Aluna Haryanti Wijaya, gadis lembut yang menikah demi menjaga kehormatan keluarga. Pernikahannya dengan Barra Pramudya, CEO muda pewaris keluarga besar, tampak sempurna di mata semua orang. Namun di balik janji suci itu, Aluna hanya merasakan dingin, sepi, dan luka. Sejak awal, hati Barra bukan miliknya. Cinta pria itu telah lebih dulu tertambat pada Miska adik tirinya sendiri. Gadis berwajah polos namun berhati licik, yang sejak kecil selalu ingin merebut apa pun yang dimiliki Aluna.
Setahun pernikahan, Aluna hanya menerima tatapan kosong dari suaminya. Hingga saat Miska kembali dari luar negeri, segalanya runtuh. Aluna akhirnya tahu kebenaran yang menghancurkan, cintanya hanyalah bayangan dari cinta Barra kepada Miska.
Akankah, Aluna bertahan demi cintanya. Atau pergi meninggalkan Barra demi melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Hancurkan semua orang yang menyentuh istriku
Setelah suasana meja makan kembali tenang, Taka menyandarkan tubuhnya sedikit di kursi, meneguk kopi yang baru saja dituangkan pelayan. Tatapannya datar, tetapi jemarinya masih menggenggam tangan Aluna di atas meja. Ia sengaja menunjukkan sikap itu, tanda kepemilikan sekaligus perlindungan.
Miska tak bisa menutupi kegelisahannya. Setiap kali melihat kedua tangan itu bertaut, dadanya seakan terbakar. Ia menunduk, pura-pura sibuk dengan piringnya, padahal pikirannya kalut.
Aluna dengan sabar tetap meladeni Raka yang riang berceloteh tentang mainannya, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, di balik senyumnya, ia bisa merasakan aura dingin yang dipancarkan suaminya. Taka bukan hanya datang untuk sarapan, ia datang dengan maksud lebih besar.
Beberapa menit kemudian, setelah Raka selesai makan dan berlarian kembali ke kamar bersama pengasuh, Taka menegakkan tubuhnya. Ia meletakkan cangkir kopi perlahan, kemudian berdiri.
“Aku harus ke kantor yang baru diresmikan hari ini,” katanya datar, namun suaranya cukup tajam untuk menusuk. “Ada urusan yang tidak bisa ditunda.”
Aluna mengangguk pelan. “Hati-hati di jalan.”
Tatapan Taka melunak sejenak pada istrinya, lalu kembali menegang ketika menoleh ke arah Miska dan Tuti.
“Dan kalian,” ucapnya, matanya menyipit, “ingat baik-baik apa yang kukatakan. Jangan ulangi kebodohan pagi ini. Sekali lagi kalian berani merendahkan istriku, kalian berurusan langsung denganku.”
Miska tercekat, wajahnya memucat pasi. Tuti buru-buru menunduk, tak berani menatap langsung. Taka melangkah pergi, menyambar jasnya, dan saat itulah ponselnya kembali bergetar. Ia mengangkatnya sambil berjalan keluar rumah.
“Ya?” suaranya dingin.
[Tuan,, laporan terbaru sudah masuk,] jawab asistennya dari seberang.
[Perusahaan Pramudya benar-benar kacau. Ada indikasi penggelapan dan permainan saham ilegal.]
Tatapan Taka mengeras, rahangnya mengatup. “Kunci semua aset mereka, jangan beri kesempatan satu pun untuk lolos. Aku ingin nama Pramudya selesai dari pasar dalam waktu secepatnya. Hubungi Andra untuk datang menemuiku pagi ini,"
[Siap, Tuan Takahashi.]
Taka menutup telepon, memasukkan ponselnya ke saku jas, lalu menatap sebentar ke arah jendela rumah di belakangnya. Ia bisa melihat siluet Aluna di sana, sedang menatap kepergiannya. Senyum tipis mengembang di wajahnya< bukan untuk bisnis, melainkan untuk alasan yang lebih pribadi.
Gedung Takahashi Corporation di Jakarta menjulang megah, hari ini diresmikan, berdiri seperti benteng besi yang memancarkan wibawa. Pagi itu, para karyawan berbaris rapi di lobby, menundukkan kepala ketika sosok Taka melangkah masuk. Dengan setelan jas hitam rapi, dasi merah tua, dan tatapan tajam, ia tampak seperti penguasa yang baru saja turun dari singgasananya.
“Selamat pagi, Tuan Takahashi,” sapa para staf hampir serempak.
Taka hanya mengangguk tipis tanpa memperlambat langkahnya. Asistennya, Kenta, berjalan setengah berlari di belakangnya sambil membawa tablet berisi laporan-laporan terbaru.
