NovelToon NovelToon
SENORITA PERDIDA

SENORITA PERDIDA

Status: tamat
Genre:Misteri / Cintapertama / Mafia / Percintaan Konglomerat / Tamat
Popularitas:36.1k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

Series #2

Keputusan Rayden dan Maula untuk kawin lari tidak semulus yang mereka bayangkan. Rayden justru semakin jauh dengan istrinya karena Leo, selaku ayah Maula tidak merestui hal tersebut. Leo bahkan memilih untuk pindah ke Madrid hingga anaknya itu lulus kuliah. Dengan kehadiran Leo di sana, semakin membuat Rayden kesulitan untuk sekedar menemui sang istri.

Bahkan Maula semakin berubah dan mulai menjauh, Rayden merasa kehilangan sosok Maula yang dulu.

Akankah Rayden menyerah atau tetap mempertahankan rumah tangganya? Bisakah Rayden meluluhkan hati sang ayah mertua untuk merestui hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 : Tikus Kematian

...•••Selamat Membaca•••...

Isabella memejamkan mata, istirahat sejenak dari kesibukan dan masalah saat ini. Namun, tiba-tiba mobil yang dia tumpangi justru ditabrak oleh mobil yang ada di belakang mereka.

Isabella melirik ke arah belakang dan tampak sebuah mobil melaju dan menabrakkan diri ke mobil yang dia tumpangi.

Posisinya tak jauh di belakang, sebuah Rolls-Royce hitam klasik meluncur perlahan, elegan seperti bayangan di malam hari. Di balik kemudinya, Eliza—nenek Maula—duduk tenang dengan sarung tangan kulit dan mantel bulu hitam. Di dashboard, GPS-nya sudah terhubung pada alat pelacak yang disembunyikan diam-diam oleh Vanessa di jaket Isabella sebelumnya. Jaket yang selalu dibawa oleh Isabella ke manapun ia pergi.

Eliza menarik napas panjang, menghela perlahan, lalu menyeringai tipis.

“Aku sudah terlalu tua untuk kebetulan. Kau harus tahu itu, Isabella.”

Tangannya memutar setir. Mobilnya kini mengambil posisi sejajar, hanya berjarak satu mobil dari kendaraan Isabella. Di jalanan lengang, lampu kota memantul dari aspal basah dan lapisan es tipis.

Sopir Isabella mulai curiga. “Ny. Isabella… mobil di belakang kita sudah mengikuti sejak dua blok lalu.”

“Kenapa kau baru bilang sekarang? Dia bahkan sudah mau menghancurkan mobil ini,” geram Isabella.

Isabella melirik kaca spion. Saat ia melihat siluet Rolls-Royce itu, dadanya langsung menegang.

“Kecepatan penuh. Belok ke gang kanan.”

Tapi sudah terlambat.

BRAAAAKKK!

Rolls-Royce itu menabrak keras sisi belakang mobil itu dari samping, membuat mobil itu tergelincir dan hampir menabrak tiang listrik. Eliza tetap tenang, bahkan sempat menyetel volume lagu klasik yang mengalun dari radionya—Tchaikovsky - Swan Lake.

Isabella menjerit ketika mobilnya tergelincir dan menabrak salju, sementara sopirnya berusaha mengendalikan setir.

“SIAPA ITU GILA!?” teriak Isabella menahan sakit.

Isabella membelalak ketika melihat sosok itu. “Mustahil… kenapa dia di sini?”

Eliza keluar dari mobil dengan langkah santai. Sepatu hak tingginya menapak salju tanpa tergelincir sedikit pun. Ia membawa satu tongkat besi ramping yang sekilas terlihat seperti tongkat bantu jalan, tapi ujungnya menyimpan bilah kecil beracun.

“Isabella,” ucap Eliza tenang. “Aku sudah cukup memberi waktu untukmu kabur. Tapi kau menyakiti cucuku bahkan kau berkali-kali sudah membuat dia masuk rumah sakit.”

Isabella keluar dari mobil dengan napas terengah. “Kau pikir kau bisa mengendalikan semuanya, wanita tua? Dunia ini sudah berubah.” Isabella menatap benci pada Eliza.

“Tentu,” Eliza tersenyum dingin. “Tapi satu hal tak pernah berubah. Aku tak pernah gagal menyelesaikan urusanku apalagi menyangkut dengan cucu kesayanganku, Maula Maximillian.”

Isabella mencabut pistol kecil dari tasnya. Tapi Eliza sudah lebih cepat. Ia melempar tongkatnya seperti anak panah dan menancap tepat di tangan Isabella yang membuat senjatanya terlempar ke salju.

“ARRRGH!!” erang Isabella.

Isabella jatuh berlutut, darah mengalir dari tangannya. Sopirnya hendak menyerang, namun Eliza menyentakkan alat kejut listrik kecil dari saku mantel dan menyetrumnya dengan tenang. Pria itu jatuh terkulai.

