilonksrcc

Li Wei,programmer jenius yang sinis, percaya bahwa segala sesuatu di alam semesta berjalan seperti sistem yang bisa di debug. Saat nyawanya melayang di dunia modern, kesadarannya tersedot ke dalam "ruang jiwa" yang hancur di dalam Kepala Kaisar Dewa Tai Xuan, yang dikhianati dan dipenggal oleh murid kesayangan dan permaisurinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilonksrcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32: MATA DI DALAM TANAH DAN UNDANGAN YANG TIDAK DIUNDANG

Kemenangan di Blight Scar membawa dua hal: rasa hormat yang semakin besar dari kalangan cultivator independen yang menyaksikan, dan kebencian yang semakin mendalam dari faksi tradisionalis Shadow Moon. Tapi bagi Sekolah Realitas, ada hal ketiga yang lebih mendesak: tanda tangan di tanah.

Setelah tangan raksasa dari dalam scar itu runtuh, ia meninggalkan sebuah pola di tanah bukan tulisan, tapi sebuah simbol fraktal yang memancarkan energi samar. Tai Wei memeriksanya. Bukan pesan. Itu lebih seperti... tanda tangan seniman. Atau cap pemilik.

"Makhluk itu menunjukkan dirinya," gumam Yan Mei, memandangi salinan simbol yang diproyeksikan di ruang rapat. "Tapi kenapa? Untuk menakuti Shadow Moon? Atau untuk memberi tahu kita bahwa dia sedang mengawasi?"

"Atau keduanya," jawab Tai Wei. Polanya terlalu kompleks untuk dianalisis cepat. Tapi ada satu hal yang jelas: energi yang ditinggalkan bersifat netral, bahkan sedikit hangat. Tidak bermusuhan.

Xiao Qi, yang ikut serta dalam analisis, mengusulkan sudut pandang berbeda. "Mungkin dia... kesepian? Atau bosan? Sudah lama sekali tidak ada yang 'memperbaiki' sesuatu. Dia tertarik melihat kita mencoba."

Itu adalah perspektif yang naif tapi menarik. Bayangkan sebuah makhluk purba yang telah tidur atau terisolasi selama ribuan tahun, tiba-tiba merasakan sekelompok makhluk kecil mencoba "menambal" kerusakan di dunia. Mungkin bagi mereka, itu seperti melihat anak-anak mencoba memperbaiki mainan yang rusak menghibur, atau mungkin mengganggu.

Apapun motifnya, satu hal pasti: mereka sekarang memiliki "pengawas" tingkat dewa.

---

EKSPANSI YANG TERPAKSA

Berita tentang tangan raksasa menyebar lebih cepat dari api. Versi ceritanya terdistorsi: ada yang mengatakan Tai Wei memanggil dewa bumi kuno, ada yang mengatakan dia bersekutu dengan iblis, ada yang percaya itu adalah tanda restu dari leluhur.

Efeknya langsung: gelombang pendaftaran baru.

Mereka datang bukan dalam jumlah besar, tapi cukup untuk mengisi dua kelas baru. Tidak semuanya idealis. Beberapa adalah mata-mata yang dikirim sekte untuk memata-matai. Beberapa adalah pengikut fanatik yang mengira Tai Wei adalah nabi baru. Beberapa hanya penasaran.

Sekolah tiba-tiba harus berurusan dengan logistik, sesuatu yang tidak pernah dipikirkan Tai Wei saat dia masih seorang kepala atau hacker. Mereka butuh lebih banyak makanan, tempat tidur, bahan ajar. Mereka butuh sistem untuk menyaring calon murid.

Yan Mei, dengan pengalaman organisasi Shadow Moon, mengambil alih administrasi. Dia membuat sistem penyaringan tiga lapis:

Wawancara Niat: Apa motivasi mereka datang? (Tai Wei dan Xiao Qi)

Uji Kompatibilitas Energi Dasar: Bisakah mereka mempertahankan energi tradisi mereka sendiri tanpa agresi? (Jin, Ling, Nuo)

Masa Percobaan: Semua murid baru harus melalui proyek kolaborasi kecil sebelum diterima penuh.