“Tuan, semua investor yang kemarin sempat terikat dengan Pramudya Group sudah saya hubungi. Sebagian besar bersedia pindah kontrak ke pihak kita, tapi ada beberapa yang masih ragu,” jelas Kenta cepat.
“Yang ragu, buatkan janji temu siang ini. Aku ingin bicara langsung.”
“Baik, Tuan.”
Lift terbuka, dan Taka masuk ke lantai eksekutif. Begitu pintu terbuka, suasana ruang rapat besar sudah menunggunya. Di dalam, para dewan direksi duduk dengan wajah tegang. Beberapa sudah mendengar kabar bahwa Taka akan mengambil alih penuh kendali bisnis dari keluarga Pramudya.
Begitu Taka masuk, seluruh ruangan otomatis terdiam.
“Selamat pagi, Tuan Takahashi.”
Dia berdiri di ujung meja, tatapannya menyapu semua orang. “Saya tidak datang untuk basa-basi. Kita akan bicara langsung pada inti.”
Kenta segera menyalakan proyektor, menampilkan grafik keuangan Pramudya Group yang merosot tajam.
“Dalam enam bulan terakhir, mereka sudah kehilangan hampir 40% aset likuid. Penarikan dana besar-besaran sudah saya lakukan kemarin malam. Sekarang, mereka hanya tinggal nama.”
Beberapa dewan direksi saling berbisik, wajah-wajah mereka terkejut. Salah satu pria paruh baya memberanikan diri angkat bicara. “Tuan Takahashi, apakah langkah ini tidak terlalu agresif? Keluarga Pramudya masih memiliki koneksi kuat di pemerintahan...”
Taka menoleh, tatapannya dingin menusuk. “Pemerintahan hanya menghormati kekuatan, bukan kelemahan. Dan saat ini, mereka adalah kelemahan terbesar di pasar.”
Pria itu langsung terdiam, tak berani melanjutkan. Taka kembali berbicara, suaranya tegas dan penuh kendali. “Aku tidak ingin separuh. Aku tidak ingin sisa. Aku ingin nama Pramudya hilang dari bursa. Hari ini juga, kita lakukan tender untuk semua proyek yang tersisa. Pastikan setiap investor tahu bahwa hanya Takahashi Corporation yang sanggup menanggung beban mereka.”
Kenta mengangguk cepat. “Baik, Tuan.”
Seorang dewan direksi wanita, yang terkenal kritis, menyela hati-hati. “Apakah ini ada kaitannya dengan Nyonya Aluna? Karena kita tahu beliau masih bagian dari keluarga Pramudya...”
Ruangan seketika sunyi, semua mata melirik pada Taka, menunggu reaksinya. Taka tersenyum samar, senyum yang lebih menyeramkan daripada tatapan marah. “Nyonya Takahashi adalah istriku. Dia tidak ada hubungannya dengan kekacauan keluarga itu. Dan siapa pun yang berani menyamakan dia dengan mereka … berarti menginjak garis batas yang tidak boleh dilewati.”
Wanita itu menelan ludah, buru-buru menunduk. “Saya mengerti, Tuan Takahashi.”
Taka menutup laptop di depannya dengan sekali gerakan. “Rapat selesai, laksanakan semua instruksi, jangan ada yang tertinggal.”
Para dewan direksi berdiri, beberapa dengan wajah pucat, menyadari betapa berbahayanya menyinggung sosok pria Jepang berdarah dingin itu. Begitu keluar dari ruang rapat, Kenta kembali mendekat.
“Tuan, ada kabar dari Wijaya group. Ayah mertua Anda, Tuan Haris yanto, ingin bertemu pribadi. Katanya, ada sesuatu yang perlu dibicarakan mengenai keluarganya.”
Taka berhenti melangkah, sorot matanya berubah tajam. “Baik, atur jadwal secepatnya. Kalau itu tentang keluarga Wijaya, aku ingin mendengarnya langsung dari mulutnya sendiri.”
Kenta menunduk. “Segera, Tuan.”
Taka berjalan menuju ruang kantornya yang luas. Dari balik kaca besar, ia menatap gedung-gedung tinggi Jakarta, matanya penuh tekad.
“Barra, Haris, Miska…” gumamnya pelan, hampir seperti sampah. “Kalian sudah terlalu lama menginjak-injak orang yang kucintai. Mulai sekarang, bukan hanya keluargaku yang akan berdiri … tapi kalian semua yang akan berlutut.”
biar semangat Taka hancurin c barra dan Miska😡😡
sehari 3 x ada yg seminggu ada yg satu bulan jg tuh di kalikan 6 tahun ha Yo itung wkwkwkkwkwk
masih bisa2 nya mau fitnah
🤣🤣🤣🤣
Kamu dan Barra sebelas dua belas , jadi jangan merasa menang dulu 😡😡😡