“Kau pikir kau satu-satunya yang masih menyimpan mainan dari masa lalu?” bisik Eliza, mendekat pelan seperti bayangan malaikat maut.

Isabella tersenyum miring, meski kesakitan. “Kau pikir ini akan selesai hanya karena kau menangkapku malam ini?”

Eliza berjongkok di depan Isabella, menatap mata wanita itu dalam-dalam.

“Tidak, ini belum selesai. Tapi malam ini, kau kalah. Dan aku akan pastikan kau tidak menyentuh keluargaku lagi... meskipun harus menanammu hidup-hidup di es Siberia.”

Eliza mengangkat pistol Isabella dan memeriksa pelurunya. Dengan gerakan anggun, ia meletakkannya ke dalam mantel, lalu menelepon nomor di ponselnya.

“Sasha, aktifkan protokol Aurora. Lokasi: Distrik Tverskoy. Target diamankan. Siapkan kendaraan ekstraksi. Aku mau wanita ini berada di ruang bawah tanah milik Dragonvich sebelum matahari terbit.”

Isabella terdiam. Untuk pertama kalinya, matanya memancarkan rasa takut.

Eliza berdiri tegak, menatap langit malam Moskow yang berkilauan salju. Matanya masih tajam meski kerutan usia menghiasi wajahnya.

“Aku mungkin sudah tua, Isabella. Tapi jangan pernah lupakan bahwa aku tumbuh besar di tengah perang psikis dan psycho. Kau hanya hidup di drama kecilmu sendiri.” Eliza memukul kepala Isabella sampai wanita itu pingsan.

Karena udara cukup dingin, Eliza mengeluarkan sebungkus rokok lalu mengambil satu batang, membakarnya dan menikmati setiap hisapan rokok di bibir seksinya itu.

...***...

Ruang bawah tanah mansion Archer Dragonvich tidak berbau lembap seperti sel penjara. Justru, tempat itu hening, steril, dan terlalu rapi. Lantainya marmer hitam, dindingnya dari batu granit dingin, dan di sudut ruangan berdiri meja logam lengkap dengan alat-alat penyiksaan antik yang terlihat seperti karya seni.

Eliza berdiri di sana, mengenakan gaun gelap panjang dan sarung tangan kulit. Rambutnya digulung rapi ke belakang. Wajahnya tenang. Seolah ia hendak mengajar piano, bukan menyiksa manusia.

Di hadapannya, Isabella dan sopirnya duduk di kursi logam, tangan mereka terikat, tubuh mereka basah oleh keringat dan sedikit darah dari perlakuan sebelumnya.

“Ruangan ini bagus ya, aku pikir ruang bawah tanah mansion ini sama seperti ruang di rumahku,” celetuk Eliza dengan santai.

Isabella menatapnya, masih dengan tatapan sombong, tapi napasnya sudah mulai goyah.

“Jika kau ingin membunuhku, lakukan saja, nenek.”

Eliza tersenyum, lalu berjalan ke meja, mengambil satu wadah logam berbentuk mangkuk kubah, dan sebuah tikus putih yang tampak kelaparan di dalam kandang kecil.

“Ah, tidak, Isabella,” gumamnya. “Kematian terlalu cepat untuk orang sepertimu. Aku ingin kau mendengar gigitan pertama. Merasakan cakaran kecil itu saat kulitmu mulai robek.” Eliza memperlihatkan tikus kecilnya.

Isabella membelalak. “Tidak... tidak…”

Sopirnya mulai menggeliat panik tapi tubuhnya terikat kuat.

Dua tempat tidur sudah disiapkan dan Eliza membaringkan Isabella dan sopir itu di atas ranjang dan mengikatnya dengan kuat sehingga tak bisa bergerak lagi. Tangan, kaki serta leher dan tak ada celah untuk menghindar.

Penjaga mansion kemudian mundur teratur dan membiarkan Eliza untuk melakukan eksekusi pada Isabella dan sopir tersebut.

Eliza membuka baju Isabella dengan gunting, membiarkan bagian atas itu tidak mengenakan apapun, begitu juga dengan sopir tersebut. Kini mereka berdua telanjang dada.

Eliza meletakkan tikus lapar itu di perut Isabella yang kini telanjang, lalu menutupnya dengan wadah logam kubah. Tikus itu mulai mencakar dinding logam, panik. Isabella tahu apa yang akan terjadi sebentar lagi pada dirinya. Tikus itu terus berjalan sehingga membuat sensasi geli untuk saat ini di perutnya.

“Ini teknik lama,” kata Eliza pelan. “Digunakan pada masa kekaisaran, Gestapo, bahkan oleh keluarga Romanov untuk menginterogasi pengkhianat. Tikus, ketika kelaparan dan terjebak, hanya punya satu jalan keluar. Dan itu adalah… menembus apapun yang bisa membuat dia keluar. Daaaaannn... tikus adalah hewan yang tidak tahan dengan panas, jadi mereka akan terus mengorek jalan agar bisa keluar dari perangkap wadah logam ini.”

