NovelToon NovelToon
Love Your Enemy

Love Your Enemy

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Percintaan Konglomerat / Konflik etika / Enemy to Lovers / Balas Dendam
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Nuansa dan Angger adalah musuh bebuyutan sejak SMA. Permusuhan mereka tersohor sampai pelosok sekolah, tiada yang luput untuk tahu bahwa mereka adalah dua kutub serupa yang saling menolak kehadiran satu sama lain.

Beranjak dewasa, keduanya berpisah. Menjalani kehidupan masing-masing tanpa tahu kabar satu sama lain. Tanpa tahu apakah musuh bebuyutan yang hadir di setiap detak napas, masih hidup atau sudah jadi abu.

Suatu ketika, semesta ingin bercanda. Ia rencakanan pertemuan kembali dua rival sama kuat dalam sebuah garis takdir semrawut penuh lika-liku. Di malam saat mereka mati-matian berlaku layaknya dua orang asing, Nuansa dan Angger malah berakhir dalam satu skenario yang setan pun rasanya tak sudi menyusun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Start the Mission

Talk less do more selalu menjadi tagline yang K gunakan seumur hidup. Begitu mendapat izin dari Angger, dia langsung bergerak untuk melakukan sidak lapangan. Tapi untuk melakukan itu semua, diperlukan persiapan yang tentu harus matang dan tidak terkesan mencurigakan. Maka langkah pertama yang diambil adalah menjalankan drama pemecatan.

Aktingnya bersama Angger selama beberapa waktu terakhir telah berhasil menciptakan ilusi bahwa dirinya adalah karyawan bermasalah, tidak perform, tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan. Jadi saat akhirnya surat pemecatannya dikirim ke email pagi ini, K langsung mendalami peran dengan berpura-pura sedih, memasang wajah sendu bahkan hampir menangis.

“Yang sabar ya, Bro. Nanti pasti ada gantinya yang lebih baik.” Seorang rekan, yang hari-hari biasanya menjadi teman menggosip di kantin karyawan, mencoba menghibur. Pundak K ditepuk-tepuk, wajahnya turut terlihat prihatin.

K menyeka wajahnya, menarik napas keras-keras seperti sedang menghirup ingus yang hampir meler dari hidung. “Hidup begini amat ya,” keluhnya, mendalami peran yang layak diberikan award bergengsi. “Giliran resign harus one month notice, tapi pas dicut nggak dikasih aba-aba dulu, langsung diusir gitu aja seolah-olah gue nggak pernah berjasa buat kantor ini.”

Keluhannya itu membuat sang rekan semakin terlihat prihatin. Dari saku kemeja, dikeluarkannya permen asam, lalu diberikan kepada K.

“Yang bener aja,” protes K, tapi tetap menerima permen asam yang diberikan rekannya, menggenggamnya erat bagai barang berharga. “Habis ini gue cari duit dari mana?” rengeknya.

“Open BO aja,” celetuk rekannya yang lain, perempuan berambut bondol yang tampilannya mirip mamang parkir liar.

K mendelik. “Manusia setampan ini disuruh open BO,” kesalnya, “harus pakai tarif berapa coba biar worth it?”

“Sejuta per jam, kan lumayan.” Rekan yang pertama menimpali, malah ikutan mendukung ide asal untuk K open BO.

Sebenarnya, drama ini asyik sekali. Hitung-hitung hiburan di tengah tunggang-langgang K jadi tangan kanan Angger diam-diam. Tapi berhubung pekerjaannya banyak sekali, dan harus segera dikerjakan, maka K terpaksa memutus rantai drama yang diciptakannya sendiri.

Dia berpamitan pada teman sedivisi, menyalami mereka satu persatu, dan berkata sampai jumpa lagi. Setelahnya, K angkat kaki. Dibawanya box barang penuh berisi perintilan kantor pada umumnya, yang dimilikinya secara pribadi. Dia meninggalkan ruang kerja dan rekan-rekannya, melipir menuju tangga.

