Berniat berlari dari penagih utang, Kinan tak sengaja bertabrakan dengan Reyhan, laki-laki yang berlari dari kejaran warga karena berbuat mesum dengan seorang wanita di wilayah mereka.
Keduanya bersembunyi di rumah kosong, sialnya persembunyian mereka diketahui oleh warga. Tanpa berpikir lama, warga menikahkan paksa mereka.
Keinginan menikah dengan pangeran yang mampu mengentaskan dari jerat utangnya pupus sudah bagi Kinan. Karena Reyhan mengaku tak punya kerjaan dan memilih hanya menumpang hidup di rumahnya.
READER JULID DILARANG MASUK!
Ini hanya cerita ringan, tak mengandung ilmu pelajaran, semoga bisa menjadi hiburan!
Tik tok : oktadiana13
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Okta Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dingin
Kinan menatapku dengan laju air mata yang deras mengalir di sana. Ingin sekali aku menghapus dan menghentikannya. Namun saat aku mendekatinya ....
"Orangtuamu akan menjodohkanmu 'kan?" Benar saja semua ini karena ucapan Papa malam itu. Aku menggelengkan kepala. "Aku minta maaf! Jika selama ini terus menyepelekanmu." Dia berhenti bicara sejenak, menyapu air matanya yang jatuh kemudian menatapku kembali. "Aku gak tau kalau kamu ...."
"Berhenti!" seruku untuk menyudahi kesalahpahaman ini. "Aku kesini bukan untuk menceraikanmu, gak pernah sedikit pun ada di pikiranku untuk bermain-main dengan yang namanya pernikahan."
Dia menggelengkan kepalanya. "Pasti orangtuamu gak setuju mempunyai menantu sepertiku. Aku hanya wanita biasa yang tak pantas bersanding dengan laki-laki sepertimu."
"Kamu itu bicara apa?" Aku memegang kedua pipinya. Aku memang tak tau apakah Papa dan Mama merestui pernikahan ini atau tidak. Namun, yang jelas aku ingin terus memperjuangkannya. "Aku gak mau berdebat kali ini. Mataku lelah. Dimana kamarmu? Bolehkah aku tidur disini?"
Kali ini aku mengalihkan. Kinan mengangguk seraya menyapu air matanya. "Tapi tempat tidurku gak seempuk tempat tidurmu."
Aku berkacak pinggang dengan mata memicing. Bicara apa dia? Kenapa dia terus merendah seperti ini?
"Apa aku mempermasalahkan itu?" Kinan hanya menunduk seraya menggigiti bibir bawahnya. Aku mengusap wajah ini untuk menghilangkan rasa kantuk yang seperti tak tertahankan. "Ya sudah mana kamarmu!"
Aku berjalan melihat isi rumah ini. Ada dua kamar tidur di rumah ini. "Gak ada AC," ucapnya merendah dengan lirih.
Aku berdecak kesal. "Disini sudah dingin juga 'kan udaranya?"
Dia mengangguk. "Karena ada gunung dekat sini."
Aku mencebikkan bibir. "Gunungnya kembar apa gak?"
"Apaan sih?" Akhirnya aku melihat senyum malunya walau sesaat.
Kini aku langsung melepas sepatu dan berbaring di tempat tidurnya. Aku menghirup dalam-dalam aroma parfum vanila yang menempel di spreinya. Ini yang membuatku candu dan terus berfantasi dengannya.
"Kamu mau makan apa? Nanti aku masakin!" Mataku langsung terbuka lebar. Tumben sekali dia menawariku.
"Apa saja masakanmu aku suka. "Aku merubah posisi menjadi tengkurap. Aroma wangi sampo dari rambutnya menempel di bantal ini. Aku terhipnotis seperti tak mampu lagi membuka mata.
-
-
-
Saat terbangun tiba-tiba matahari sudah akan terbenam. Ternyata, lumayan lama tidurku kali ini. Aku merasakan kenyamanan di rumah ini, untuk sementara sebelum Papa dan Mama merestui lebih baik aku tinggal disini bersama Kinan.
