"Mereka mengira pertemuan itu adalah akhir, padahal baru saja takdir membuka lembar pertamanya.”
Ameena Nayara Atmaja—seorang dokter muda, cantik, pintar, dan penuh dedikasi. Tapi di balik wajah tenangnya, ada luka tersendiri dengan keluarganya. Yara memilih hidup mandiri, Ia tinggal sendiri di apartemen pribadinya.
Hidupnya berubah ketika ia bertemu Abiyasa Devandra Alaric, seorang CEO muda karismatik. Yasa berusia 33 tahun, bukan seperti CEO pada umumnya yang cuek, datar dan hanya fokus pekerjaannya, hidup Yasa justru sangat santai, terkadang dia bercanda dan bermain dengan kedua temannya, Yasa adalah anak yang tengil dan ramah.
Mereka adalah dua orang asing yang bertemu di sebuah desa karena pekerjaan masing-masing . Awalnya mereka mengira itu hanya pertemuan biasa, pertama dan terakhir. Tapi itu hanya awal dari pertemuan mereka. satu insiden besar, mencoreng nama baik, menciptakan gosip dan tekanan sosial membuat mereka terjebak dalam ikatan suci tanpa cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nōirsyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mrs Yasa
Vero dan Reyhand sedang mengobrol, lebih tepatnya Vero yang menjahili Rey. Dua sejoli itu memang selalu bersama.
"Rey lo ga mau gua buat kaya Yasa?" celetuk Vero tiba tiba
"Maksud lo?" Rey tidak paham
Vero membetulkan kerah jasnya, berbicara seperti orang serius "Bukannya apa nih ya Rey, gua liat-liat lo jarang banget bawa gandengan. Kalau lo emang butuh cara buat deketin cewe berguru sama gue aja. Atau mau langsung bermalam di kamar? kaya Yasa" setelah mengucapkan itu Vero tertawa puas
"Sialan, lo pikir gua ga laku" ketus Rey
"Lo liat gue, kemana-mana bawa gandengan. Cantik, sexy beuh"
Reyhand mengangkat alisnya "Siapa lagi itu? Perasaan kemarin beda"
"Kali ni mangsa gue bukan anak pengusaha atau artis terkenal. Tapi mahasiswa bro"
Reyhand hanya menggelengkan kepala melihat temannya itu
"Saran gue lo tobat Ver, ntar kena karma" Reyhand memberi nasihat walau dengan muka datarnya itu
"Halah santai, kita emang harus bersenang-senang bro. Lagian mereka yang deketin gue kok. Wanita emang gitu Lo cukup kasih uang dan mereka bakal nurut"
"Serah lo aja deh" reyhand hanya menggelengkan kepalanya.
Tak lama Yasa dan Yara menghampiri mereka berdua
"Wih pengantin baru nih, bau-bau ada yang begadang sampai pagi" celetuk Vero asal-asalan
Muka Yara memerah, dia paham kemana arah bicara Vero
"Yara kalau ntar Yasa mainnya agak kasar lo jerit aja 'toloong' gitu ntar gue datang pakai jubah pahlawan" Vero terkekeh
"Veroo! Apaansih" muka Yara memerah sejadi-sejadinya.
"Sialan lo" ketus Yasa.
Tiba-tiba, langkah gemulai terdengar. Alin datang mengenakan gaun hitam elegan, bahu terbuka, rambut dikuncir kepang satu, ada aura anggun tapi genit. Dia langsung menyapa.
"Hai... Kak Rey." sapanya dengan senyuman manis.
"Halo juga, Alin cantik~" malah Vero yang menjawab
Alin berdecak, menatap Vero kesal
"Ih, apaan sih, Kak. Genit banget."
Sedangkan Yasa sudah menatap tajam pada adiknya itu. Dia tahu Alin pasti aku tetap bersikeras merayu Reyhand walau sudah di peringati.
Alin melirik Rey lagi
"Kak Rey ngga jadi dosen lagi di kampus aku ya?
Reyhand menjawab datar seperti biasa
"Nggak."
Alin tetap tersnyum, nggak nyerah
"Ih... padahal Kak Rey tuh dosen favoritku. Gaya ngajarnya... cool banget. Nggak kayak dosen lain, banyak bacot." ocehnya asal-asalan
"Buset banyak bacot ga tuh haha" Vero tertawa mendengarnya
Vero menyenggol Yasa, berbisik pelan
"Bro, adik lo ga bakal nyerah tuh."
Yasa menggeleng pelan "Ya Tuhan..." desahnya panjang
Alin masih terus mengajak Rey berbicara
"Nanti kalo Kak Rey balik ngajar, kabarin aku ya. Aku pasti duduk paling depan. Demi Kak Rey."
