Valentine Lee mengalami malam terburuk dalam hidupnya. Ia diperkos4 oleh pria yang mencintainya selama ini, lalu mendapati tunangannya berselingkuh. Dalam kepedihan itu, ia mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya.
Saat sadar, seorang pria tampan dan berkuasa bernama Vincent Zhao mengaku sebagai tunangannya dan membawanya pulang untuk tinggal bersamanya.
Namun ketika ingatannya pulih, Valentine akhirnya mengetahui siapa Vincent Zhao sebenarnya. Akankah ia memilih Vincent yang selalu melindunginya, atau kembali pada tunangan lamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Hospital.
Siang itu, Jacky melangkah cepat ke rumah sakit tempat Valentine sebelumnya dirawat. Wajahnya tegang, matanya menyapu setiap sudut ruangan dengan gelisah. Saat tiba di bagian informasi, ia langsung menghampiri meja perawat.
"Suster, pasien atas nama Valentine—mana dia sekarang? Bukankah dia masih dirawat di sini?" tanyanya dengan suara terburu-buru.
Perawat itu menoleh, tampak ragu sebelum menjawab.
"Pasien atas nama Valentine... sudah dibawa pulang oleh tunangannya, Tuan."
"Apa?" Jacky terbelalak. "Tunangannya? Siapa dia? Kenapa dia membawa Valentine pergi begitu saja, padahal aku yang membayar semua biaya pengobatannya? Dan… kenapa tidak ada satu pun dari kalian yang menghubungiku saat dia sadar?" Suaranya mulai meninggi, nadanya menunjukkan kekecewaan dan amarah yang ditahan.
Perawat itu menelan ludah, mencoba tetap tenang.
"Tuan Zhao mengatakan bahwa dia adalah calon suami pasien. Karena itu, kami tidak menghubungi Anda."
Jacky menegang. Bibirnya bergetar karena amarah yang membuncah.
"Calon suami? Tuan Zhao?" gumamnya nyaris tak percaya. Ia menunduk sejenak, mencoba mencerna informasi itu.
"Apakah selain aku… Valentine berhubungan dengan pria lain? Dan… apakah pria itu memiliki marga yang sama denganku?" pikirnya dalam hati.
Perawat itu menambahkan dengan suara hati-hati,
"Tuan, benar… Tuan Zhao mengakui dirinya sebagai calon suami pasien dan membawanya pulang ke rumahnya. Bahkan pihak keluarga pasien tidak menolak."
Jacky mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras.
"Sialan… Ternyata dia berselingkuh di belakangku," geramnya dalam hati. "Aku harus cari tahu siapa pria itu. Berani-beraninya dia membawa tunanganku begitu saja!"
Tanpa pikir panjang, ia berjalan cepat keluar dari lobi rumah sakit. Langkah kakinya penuh kemarahan. Dengan tangan gemetar, Jacky mengeluarkan ponselnya dan menekan sebuah nomor.
Nada sambung terdengar. Beberapa detik kemudian, suara seorang pria terdengar dari seberang.
"Hallo?"
"Arnold, di mana Valentine saat ini?!" suara Jacky langsung menusuk, tanpa basa-basi. "Suster mengatakan kalian membiarkannya pergi dengan tunangannya. Siapa dia?!"
Namun belum sempat Arnold menjawab, sambungan telepon tiba-tiba terputus.
Jacky menatap layar ponsel dengan napas memburu.
"Hallo? Hallo?!" serunya panik. Tapi layar menunjukkan sambungan telah berakhir.
"Kenapa diputuskan panggilanku? Kalian cukup berani! Ini belum selesai…" desis Jacky dengan rahang mengeras dan sorot mata yang dipenuhi dendam.
"Aneh sekali… kenapa keluarganya begitu mudah membiarkan Valentine dibawa pergi?" gumamnya dengan nada penuh curiga. "Biasanya mereka pasti meminta uang. Apakah pria itu membayar mereka? Siapa sebenarnya pria itu?"
Ia mengepalkan setir mobil.
"Valentine Lee, ternyata kau hanya berpura-pura suci selama ini. Aku akan menemukanmu... dan kau harus menjelaskan semuanya padaku. Apakah kau sudah lupa, aku melamarmu dengan bunga sesuai keinginanmu. Tapi, sekarang malah muncul seseorang yang mengaku sebagai tunanganmu!"
Mansion Vincent – Malam Hari
Valentine terbaring di ranjang yang luas dan bersih, tapi keningnya tampak berkerut dalam tidurnya. Napasnya berat, gelisah.
Dalam mimpi itu, muncul bayangan samar seorang pria berdiri di hadapannya. Suaranya lembut tapi asing.
"Menikahlah denganku…" ucap pria itu, menyodorkan seikat bunga mawar merah padanya.
Valentine mengulurkan tangan untuk menerima bunga itu, namun tiba-tiba suasana berubah. Mimpi itu berganti cepat menjadi gelap dan menyesakkan.
Bayangan pria lain muncul—namun kali ini penuh tekanan. Valentine terjatuh di atas ranjang, tubuhnya ditindih oleh pria itu. Napasnya tercekat.
"Jangan!" teriaknya ketakutan.
Dengan keringat dingin membasahi pelipisnya, Valentine terbangun. Ia duduk tergesa, memegang kepalanya yang pening, napasnya masih memburu.
"Siapa mereka...? Kenapa wajah mereka tidak jelas...? Apakah ini hanya mimpi, atau… potongan kenangan masa lalu?" gumamnya bingung. Matanya menatap kosong ke depan, diliputi kecemasan.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan.
Vincent melangkah masuk dengan cepat, wajahnya cemas.
"Valentine, ada apa? Kenapa kamu seperti ketakutan? Mimpi buruk?" tanyanya sambil mendekat dan duduk di tepi ranjang.
Valentine mengangguk pelan.
"Hanya mimpi... Tapi aku merasa aneh. Semuanya tidak begitu jelas…"
Vincent menatapnya dalam diam, lalu bertanya hati-hati,
"Apakah kau mengingat sesuatu?"
Valentine berpikir sejenak.
"Ada dua pria… muncul dalam mimpiku. Tapi… wajah mereka kabur. Aku tidak bisa melihat siapa mereka. Mungkin karena ingatanku belum pulih sepenuhnya."
Vincent menarik napas dan mengangguk pelan. Ia meraih tubuh Valentine dan memeluknya erat.
"Tidak perlu dipikirkan. Yang penting sekarang kau selamat. Masa lalu... lupakan saja," ucap Vincent lembut namun tegas, seolah menyimpan sesuatu di balik kata-katanya.
Valentine terdiam dalam pelukannya, tapi pikirannya terus berputar—bertanya siapa dua pria dalam mimpinya, dan kenapa hatinya merasa tidak tenang.
"Siapa pria yang kedua, terasa seperti nyata bukan mimpi," batin Valentine