Dengan merapikan rambutku yang berantakan, bola mata ini berkeliling di kamar ini. Koperku masih di dalam mobil. Aku berjalan keluar kamar, terlihat di dapur Kinan sangat sibuk membuat makanan. Aroma masakannya mampu menggelitik lambung ini.
"Baby ...."
Dia hanya menoleh ke arahku dan menundukan pandangannya. Baiklah, nanti aku akan mengajaknya berbicara. Sekarang aku akan mengambil koperku dalam mobil lalu mandi.
Selesai mandi pun, Kinan masih nampak terlihat sibuk dengan masakannya. Kenapa tidak selesai-selesai dia masak kali ini? Aku melangkahkan kaki pelan mendekatinya.
Mata ini membulat sempurna melihat sebanyak itu makanan yang ada di meja. Aku kemudian mengerutkan dahi, untuk siapa dia memasak begitu banyak?
"Kenapa banyak sekali?" Aku menggeser kursi lalu duduk seraya menatapi makanan di depan mata.
"Aku gak tau makanan kesukaanmu apa."
"Lalu, kamu masak semua?" Aku memicingkan mata menatapnya. Kenapa dia menjadi dingin sekali. "Sudah cukup! Kemarilah!" Dia mematikan kompornya dan menuruti perintahku.
"Ayo kita makan!"
Kinan mengangguk, menggeser kursi kebelakang dan duduk di sampingku. "Ka-kamu mau lauk apa?" Sepertinya dia gugup. Apakah aku menyeramkan? Tadi pagi Sisil sekarang Kinan.
"Apa aja ambilkan sesukamu!"
"Aku gak tau kamu suka apa? Pasti makanan seperti ini tak terbiasa di lidahmu."
Aku memundurkan kepala dan mengernyit. "Masih ingatkah kamu pertama kali memberi makan apa?"
"Maaf!"
"Maaf ...?" tanyaku keheranan. "Kamu itu kenapa jadi seperti ini?" Dia menggelengkan kepala dan menunduk.
Aku membuang muka dengan menampakkan senyum setengah. "Apa kamu benar-benar ingin bercerai denganku?"
Dia malah menunduk dan meneteskan air mata. Astaga, aku harus bagaimana?
"Sudah jangan menangis di depan makanan! Ayo makan!" Dengan menyapu air matanya, dia mengambilkan aku makanan dan menaruhnya di piring. Ekor mata ini menatapnya. Kenapa dia tak ikut makan?
"Ayo makan!" seruku dengan mengambilkan nasi di piring kosong di depan Kinan.
"Sudah, jangan banyak-banyak!"
"Kenapa memang? Kamu diet?"
Dia mengangguk. "Astaga, tubuhmu sudah ideal. Kenapa harus diet?" Aku tak mengerti tujuannya kali ini. Aku mengambilkan makanan lebih banyak lagi ke piringnya. "Habiskan! Atau sini aku suapin!"
"Gak perlu," sahutnya dengan lantang. Aku berdehem seraya menganggukan kepala terus menatapnya. Kami melanjutkan makan malam ini bersama.
Tanpa kata, tanpa suara makan malam hening pun selesai sudah. Dia membereskan makanan di meja dan membawanya ke dapur. Aku mencoba membantunya.
"Gak perlu! Kamu duduk aja!"
"Aku akan membantumu agar cepat selesai."
Aku memaksakan diri walaupun dia terus saja melarang. Dia mencuci piring dan aku memeluknya dari belakang. Menghirup dalam aroma wangi rambutnya. Sungguh membuatku terbang melayang.
Aku menyibakkan rambut indahnya dan memberikan kecupan pada tengkuk lehernya. Lalu naik ke atas telingannya dan membisikkan sesuatu. "Apa kamu sudah selesai dapetnya?"
Dia mengangguk pelan. "Bagaimana kalau malam ini kita berbuat baik?"
"Maksudmu apa?" tanyanya lirih.
❤
❤
❤
❤
❤
Semoga komentarnya gak ada yang menjurus ke terminal ya!
Nanti malah mudik authornya. Lebaran baru balik.
Yuk kita berbuat baik mulai malam ini dan seterusnya! 😆