Reyhand memandang Alin singkat
"Hmm."
Vero berbisik
"Gue yakin, kali ini lo bakal takluk."
Reyhand hanya menggeleng.
----
Semua tamu berdiri mengelilingi area tengah. Lampu ballroom diredupkan, berganti lampu sorot lembut yang jatuh tepat ke tengah ruangan. MC sudah meminta pengantin berdansa. Musik pelan mengalun.
"YASA YARA! BURUAN KE TENGAH! JANGAN MALU-MALU!"
Yara terlihat menahan malu "Vero berisik banget sih"
Yasa tertawa mendengarnya "Agak ceplas ceplos emang manusianya"
Yasa mengulurkan tangannya. Yara melotot "Aku ngga bisa dansa"
"No prob Mrs Yasa. Aku ajarin"
Wajah Yara memerah
Yasa langsung naruh kedua tangannya di pinggang Yara. Lalu Yasa meraih tangan Yara dan mengalungkannya di lehernya.
"Gausah senyum-senyum, gausah genit, gausah cari kesempatan" baru saja mulai Yara sudah mengoceh
Yasa malah ketawa. Mereka berdansa mengikuti alunan musik, lalu Yasa meraih satu tangan Yara dan menggenggam nya erat. Yasa melihat ke arah tangan mereka yang saling menggenggam kemudian melihat ke arah Yara sambil tersenyum.
"Tinggal di gerakin kiri kanan. Kalo keinjek, pura-pura nggak sakit ya." Yasa iseng sambil tertawa
"Kalau kamu yang keinjek, aku pura-pura seneng." balas Yara cepat
Langkah mereka kecil, Yara berputar pelan. Dunia seakan mengecil. Cahaya lampu menggambarkan siluet indah mereka di lantai gedung. Yara terlihat kaku sedangkan Yasa malah santai.
"Kenapa kau selalu melihatku dengan tatapan sinismu itu. Apa bisa ku artikan sebagai tatapan cinta?"
"Itu tatapan membunuh"
"Kalau aku mati karena liatin kamu, itu namanya mati bahagia."
"Kamu mau aku tinggal di tengah sini?"
"Nanti tamu-tamu mengira kita lagi kabur dari pelaminan dan udah ga sabar mau ke kamar" Godanya
Yara mencibir "Stress"
Tapi akhirnya mereka lanjut dansa. Gerakan Yasa makin santai dan playful, kadang sengaja muter Yara cepat biar bikin istrinya itu panik.
"Astaga, Yasa! Aku bukan balerina tau!"
----
Mta Alin sedari tadi sibuk mencari Reyhand. Dan begitu mendapati Rey sedang berada di ujung ruangan dia langsung bergerak mendekati Reyhand dengan senyum lebar dan mata berbinar.
"Kak, ayoo dansa sama akuu," godanya sambil menarik tangan Rey yang tengah memegang gelas.
Reyhand menatap Alin datar.
"Nggak, Lin. Aku malas."
"Ih, ayo Kak gapapa, aku nggak punya pacar. Kakak juga dari tadi menyendiri mulu, biar nggak kelihatan jomblonya," Alin tertawa kecil sambil malu-malu.
Rey mengangkat alis. "Memangnya aku terlihat menyedihkan?" pikirnya dalam hati. Dia hanya diam, tak menanggapi.
Tiba-tiba Alin mengambil gelas dari tangan Rey, meletakkannya di meja terdekat, lalu langsung menarik lengan Rey untuk berdansa.
Alin sungguh aktif, tubuhnya berputar lincah, memamerkan siluet tubuhnya yang anggun. Ia menatap mata Reyhand dalam-dalam.
"Kak, kakak udah punya pacar belum?" tanyanya penasaran.
"Belum," jawab Rey singkat.
"Lagi nyari pacar nggak? Atau calon istri gitu?" Alin tertawa renyah.
"Nggak. Nggak minat."
"Tipe cewek ideal kakak kayak apa?"
"Yang pendiem," jawab Rey, sarkastik, namun tak membuat Alin tersinggung.
"Ih, nggak ada warnanya dong hubungan kayak gitu. Kakak itu udah pendiem, masa cari cewek pendiem juga? Masa malam pertama diem-dieman nanti, haha," Alin terkikik.
Reyhand menghentikan dansanya. Ia menatap Alin, suaranya datar namun terdengar tegas.
"Aku suka perempuan yang lemah lembut dan punya rasa malu."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Rey meninggalkan Alin begitu saja.
