Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemukan pria tua
Tinggal di rumah suami tidaklah buruk, sepi tapi nyaman. Bara juga melengkapi segala sesuatu kebutuhan rumah tangga. Dari mulai perabotan, sampai urusan sabun mandi pun dia sediakan, kalau ada yang kurang atau Wulan ingin belanja sendiri, dia kasih uang, gajinya di berikan kepada Wulan.
Apalagi dalam kondisi hamil muda, Bara selalu memanjakannya, apa yang ingin di beli, langsung di beli tanpa pikir panjang. Terkadang Wulan lah yang mengomel lantaran Bara membeli sesuatu yang mahal. Sayang uangnya.
Sudah hampir dua Minggu berada di rumah Bara, tapi pria tua itu tidak menampakkan diri. Entah pukul berapa pria itu memberi makan kambing-kambing di belakang sana. Setiap kali Wulan ke sana siang hari, dia tidak pernah ada, tapi makanan ternak selalu penuh dan segar. Pagi dan petang pun juga sama, dia tidak terlihat.
Wulan mencari waktu yang sekiranya pria itu datang. Kali ini Wulan akan mendatanginya dari arah dan waktu yang berbeda. Kebetulan, sore itu Bara lembur, proyek perumahan yang sedang ia kerjakan akan segera selesai. Katanya, akan pulang pukul sembilan atau sepuluh malam.
Tak lupa sebilah pisau dapur, dan juga sebuah linggis menjadi senjata andalan mana tahu pria itu berbuat nekat. Mengingat sebelumnya ia mengacungkan parang kepada Wulan.
Suara serangga berdenging serentak menandakan akan menjelang Maghrib. Tapi tekad Wulan sudah bulat, dia ingin tahu perihal pria itu. Dan Bara, entah mengapa Wulan merasa ada hubungannya dengan pria yang memberi makanan ternaknya.
Wulan ingat betul, waktu itu pemilik warung tempat dia menginap mengatakan, Jaka pria itu adalah orang kepercayaan Mbah Somo. Dan sekarang menjadi orang kepercayaan Bara, meskipun Bara tidak mengatakannya, tapi Wulan yakin sekali pria itu bekerja untuk Bara. Dan perihal dia tidak muncul, mungkin saja Bara sudah memperingatkannya diam-diam.
Wulan berjalan mengendap-endap melewati pohon kopi, membungkuk dan tanpa alas kaki, dia memegangi linggis di tangannya, dan pisau di kantong bagian belakang.
Benar saja, dari kejauhan dia melihat pria itu berjalan membawa karung penuh dengan rumput. Sebuah celurit juga di tentengnya, berjalan seperti tidak membawa beban. Wulan berjalan terus mendekat.
Sejenak, pria itu berhenti. Wulan pun seketika berhenti melangkah, padahal langkahnya di buat sesenyap mungkin. Tapi sepertinya pria itu cukup terlatih, dapat mendengar langkah Wulan yang nyaris tak bersuara.
Brak!
Karung yang di panggulnya di jatuhkan begitu saja. Tangannya pun menggenggam gagang celurit semakin erat.
Dia berdiri diam tanpa menoleh.
"Ketahuan." gumam Wulan, kemudian ia memilih keluar secara terang-terangan.
"Pak, ini aku. Aku ingin bicara." ucap Wulan, tapi pria itu masih membelakanginya penuh waspada.
"Bisakah kita berbicara sebentar."
Tetap saja dia tidak bergerak.
"Langsung saja. Aku pernah mendatangi kampung tempatmu berada, waktu itu anda sedang panik karena Mbah Somo meninggal."
Jari-jari kasar dan hitam milik pria itu bergerak sedikit, kemudian mengeratkan genggamannya pada celurit itu lagi. Dia semakin waspada.
"Aku adalah istri Barata, Anak dari pak Kusuma. Ingin bertanya, mengapa bapak sekarang bekerja dengan suamiku? Apa suamiku ada hubungannya dengan Mbah Somo?" tanya Wulan, tapi pria itu tetap tidak mau menoleh, jelas Wulan pernah mendengar dia berbicara, dia tidak bisu.
"Kalau tidak mau menjawab, aku akan mencari tahunya sendiri." Wulan berbalik.
Untung saja Wulan belum melangkah, celurit yang tajam berkilat itu kini berada di leher Wulan. "Jangan mencari tahu." ucapnya dengan suara serak mengerikan.
Wulan berbalik perlahan agar tidak menyentuh ujung celurit yang tajam. Kini ia berhadapan dengan pria tua itu. "Tapi Mbah Somo telah membunuh seseorang, mengapa aku tidak boleh mencari tahu sesuatu?" tanya Wulan, matanya tajam menatap wajah pria tua itu hingga nyalinya menciut, tapi Wulan tidak mendesaknya, takut dia nekat menarik celuritnya dan lehernya bisa putus.
Tapi detik berikutnya pria itu menurunkan celuritnnya. Ia menarik nafas yang berat. "Mbah Somo bukan orang jahat."
"Jika dia tidak jahat, mengapa membunuh orang?" tanya Wulan pelan.
"Tanyakan pada keluarga orang yang telah di bunuhnya. Salah apa yang telah dia lakukan sehingga Mbah Somo sampai tega menghabisi nyawa anaknya."
