Di tindas dan di hujat dengan tuduhan yang tidak nyata, membuat Errina Devina, sosok istri yang penurut berubah menjadi istri yang pemberontak.
Pernikahan yang mereka bina selama enam tahun harus kandas karena pihak ketiga. Azka Rayanza awalnya sosok suami yang bertanggung jawab, tetapi semua kandas setelah kematian sang papa.
Tidak terima dengan tuduhan keluarga suami yang mengatakan jika dia telah berselingkuh, maka Erinna memutuskan untuk menjadikan tuduhan keluarga suaminya menjadi nyata.
"Ibu tuduh aku selingkuh di balik penghianatan putra ibu. Maka! jangan salahkan aku menjadikan tuduhan itu menjadi nyata."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elprida Wati Tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TKS 27
Erinna menatap Denis yang sudah tidur dengan begitu lelap, matanya seakan tidak ingin berkedip untuk mengawasi keadaan putranya itu. Dia tidak ingin kejadian itu terulang lagi, dimana sang putra mengalami koma beberapa bulan di ruang ICU meninggalkannya seorang diri. Namun, isi di dalam pikirannya bukan itu saja, tetapi apa yang harus dia katakan kepada putranya itu, karena bagaimanapun Denis harus tahu tentang hubungan Azka dn Bella.
"Ma, kenapa tante itu memeluk papa? Lalu kenapa paman mengatakan jika mama itu single mom?" pertanyaan Denis yang membuatnya diam seribu bahasa. Dia sama sekali tidak mengerti mengapa putranya itu harus mengalami masalah sebesar ini, padahal dia sama sekali belum mengerti apa-apa.
"Honey, ayo makan. Kamu belum ada makan apapun satu hari ini,'' ucap Yoga memberikan nasi yang dia beli untuk Erinna. "Apa kamu mau aku suapi saja?"
"Tidak perlu, Tuan. Aku bisa makan sendiri."
"Sstt! Jangan sebut aku dengan kata itu lagi, atau aku akan melahap bibir manismu itu tanpa melihat situasi.''
"Tapi_."
"Yoga! Panggil saja aku dengan sebutan itu. Baik itu di kantor atau dimanapun itu." Yoga mengusap pucak kepala Erinna dengan lembut, tidak lupa dengan senyuman manis yang begitu menghanyutkan setiap orang yang melihatnya.
Erinna hanya bisa mengangguk patuh mendengar perintah Yoga, dia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menolak permintaan pria itu. Dia seakan merasakan sesuatu getaran yang berbeda saat berdekatan dengan Yoga, seperti kenyamanan yang belum pernah dia rasakan selama bersama Azka. Dia menatap pria di depannya itu dengan lekat, seakan mengagumi ciptaan tuhan yang begitu sempurna untuk dia miliki.
"Apa putra kita sudah lama tertidur?" tanya Yoga mengusap lembut puncak kepala Denis.
"Putra kita?" tanya Erinna bingung.
"Ia! putra kita. Bukankah tadi kamu mengatakan itu kepadaku?"
Erinna mencoba mengingat perkataan yang dia ucapkan kepada Yoga, hingga akhirnya dia teringat pada pertanyaannya yang dia lontarkan kepada Yoga saat menunggu kabar dari Dokter tadi. Memang dia saat itu begitu putus asa, sehingga dia tidak sadar akan apa yang telah dia ucapkan. Bahkan, mengingat tingkahnya waktu itu dia langsung malu sendiri, dia sudah seperti seorang istri yang meminta kekuatan kepada suaminya.
"Apa aku mengatakan itu? mungkin kamu salah dengar." Erinna mencoba mengelak, seperti hilang ingatan tentang kejadian itu.
"Benarkah? Apa aku harus mempraktekkannya lagi?" tanya Yoga tersenyum sambil mendekati Erinna.
"Coba saja." Erinna tersenyum kecil untuk menyembunyikan rasa malunya, sehingga keduanya larut dalam gurauan kecil dan menciptakan tawa bahagia di antara keduanya.
"Seharusnya aku merekamnya tadi. Kenapa aku sebodoh ini ya?" gumam Yoga karena tidak berhasil membuat wanita itu mengakui ucapan yang telah dia ucapkan tadi. Padahal dia mengingat dengan jelas setiap ucapan yang di katakan Erinna, "Apakah putra kita akan selamat?". Namun, wanita itu terus bersikeras membantahnya dan mengatakan itu hanya ilusi semata.
"Em, Sayang." Yoga kini beralih ke mode serius. Dia duduk di tepi bangsal Denis sambil menatap Erinna dengan tatapan serius.