Iya, tangga. K menolak turun lewat lift meski lebih cepat. Bukan karena dia rajin, apalagi hendak berlama-lama mengingat setiap detail di kantor ini. K memilih tangga karena merasa beberapa hari terakhir, ada yang terus memperhatikannya saat di kantor. Dia ingin tahu siapa orangnya.

Satu demi satu anak tangga K turuni perlahan. Pendengarannya dipertajam, demi menangkap suara sekecil apa pun yang muncul di belakangnya.

Benar saja. Terdengar langkah kaki lain mengekor, diayun dengan kesan hati-hati, mengendap-endap selayaknya penguntit.

K masih tidak menunjukkan reaksi. Berpura-pura tidak tahu dirinya sedang dibuntuti, agar membuat siapa pun yang ada di belakangnya itu kehilangan kewaspadaan dan semakin berani menempel. Saat dirasanya si penguntit sudah cukup dekat, K barulah bersuara.

“Sini jalan di samping. Jangan ngebuntut, kamu bukan ekor.”

Kemudian langkahnya berhenti di ujung tangga. Si penguntit pun ikut berhenti. Jeda waktunya terlalu singkat untuk melarikan diri, K sudah memperhitungkan itu. Jadi saat dia berbalik, tertangkaplah sudah penguntit yang mengusik fokusnya beberapa hari ini.

Tapi dahi K malah mengerut bingung, karena yang membuntutinya adalah anak magang di divisi sebelah, yang baru masuk minggu kedua di kantor ini.

“Ada apa? Kenapa kamu ngikutin saya terus?” tanyanya. Nadanya alih-alih tegas penuh curiga, malah terkesan lembut ramah-tamah.

“Saya cuma mau kasih ini.” Si penguntit, perempuan berambut hitam sepunggung yang ujung-ujungnya dicurl, menyodorkan kotak kecil hitam berhias pita merah muda.

K menerima kotak itu dengan ujung-ujung alis nyaris menyatu. “Bua tapa?” tanyanya.

“Tanda terima kasih, soalnya Kakak waktu itu udah bantuin saya.”

“Bantuin apa? Saya nggak—oh…” K diam sebentar. Mulut yang bekerja lebih cepat dari otak itu langsung dibungkam oleh ingatan tajam soal kejadian beberapa hari lalu. Dia membantu anak magang ini mengoperasikan mesin fotokopi segede gaban, karena ia tampak kesulitan, sementara seniornya yang lain sibuk sendiri dengan pekerjaan masing-masing dan tidak mau mengulurkan bantuan.

Hanya itu padahal. Sesederhana itu.

“Kalau cuma mau kasih ini, kenapa harus buntutin saya terus?”

“Itu…” Si gadis menggaruk tengkuk, pipinya merah bersemu. “Saya malu.”

“Terus sekarang udah nggak punya malu?”

Kepala gadis itu terangkat, matanya melebar, kemudian langsung menggeleng cepat. “Saya dengar Kakak berhenti kerja hari ini, makanya saya beraniin diri untuk kasih hadiah itu sekarang. Saya … saya bukannya orang yang nggak punya malu, kok,” celotehnya panik.

K mendesah pelan. Sesungguhnya dia ingin bilang kalau gadis ini sudah tidak malu lagi untuk muncul di depannya, tapi yang keluar dari mulutnya malah hal lain yang kemudian disalahartikan.

“Bukan gitu … ah, sudahlah. Hadiahnya saya terima, makasih.”

“Iya … sama-sama,” kata gadis itu, suaranya kecil sekali.

“Udah? Ada lagi yang mau kamu sampaikan ke saya nggak? Kebetulan saya lagi buru-buru.”

Sang gadis menggeleng, wajahnya tampak murung.

“Kalau nggak ada, biar saya yang sampaikan.” K menatap gadis itu lekat-lekat dan melanjutkan, “Dunia ini keras buat mereka yang nggak bisa apa-apa dan nggak punya keberanian buat mempertahankan dirinya. Kehidupan di kantor ini cuma salah satunya, nanti kamu bakal ketemu rintangan lain yang lebih dahsyat.”