Dari dua puluh pendaftar, hanya delapan yang lolos. Di antara mereka:

· Rong, seorang pemuda dari desa petani yang secara tidak sengaja memiliki bakat merasakan "sakit" tanah. Dia datang karena tanah kampung halamannya sekarat.

· Si Jīmŭ (Sister Ji), seorang wanita paruh baya mantan tabib Venomous Lotus yang muak dengan etika sektenya, ahli dalam diagnosis keracunan halus.

· Tie Zhu (Besi Tuang), seorang pandai besi independen yang kultivasinya mandek karena tidak memahami teori energi logam di balik kerajinannya.

Mereka bergabung dengan Kai, Mei Lin, dan Bao. Sekarang ada sebelas murid masih kecil, tapi beragam.

---

KELAS LANJUTAN: "MENDENGARKAN TENUNAN"

Tai Wei menyadari mereka tidak bisa hanya mengajarkan teknik. Mereka harus mengajarkan filsafat baru. Kelas lanjutan pertama dimulai dengan subjek yang tampaknya sederhana: Mendengarkan.

"Kalian semua datang dengan telinga yang sudah terlatih oleh tradisi kalian," kata Tai Wei di hadapan sebelas murid di ruang kelas yang menghadap ke ngarai. "Iron Scripture mendengar ritme dan pola. Shadow Moon mendengar bisikan dan gema. Venomous Lotus mendengar denyut kehidupan dan kematian. Tapi hari ini, kita akan mencoba mendengar sesuatu yang lebih dasar: The Weave itu sendiri."

Ini adalah latihan meditasi, tapi dengan sentuhan Tai Wei. Dia meminta mereka untuk duduk dalam lingkaran, menutup mata, dan tidak mencoba merasakan energi spesifik tradisi mereka. Sebaliknya, dia meminta mereka untuk merasakan 'jarak' antara segala sesuatu jarak antara dua helai napas, antara dua detak jantung, antara dua partikel cahaya.

"Apa yang mengisi jarak itu?" tanyanya.

Bagi sebagian besar, ini sangat abstrak. Tapi Rong, si petani, tiba-tiba berkata, "Tanah... tanah yang sehat itu tidak padat. Ada ruang di dalamnya untuk udara, air, akar. Tapi tanah yang sakit... rasanya sesak. Seperti semua ruang itu dipenuhi oleh sesuatu yang buruk."

Itulah wawasan pertama. The Weave adalah "ruang" di antara segala sesuatu. Dan ketika rusak, ruang itu terisi oleh "kekacauan" atau "korupsi".

Latihan berlanjut. Tai Wei kemudian meminta mereka berpasangan dengan seseorang dari tradisi berbeda, dan saling mendeskripsikan apa yang mereka dengar/rasa tanpa menggunakan jargon tradisi mereka.

Kai (Iron Scripture) berpasangan dengan Mei Lin (Shadow Moon).

Kai:"Energimu... seperti air yang mengalir di tempat gelap. Tapi air itu membawa gambar-gambar yang terdistorsi."

Mei Lin:"Energimu seperti... pagar besi yang berdetak. Teratur. Tapi pagarnya sendiri dingin dan kosong."

Mereka tidak setuju. Tapi mereka memahami persepsi masing-masing untuk pertama kalinya.

Ini adalah proses yang lambat dan seringkali membuat frustrasi. Tapi itu membangun fondasi yang lebih kuat daripada sekadar memaksa kolaborasi teknik.

---

INTERVENSI PENGAMAT ASING: HADIAH YANG MENYUSAHKAN

Suatu pagi, sekolah terbangun dengan kejutan. Di tengah lapangan latihan, sebuah struktur batu kecil telah tumbuh semalam. Bukan dibangun. Tumbuh, seperti kristal raksasa. Strukturnya indah, berliku-liku, dan di dalamnya terperangkap sebuah cahaya keemasan cair yang berdenyup dengan ritme yang menenangkan.

Tidak ada tanda peringatan. Tidak ada jejak. Itu hanya ada di sana.

Semua orang berkumpul, waspada.

"Nuo, analisis racun," perintah Yan Mei.