Melihat keseriusan Yoga, Erinna langsung diam dan menatap pria itu dengan lekat. Sepertinya Yoga ingin membicarakan hal yang penting dengannya. Erinna membenarkan posisi duduknya dan bersiap untuk mendengarkan ucapan pria itu.
"Bagaimana jika kita mengirim Denis ke luar negeri secepatnya. Bukan apa-apa, tapi aku merasa jika situasi di sini engak baik untuk kesembuhan Denis."
Erinna hanya terdiam mendengar ucapan pria itu, dia menatap putranya dengan lekat sambil memikirkan ucapan Yoga. Memang benar jika situasi di sini tidak baik untuk kesembuhan Denis. Apalagi dengan kehamilan Bella yang semakin membesar, dan akan segera melahirkan. Tentu, kelahiran anak itu akan menjadi perbincangan hangat dan di ketahui oleh Denis. Terlebih lagi mereka masih tinggal bersama Nenek dan juga Bibinya, pasti setiap hari mereka akan memuji kehadiran cucu dan keponakan mereka itu
"Kamu boleh memikirkannya. Tapi kamu harus tahu, Denis butuh penanganan secepatnya. Jika terus berada di sini, dia tidak akan bisa diobati secara total. Lagi pula kamu harus ingat tujuanmu. Aku akan menyuruh beberapa orag kepercayaanku untuk mengurus Denis di sana, agar kamu bebas melakukan apapun tanpa harus mengkhawatirkan putra kita."
*
*
*
"Arghh! Erinna, kau membuatku gila." Azka memukul setir kemudi mengingat perkataan Yoga tadi, jujur dia merasa cemburu melihat istrinya di goda oleh orang lain secara terang-terangan di hadapannya. Jika tidak mengingat Yoga adalah orang penting yang tidak bisa di usik dengan mudah, mungkin dia sudah menghajar pria itu secara membabi buta. Namun, dia sadar jika itu terjadi bukan hanya karirnya yang hancur, tetapi dia akan kehilangan semua yang telah dia miliki dalam sekejap.
"Mas! Kamu hati-hati dong nyetirnya aku belom mau mati." Bella menatap kesal Azka yang melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, bahkan sudah beberapa kali mereka hampir menabrak pengendara lain.
Azka hanya diam mendengar ocehan Bella, dia menepikan mobilnya dan menatap wanita itu dengan tajam. "Jika kamu tidak ingin mati, maka keluarlah."
Bella membelalakkan matanya terkejut mendengar ucapan Azka, dia ingin di turunkan di jalanan hanya demi Erinna? Dimana harga dirinya sebagai putri tunggal pengusaha ternama yang memiliki kekayaan yang begitu banyak. Apalagi mengingat keadaannya yang sedang hamil besar, tentu dia tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Apa kamu lupa jika ini adalah mobilku, Mas?"
Azka terkekeh kecil mendengar ucapan Bella, wanita itu benar, mobil yang dia kendarai saat ini adalah mobil pemberian wanita itu. "Baiklah! Aku yang akan turun."
Tanpa banyak bicara, Azka langsung turun dari mobil itu dan mencari taksi. Bella yang melihat itu hanya bisa mendengkus kesal, akan tetapi dia sadar jika dia tidak boleh mengikuti emosinya untuk saat ini. Dia dengan cepat turun dari mobil itu dan menghampiri Azka yang sedang kebingungan mencari taksi.
"Mas! Kamu kenapa seperti ini. Ingat anak di dalam kandunganku, dia bisa stres jika kamu terus seperti ini." Bella menarik tangan Azka mencoba untuk membawa pria itu kembali ke mobil.
"Aku tidak peduli mau anak itu hidup atau mati," bentak Azka sambil menepis tangan Bella.
"Sialan kamu, Mas. Jika anak ini mati maka hidupmu juga akan hancur. Kamu harus ingat, keluargamu bisa hidup enak karena diriku. Apa kamu mau adikmu berhenti kuliah dan Ibumu kembali hidup serba kekurangan seperti dulu?" Bella menatap tajam Azka, seakan ucapannya bukan hanya ancaman yang main-main. "Pikirkan baik-baik, atau kamu ingin menyesal selamanya."
Bersambung......
si Azka serakah kamu sakit hati merasa dikhianati terus gimana dengan Erina sendiri saat kamu bilang mau nikah lagi perasaanmu sekarang gak bedanya dengan apa yang Erina rasakan cowok begooooo ... gemes 😬😬
tapi ternyata semua di luar ekspektasi 😜😜