Alin melongo.
"Hah? Maksudnya apasih? Dia nyindir aku nggak tau malu?" cemberutnya. Wajahnya kini kesal.
Tiba-tiba seseorang memanggil dari belakang.
"Ayo dansa, Lin," ajak Vero dengan genitnya.
"Ah, nggak mau! Kak Vero genit!" Alin mendengus lalu langsung pergi meninggalkan Vero.
"Lah, ditolak," gumam Vero, dia mengedikkan bahunya dan melangkah mundur lalu tanpa sengaja menabrak seseorang.
"Hati-hati dong Blonde," celetuknya refleks.
Orang yang ditabraknya menoleh cepat.
Ternyata... Felisya.
"Hello? Lo yang nabrak gue. And... what did you say? Blonde?" Nada suaranya tajam.
"Wih, bule beneran nih. Yes, Miss," Vero menjawab santai, malah senyam-senyum.
Felisya memandang heran.
"Gesrek ni orang" Ia lalu pergi, meninggalkan Vero yang masih bengong.
"Sialan... kenapa pada ninggalin gue sih," keluh Vero kesal, berdiri sendirian di tengah lantai dansa.
Di tengah suasana pesta yang hangat dan penuh canda tawa, musik pelan mulai terdengar lembut dari panggung. Pasangan-pasangan mulai berdansa di tengah ruangan.
Pak Raden, dengan kemeja batik elegan dan kacamata tipisnya, menghampiri istrinya yang duduk manis di sudut ruangan sambil menyeruput jus jambu.
“Mah…” panggil Pak Raden sambil mengulurkan tangan, “ayo kita dansa, udah lama banget gak goyang bareng.”
Mama Vanesha langsung mendelik, “Aduh, Pak… kita ini udah tua, masa masih mau dansa-dansa segala?”
Pak Raden menyeringai, “Justru karena udah tua, harus gerakin badan biar gak kaku. Ayolah Mah, jangan bikin malu, masa orang lain joget, kita diem aja.”
Mama Vanesha tertawa kecil sambil menepuk bahu suaminya, “Gak ah, malu. Liat tuh, yang muda-muda aja masih malu-malu, masa kita…”
Belum sempat lanjut ngomong, Pak Raden sudah menarik tangan istrinya pelan. “Udah keburu malu mah, sekalian aja!” katanya sambil terkekeh.
“Aduh… Pak Radeeen! Ya ampun, beneran nih?”
Akhirnya, dengan wajah merah tapi senyum tak bisa ditahan, Mama Vanesha mengikuti langkah Pak Raden ke tengah ruangan. Gaya dansa mereka jauh dari anggun—lebih mirip goyangan masa muda tahun 90an—tapi justru itu yang bikin semua orang tertawa dan bersorak.
“Wih, Pak Raden masih lincah!” seru salah satu tamu.
“Goyangan mantan anak band!” tambah yang lain.
Mama Vanesha menunduk malu sambil tertawa-tawa, “Pak, ini jadi dansa atau jadi viral nih!”
Pak Raden cuma tertawa puas, “Yang penting aku bisa dansa lagi sama cinta pertama aku. Mau tua juga, hatiku muda kalau sama kamu.”
----
Dari arah pintu ballroom, Adrian baru tiba. Dia mengenakan jas abu gelap, tapi ekspresinya sendu begitu matanya menangkap Yara yang sedang berdansa dengan Yasa. Tangannya mengepal perlahan.
Saat lagu selesai, Yasa dan Yara masih berdiri berdekatan. Adrian menghampiri.
“Selamat ya, Yara. Atas pernikahannya...” Adrian diam sejenak "Aku harap kamu bahagia" lanjutnya lagi dengan penuh penekanan sambil menatap ke arah Yasa seolah menyindir pria dihadapannya.
"Terimakasih sudah repot-repot datang Adrian. Aku pastikan dia bahagia bersamaku" desis Yasa
"Makasih ya kak" ujar Yara lembut, ada sedikit rasa bersalah dalam benaknya.
Yasa melirik ke arah tamu lain, lalu menarik lembut tangan Yara.
“Ayo sayang, kita samperin tamu yang lain.”
Yara sempat ragu, dia menatap Yasa seolah mengatakan tidak enak meninggal Adrian.
Yasa sedikit menekankan kalimatnya
“Yara...”
“Aku tinggal ya, Kak. Kakak bisa cobain menu yang ada disini"
Adrian hanya mengangguk sambil menahan napas.
---
Penampilan Felisya di pesta Yasa dan Yara
Alin
Vero
Reyhand
Adrian