Dengan tenang, Eliza mengambil obor las kecil dan menyalakan apinya menatap sang sopir lebih dulu.

Sopir Isabella mulai menjerit. “TIDAK! TOLONG! DIA AKAN—”

Suara logam panas menyentuh bagian atas wadah, menciptakan deritan tajam dan suara mencicit liar dari dalam. Tikus itu mulai menggali, menggali dengan panik, mencari jalan keluar, ke bawah, ke dalam perut si sopir.

Tikus kecil yang kepanasan itu terus menggali jalan agar bisa keluar dari panasnya wajah tersebut dan dia menggigit perut hingga robek.

Sopir mulai menjerit. “AAAHH!! HENTIKAN! HENTIKKAN AAARGHHHH!!”

Tubuhnya menggeliat. Jeritannya melengking dan teredam oleh dinding kedap suara. Darah mulai menetes dari sisi wadah logam.

Eliza berdiri tenang, tak berkedip. Sorot matanya dingin seperti es Siberia.

Ia mendekat ke telinga Isabella dan berbisik,

“Untuk setiap kebohongan yang kau tanamkan dalam hidup cucuku Rayden… aku akan menumbuhkan kebenaran lewat rasa sakit. Lihatlah! Betapa menderita sopirmu itu, tenang saja, kau akan dapat bagian juga.”

Kemudian ia beralih ke Isabella, yang kini menangis dan memohon, keangkuhan tadi sudah hilang dalam dirinya.

“Jangan Eliza, aku akan meminta maaf pada mereka dan mengakui semua kesalahanku.”

“Untuk apa kau mengakui? Bukannya sudah ketahuan dan kau sangat tidak pantas diberi pengampunan.” Eliza menyalakan api lagi.

“Dan tikus hanya tikus,” jawab Eliza singkat.

Ia mengganti mangkuk logam baru, meletakkannya di perut Isabella, dan memasukkan tikus kedua. Api kembali menyala.

Dalam ruang hening itu, hanya ada suara cakaran kecil, suara daging robek, dan tangisan pecah yang memudar menjadi isak tak berdaya.

Setelah 10 menit, Eliza mematikan api. Ia menyeka tangannya dengan sapu tangan putih. Darah sedikit terciprat di lengan gaunnya.

“Aku sudah terlalu tua untuk menyiksa orang. Tapi anehnya, aku masih menikmatinya.”

Ia berbalik dan berjalan keluar, meninggalkan ruangan yang masih bergema dengan penderitaan.

Pintu baja tertutup rapat. Meninggalkan Isabella dan sopir yang sekarat karena perut mereka telah dirobek dan digigit habis oleh tikus lapar tersebut.

Eliza kembali menyalakan rokoknya dan tersenyum.

“Ternyata Rat Torture itu menyenangkan ya, sensasinya luar biasa. Ckck dulu Archer mengajarkannya pada Marlo dan sekarang aku mempraktekkan ajaran Archer pada Isabella. Wow... dunia ini memang indah ya,” racau Isabella yang diikuti senyum dari penjaga yang berjalan di belakangnya.

...•••Bersambung•••...

1
Putri vanesa
Semoga Maula kuat dan msih aman sma yg lainnya, Ray knpa gk minta tolong papamu dan om axelee
Putri vanesa
Sukaa banget setelah sekian lamaaaa Mauuulaa ❤️❤️
Vohitari
Next, seriesnya seru thor
Pexixar
Lanjut lagi
Miami Zena
Series yg paling ditunggu, mentalku aman kok thor
Sader Krena
Lanjutan ini selalu kutunggu, cepat rilis thor
Flo Teris
Selalu nungguin series nya, btw mentalku aman banget
Cloe Cute
Segerakan series 3 kak, udah gak sabaar aku tuh
Bariluna Emerla
Aku menunggu series 3 kak
Zayana Qyu Calista
Sedih kan kamu Ray, mana istri lagi hamil lagi kamunya berulah. Sekarang Maula hilang malah kelimbungan, cepat rilis yang ketiga kak, udah gak sabar mau baca
Rika Tantri
Puas banget sama pembalasan Maula tapi kesel banget sma Rayden. Udah tau si barabara itu otaknya gesrek, masih aja diikutin
Zayana Qyu Calista
Ditunggu banget nih series 3, yg paling dinanti ini mah. Cepetan kak ya
Arfi
Cepat di rilis kak, gk sabar aku
Arfi
Puas banget sama Maula ih, salah cari lawan kan lo Bar
Hanna
Kamu tuh ceroboh banget tau dak sih Ray, gak bisa baca apa kalo dia pura2
Hanna
Wajar aja Maula ngamuk dan ninggalin kamu Ray, dia ngeliat pergulatan panas kamu sama barbara.
Hanna
Puas banget aku weehh
Hanna
Dia nyoba ngeracau pikiran Maula ini mah
Ranti Zalin
Puas banget ngeliat dia diginiin, mampos
Ranti Zalin
Bikin masalah nih org njirr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!