"Jin,scan material dan energi," perintah Tai Wei.

Hasilnya mengejutkan. Batu itu adalah mineral yang tidak dikenal, lebih keras dari diamond spiritual. Cahaya keemasan di dalamnya adalah... energi kehidupan murni, tapi dengan kualitas yang asing, seolah berasal dari sumber yang berbeda dengan kehidupan di dunia ini.

"Apakah ini... hadiah?" tanya Xiao Qi, penasaran.

"Atau umpan," gerutu Yan Mei.

Tai Wei mendekat, hati-hati. God Sliver di dalamnya bereaksi bukan dengan rasa sakit, tapi dengan kerinduan. Seperti bertemu keluarga yang sudah lama hilang.

Dia menyentuh batu itu. Cahaya keemasan bereaksi, mengalir ke arah sentuhannya, membentuk pola di permukaan batu: peta.

Bukan peta geografis. Peta energi. Itu menunjukkan lokasi mereka, lokasi node entitas purba yang mereka perbaiki, dan... tiga titik baru yang berkedip. Satu di pegunungan es utara, satu di hutan membara selatan, satu di laut timur yang dalam.

"Titik-titik ini..." bisik Tai Wei. "Mereka adalah... sumber kekacauan lain? Atau... makhluk serupa?"

Peta itu kemudian menunjukkan sesuatu yang lain: jalur energi yang menghubungkan semua titik, membentuk sebuah pola segi lima yang hampir sempurna. Sekolah mereka berada hampir di tengah-tengahnya.

"Ini bukan peta. Ini papan permainan," kata Yan Mei, pucat. "Dan kita ada di kotak tengahnya."

Pengamat asing itu bukan hanya mengawasi. Dia mengundang mereka bermain. Atau lebih tepatnya, menguji mereka.

Hadiah energi kehidupan murni mungkin adalah "modal awal" untuk permainan ini. Atau mungkin itu adalah umpan untuk membuat mereka bergerak.

Tai Wei menarik napas dalam-dalam. Dia menghadapi dilema. Jika mereka mengabaikan ini, mereka mungkin menghina sang Pengamat, atau kehilangan kesempatan memahami ancaman yang lebih besar. Jika mereka menerima "undangan" dan menyelidiki titik-titik itu, mereka akan menarik diri mereka lebih dalam ke dalam permainan kekuatan purba, jauh di atas kepala sekte-sekte yang mereka khawatirkan.

Dia memutuskan untuk berdiskusi dengan semua staf dan murid senior. Transparansi.

Di aula pertemuan, dia menunjukkan peta dan menjelaskan situasinya.

"Kita punya pilihan," katanya. "Tetap fokus pada membangun sekolah dan menghadapi ancaman sekte. Atau... memperluas misi kita. Menjadi bukan hanya penjaga keseimbangan lokal, tapi penjelajah dan pemulih The Weave pada skala yang lebih besar."

Murid-murid terdiam. Beberapa terlihat takut. Beberapa, seperti Rong, matanya berbinar. "Jika ada titik-titik sakit seperti Blight Scar di tempat lain... bukankah kita harus membantu?"

"Tapi kita tidak tahu apa yang menunggu di sana," kata Jin, realistis. "Kita hampir gagal di Blight Scar bahkan dengan bantuan tak terduga."

"Dan kita sekarang punya bantuan lagi," kata Xiao Qi, menunjuk batu itu. "Dia memberi kita energi dan peta. Itu seperti... memberimu sekop dan peta harta karun, lalu berkata 'pergi gali'."

"Atau memberimu umpan dan peta perangkap," balas Yan Mei.

Perdebatan berlangsung panas. Akhirnya, mereka memutuskan untuk kompromi. Mereka akan menyelidiki satu titik terdekat: yang di pegunungan es utara. Tapi dengan tim kecil, hati-hati, dan dengan persiapan maksimal. Sisanya tetap di sekolah, memperkuat pertahanan.

Tim ekspedisi: Tai Wei, Yan Mei, Xiao Qi (karena ikatan jiwanya dengan Tai Wei penting), dan Rong (karena kemampuannya merasakan "sakit" tanah bisa berguna). Jin, Ling, Nuo, dan murid-murid lain akan tinggal, dipimpin oleh Mei Lin dan Kai untuk latihan pertahanan.