Wulan terkejut. "Anaknya? Katakan apa saja yang kau tahu?" Wulan menekan pria itu dengan ujung linggis, lalu mengeluarkan pisau dapur yang tajam nan runcing.
Pria itu terdiam, ternyata Wulan tidak sepolos seperti yang dia duga.
"A_aku, tidak tahu. Yang ku dengar, seseorang sudah membuat anaknya Mbah Somo meninggal dalam keadaan tulang rusuknya patah."
"Apa?" Wulan terbelalak.
Pria itu menepis linggis dan berlari masuk ke perkebunan.
Kalau Mbah Somo membalas dendam, lalu siapa yang melakukan kejahatan seperti itu. Bu Ratna adalah orang baik. Pak Setyo pun demikian, dia adalah sosok dermawan di kampung ini. Apakah ada yang memfitnah keluarga mereka.
Bukankah bude dan Sarinah pun pernah membolak-balikkan fakta bahwa Arif adalah kekasihnya. Seketika dugaannya tertuju pada Sarinah. Tapi mana mungkin Sarinah melakukan hal seperti itu, membunuh orang.
Wulan merasa kepalanya pusing memikirkan teka-teki kematian Arif. Niat hati ingin melupakan dan merelakan saja, tapi sepertinya kisah kematian Arif semakin terbuka. Bukti dan petunjuk yang ia cari mati-matian kini seolah bermunculan.
Wulan kembali ke rumah dengan banyak sekali pikiran. Dia pun lelah.
"Darimana?"
Suara berat milik Bara terdengar menakutkan, Wulan menghentikan langkahnya di teras. "Mas."
"Maghrib begini kamu pergi kemana?" tanya Bara, sedang hamil tapi tidak mendengarkan larangan.
"Maaf Mas, tadi lihat Menjangan muda lewat, jadi Wulan kejar. Tapi nggak dapat." bohong Wulan. Sungguh dia tidak berbakat, tapi berusaha meyakinkan.
"Ibu menelpon. Katanya Bapak sakit." ucap Bara.
"Bapak memang sakit Mas." ucap Wulan, segera mendekati Bara.
"Bapak kita Dek, bukan bapaknya orang." kesal Bara. Dia mendengus, meraih pakaian bekerja dan memasukkan ke dalam tasnya. "Ayo berangkat." titahnya.
Wulan juga meraih tasnya, kemudian mengunci pintu.
Bara marah lagi.
Sampai di rumahnya, ternyata Rudy sudah terbaring di tempat tidur ditunggui Mbok Sum dan Ratih.
"Bapak kenapa Bu?" tanya Wulan, langsung menghampiri ayahnya.
"Demam tinggi Nduk, sejak kemarin, tapi hari ini semakin parah. Sudah berobat tapi panasnya tidak turun juga." jelas Ratih.
Wulan menyentuh lengan ayahnya, benar saja panasnya melampaui demam pada umumnya. Rasanya seperti di panggang diatas api.
Wulan menatap wajah ayahnya yang terus meringis di penuhi keringat. Matanya terpejam terus-menerus, jika di tanya hanya menjawab dengan gelengan atau anggukan saja.
"Mbok! Guna-guna apa yang membuat tubuh orang seperti di bakar?" tanya Wulan.
Si Mbok menggeleng. Tapi kemudian meraih tangan Wulan agar lebih mendekat. "Guna-guna ini biasanya di kirim lewat pakaian atau foto. Siapa yang kira-kira memiliki foto ayahmu Nduk?" tanya Si Mbok.
Wulan menatap wajah si mbok dengan sangat tegang.
mau bersama Bara atau Dion
sebelum sesal datang
lakukan yg terbaik menurut mu Wulan
jgn terlalu keras kepala
ini alurnya nyeritain mundur ya kk
kan awal mula itu pria datang ke dukun minta cwek itu hnya meliriknya sdgkan cwek itu udh pnya suami jd mgkin ini dion kah org itu kk
🤔🤔
bukan begitu 🙈🙈
kan sdh Hamill
🤣
apakah Koko yg telat mengungkap perasaan ke wulan
tapi saling tersakiti oleh keadaan
korban dari keegoisan pak Setyo
Bara dan Arif sifat nya condong ke Bu Ratna...
lebih berakhlak ...
mungkin bu Ratna yg mengubah watak buruk pak Setyo mnjdi manusia yg baik
cinta itu memang buta bara, tak peduli saudara ,orangtua dan yang lainnya
asal bisa memiliki merasa menang,padahal bukan ajang pertempuran.
kini penyesalan menggelayut dalam dada, hati terasa teriris sembilu, kala kata demi kata seolah menggambarkan kepedihan...
berdamai lah dengan keadaan ,hati dan pikiran ....
berjuang menggapai masa depan yang lebih baik lagi, penuh kebahagiaan dan berjuang bersama ....bangkit dari keterpurukan rasa
saiki wis marem kw yum wis reti spo dalange sing mareni arif ..
tus nek misal kw dadi bara kw kudu oiye jal 😔
kamu juga terlalu keras kepala...
jaga hati yg sdh dimiliki ,
terlalu rumit tapi
jgn korban kan rumah tangga mu demi masalalu ,apalagi sdh ada calon bayii
semoga kebahagiaan mengiringi kehidupan mu dan bara
kiro2 oiye buu @⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