Gadis itu hanya diam, tampak mencerna apa yang K sampaikan.

“Maksud saya, kamu harus caritahu banyak hal yang bakal berguna buat bantu kehidupan kamu. Gunain mesin fotokopi cuma hal kecil, bisa kamu search di internet gimana caranya, in case nggak ada manusia yang bisa kamu tanya atau mintai bantuan. Intinya pinter-pinter aja deh cara kamu buat bertahan, jangan selalu andelin orang lain. Orang lain juga sibuk sama hidup mereka sendiri soalnya.”

Sang gadis makin terdiam, membuat K menelan ludah dan berpikir apakah mulutnya sudah kembali salah bicara.

Tapi tidak. Gadis di depannya ini terlalu banyak kejutan. Karena di saat batin K berkecamuk menanti responsnya, gadis itu tersenyum cerah dan mengangguk semangat.

“Bakal saya ingat, Kak. Terima kasih nasihatnya!” serunya riang, bahkan sempat membungkuk sopan pada K.

“Bagus. Sekarang, balik kerja sana.” K mengibaskan tangan, kemudian berbalik dan lanjut berjalan.

Baru tiga langkah, gadis tadi berteriak memanggil namanya, nama asli yang terdaftar di semua kartu identitasnya. K berbalik lagi, hanya untuk mendengar gadis itu bilang, “Nama saya Treasure. Kakak ingat baik-baik nama itu, biar nanti kalau kita ketemu lagi, Kakak bisa sapa saya. Siapa tahu, kan, nanti saya yang bisa gantian bantu Kakak?”

K tersenyum. “Oke, Treasure. Until next time.”

Dia melambaikan tangan, kemudian benar-benar pergi tanpa berpikir untuk membalikkan badan lagi. Karena terhitung sejak meninggalkan kantor ini, dia akan full menjadi K, sampai nanti tugas baru datang untuknya, jika Angger butuh dirinya untuk kembali menjadi orang biasa.

Bersambung....

1
irish gia
lanjutttt
irish gia
baik banget sih angger..segitunya jagain nuansa
irish gia
siapakah dia
irish gia
hmmm...
irish gia
kalo himil..cerita end..nuasa pasti dipaksa kiwin sama angger
irish gia
ngakak
Zenun
cuti tiga bulan aja.
Hamil dulu tapi😁
Zenun
Masih belum bisa menjudge kalau Han Jean orang jahat
Zenun
Nuansa main asal tuduh aja nich🤭
nowitsrain: Pokoknya Angger yang salahhh
total 1 replies
Zenun
foto apan tuch?
nowitsrain: Foto xxx
total 1 replies
Zenun
mungkin dia pura-pura😁
nowitsrain: Emaknya Angger ituuuuu
total 1 replies
Zenun
Aku tahu, dalangnya adalah Han Jean
nowitsrain: Omo omo
total 1 replies
Zenun
Kira-kira siapa ya yang sedang mengincar Nuansa🤔. Apa mungkin Han Jean🤭
nowitsrain: Adalah aku ☝️
total 1 replies
Zenun
ke aku sini😁
nowitsrain: Hmmm seperti jurus silat ciat ciatt
total 3 replies
Zenun
mengcurigakan
nowitsrain: Hehehe
total 1 replies
Zenun
tapi udah kesentuh dalam-dalam
nowitsrain: T-tapi kan, Nuansa duluan 😭😭
total 1 replies
Zenun
Bekas Han Jean ngapelin nyang onoh kali😁, terus naronya asal-asalan karena Nuansa datang
nowitsrain: Upssss
total 1 replies
Zenun
Ini mah Fix, balon yang dipake Angger itu bolong
nowitsrain: Enggak kok... rill tidak
total 1 replies
Zenun
ada wanita lain kali😁
nowitsrain: Hehehe
total 1 replies
Zenun
aki-akinya ngemong, gak ikutan ngereog😁
Zenun: wkwkwkwk
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!