Sebelum berangkat, Tai Wei mengambil sebagian cahaya keemasan dari batu. Energinya terasa... ramah. Dia membagikannya dalam wadah kecil ke setiap anggota tim, sebagai sumber penyembuhan darurat.

Mereka berangkat saat fajar, meninggalkan sekolah yang semakin ramai dengan murid-murid yang belajar, ketakutan, dan penuh harap.

---

PEGUNUNGAN ES: SUARA YANG BEKU

Perjalanan ke utara memakan waktu tiga hari. Semakin dekat, semakin dingin bukan dingin biasa, tapi dingin yang menghisap energi spiritual. Cultivator biasa akan melemah dengan cepat di sini.

Pegunungan itu bernama Puncak Tangisan Beku. Legenda mengatakan itu adalah tempat pertempuran dewa es dan dewa api, dan teriakan terakhir dewa es membeku di udara, menciptakan angin yang selalu meratap.

Peta mengarah mereka ke sebuah gua di sisi gunung. Mulut guanya tertutup es, tapi es itu berbentuk pola fraktal yang sama dengan simbol yang ditinggalkan Pengamat. Jelas, ini tempat yang ditandai.

Dengan energi keemasan, mereka melelehkan es dengan lembut. Gua itu terbuka, mengeluarkan napas udara yang lebih hangat dari yang diharapkan, tapi berbau... kuno dan sedih.

Mereka masuk.

Di dalam, gua itu bukan lorong batu. Dindingnya adalah es yang jernih seperti kaca, dan di dalam es, terperangkap pemandangan dari masa lalu. Mereka melihat peperangan, makhluk-makhluk aneh, peradaban yang hilang. Seperti museum es yang mencatat bencana.

"Tempat ini... menyimpan memori," bisik Yan Mei.

"Memori yang membeku dan tidak bisa dilupakan," tambah Tai Wei. God Sliver-nya bergetar lagi, mengenali sesuatu.

Mereka berjalan lebih dalam. Di ruang pusat, mereka menemukan sumber segala sesuatu: sebuah jantung es raksasa, berdenyut pelan. Di dalam jantung itu, terperangkap sebuah figura seorang wanita dengan kulit seperti kristal, matanya tertutup, ekspresi penderitaan di wajahnya.

Dia bukan manusia. Bukan spirit beast. Dia adalah entitas elemental murni: Dewi Es, atau yang tersisa darinya.

Dan dia tidak mati. Dia terjebak dalam mimpi buruknya sendiri memori pertempuran terakhirnya yang terus berulang, membekukan segala sesuatu di sekitarnya dalam siklus penderitaan abadi.

"Ini seperti node entitas purba," kata Xiao Qi, "tapi... lebih sedih."

Rong menangis, tanpa bisa menjelaskan kenapa. "Tanah di sini... menangis. Tapi air matanya membeku."

Tai Wei memahami. Titik "sakit" di peta ini bukan korupsi atau kebencian. Ini adalah trauma yang terawetkan. Entitas ini, dikalahkan dan terluka, telah menarik dirinya ke dalam gua ini dan membekukan dirinya bersama dengan rasa sakitnya, secara tidak sengaja menciptakan zona dingin abadi yang mempengaruhi wilayah sekitarnya.

Mereka tidak perlu "memperbaiki" seperti formasi rusak. Mereka perlu... melepaskan.

Tapi melepaskan trauma seorang dewi es? Bagaimana caranya?

Yan Mei punya ide. "Dia terjebak dalam ilusi memori. Aku bisa mencoba masuk ke mimpinya... bukan untuk memperkuat, tapi untuk mengubah akhir ceritanya."

Itu sangat berisiko. Yan Mei bisa terjebak di dalam.

Tai Wei setuju, tapi dengan syarat: mereka akan terhubung melalui ikatan jiwa, dan dia akan menggunakan God Sliver sebagai "jangkar realitas" untuk menarik Yan Mei kembali jika diperlukan.

Prosesnya dimulai. Yan Mei duduk di depan jantung es, menutup matanya, dan menyelaraskan energinya dengan pola mimpi yang bocor. Perlahan, dia "masuk".

Tai Wei, Xiao Qi, dan Rong menunggu dengan cemas.

---

DI DALAM MIMPI BEKU

Yan Mei menemukan dirinya di tengah medan perang kuno. Dua kekuatan bertempur: Es melawan Api. Sang Dewi Es bernama Aysel berjuang melawan seekor naga api raksasa. Dia kalah. Dia terluka. Dan saat dia jatuh, dia memutuskan untuk membekukan segalanya, termasuk dirinya sendiri, daripada merasakan sakit kekalahan dan kehilangan.

Tapi yang membeku bukan hanya tubuhnya. Momen kekalahan itu sendiri yang membeku, terulang tanpa henti.

Yan Mei, sebagai ahli ilusi, tahu dia tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi dia bisa mengubah persepsi. Dia mendekati Aysel yang terjatuh, tidak sebagai penyerang, tapi sebagai pengamat.

"Dia tidak mengalahkanmu," bisik Yan Mei ke dalam mimpi, menggunakan bahasa emosi murni, bukan kata-kata. "Dia hanya... berbeda. Api dan Es tidak harus saling menghancurkan. Mereka bisa berdampingan, seperti siang dan malam."

Dia menunjukkan gambar-gambar sederhana: api unggun yang menghangatkan tangan di hari salju. Embun pagi yang mendinginkan bumi di hari panas. Keseimbangan.

Aysel dalam mimpi terkejut. Konsep itu asing baginya. Dalam dunianya yang kuno, hanya ada menang atau kalah, bertahan atau hancur.

Tapi Yan Mei terus menunjukkan: gambar Sekolah Realitas, di mana murid-murid dari tradisi berbeda belajar bersama. Gambar Blight Scar yang mulai sembuh. Gambar Tai Wei yang menyatukan logika, bayangan, dan kehidupan.

Kemungkinan koeksistensi.

Lama sekali tidak ada reaksi. Lalu, es di sekitar Aysel mulai retak. Bukan karena panas, tapi karena... penerimaan.

Di luar, di dunia nyata, jantung es raksasa itu mulai berdenyut lebih cepat. Retakan-retakan halus muncul.

Tai Wei merasakan perubahan. "Dia berhasil... atau sesuatu yang lain terjadi."

Tiba-tiba, suara terdengar di dalam gua. Bukan dari jantung es. Dari dinding-dinding gua itu sendiri. Suara yang dalam, bergema, dan penuh otoritas tua.

"KALIAN TIDAK MEMAKSA. TIDAK MERUSAK. KALIAN MENAWARKAN... PERSPEKTIF BARU."

Pengamat Asing itu berbicara. Untuk pertama kalinya.

Semua orang membeku, lebih kaku daripada karena dingin.

"AYSEL ADALAH YANG PERTAMA DARI BANYAK YANG TERTIDUR DALAM LUKA. JIKA KALIAN BISA MENYEMBUHKANNYA, MAKA MUNGKIN... KALIAN LAYAK UNTUK MELIHAT LEBIH JAUH."

Lalu, jantung es itu meledak tidak dengan kekerasan, tapi seperti bunga es yang mekar. Aysel, sang dewi es, terbaring di tengah, sekarang terbebas dari es. Dia masih lemah, hampir transparan, tapi mata kristalnya terbuka, memandang mereka dengan kebingungan dan... penghargaan.

Angin di gua berhenti meratap. Dingin yang menghisap energi mulai mereda.

Misi mereka berhasil. Mereka menyembuhkan sebuah luka purba.

Tapi kata-kata Pengamat Asing menggantung: "Yang pertama dari banyak."

Ini bukan akhir. Ini pembukaan level berikutnya.

Sekolah Realitas tidak lagi hanya tentang mendamaikan sekte. Mereka sekarang adalah tim medis untuk dewa-dewa yang terluka, dipilih dan diuji oleh sesuatu yang lebih tua dari segalanya.

Dan ujian berikutnya menunggu di hutan membara selatan, dan laut dalam timur.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!