menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ide liana
“𝘓𝘪𝘢𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘭𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘢𝘫𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘙𝘦𝘷𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨. 𝘔𝘢𝘬𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘴𝘱𝘰𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘓𝘪𝘢𝘯𝘢, 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯.”
“𝘓𝘪𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪, 𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘧𝘪𝘳𝘢𝘴𝘢𝘵 𝘬𝘶 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘮𝘱𝘶𝘭𝘬𝘢𝘯. 𝘞𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘮𝘶𝘯𝘤𝘶𝘭, 𝘓𝘪𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘦𝘬𝘴𝘱𝘳𝘦𝘴𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘫𝘶𝘵. 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘓𝘪𝘢𝘯𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢𝘭 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯?”
Perkataan Elvano terus membuat Arion kepikiran, tidak mungkin Liana tahu semua tentang musuhnya.
Jika musuh saja tahu itu artinya Liana juga tahu identitasnya sebagai Mafia, kalau misalkan sudah tahu kenapa sikap Liana seperti biasa saja tidak ada rasa takut atau waspada.
Membicarakan soal Liana, Arion jadi kepikiran soal mimpinya beberapa hari yang lalu saat berada di pulau. Ia bermimpi kalau seorang gadis pergi meninggalkannya dan meninggal karena sebuah tembak4n. Hampir sama persis dengan mimpinya.
Tapi ia tidak tahu siapa yang menemb4k, hanya saja teman-temannya malah menyalahkan dirinya seakan-akan semua penyebab gadis itu pergi dan meninggal adalah kesalahannya. Ini tidak ada hubungannya dengan cerita Elvano 'kan?
Arion jadi semakin takut kalau terjadi sesuatu pada Liana, apalagi ini jauh dari pengawasannya. Yohan pun tidak ada kabar untuk mencari keberadaan Liana, saat ini juga teman-temannya sedang sibuk mencari Liana dengan cara mereka sendiri.
"Apa pun itu, aku tetap menginginkannya dalam keadaan baik-baik saja," gumam Arion.
"Aku akan membunvh orang yang berani menyentuh mu!"
-
-
-
Sekarang Arvin dan Marvin tidak ada di Mansion, Liana bisa melakukan apa saja di sini yah walaupun hanya di kamar karena di kunci. Pasti di luar pintu ada penjaga yang ditugaskan oleh Marvin, lagian jika kabur ia tidak tahu tempat di sini.
"Yang benar saja, di kurung tanpa dikasih makan. Minimal beri minum!" celotehnya.
Liana mengetuk pintu, "Bisa tolong bukakan pintunya? Aku lapar!" kata Liana, berharap bahwa penjaga diluar membukakan pintu.
Cklek.
Pintu terbuka sedikit.
"Anda tetap di sini, saya akan mengambilkannya!"
Liana jadi teringat, ia pernah melakukan ini sebagai alasan lapar untuk mencuri ponsel salah satu pelayan untuk bisa menghubungi Ayahnya, tapi kali ini ia tidak akan melakukan hal yang sama.
Liana mengangguk, pintu kembali tertutup rapat.
Tak lama kemudian pintu kembali terbuka, seorang pelayan wanita membawa hidangan makanan dan di taruh meja di hadapan Liana, karena ia duduk di sofa.
Setelah itu pelayan itu pergi tanpa mengatakan apa pun.
"Pelayan di sini kurang sopan, yah tentu saja aku tidak berharap mereka menghormati tamu," gerutu Liana.
Liana menyantap makanan tanpa ragu, memang enak. Makanan orang kaya memang tidak pernah gagal, apalagi di Mansion yang besar ini pasti ada juru masak khusus tidak mungkin sembarang orang.
"Sepertinya ada yang terlewat," kata Liana meletakkan sendok.
"Seingat ku, setelah aku di culik bukan kah Marvin melakukan pel3ceh4n pada ku? Atau karena semalam aku pingsan dan kebebasan tidur sehingga Marvin tidak bisa melakukan aksinya?" bermonolog sendiri.
"Bisa jadi sih," angguk nya.
Sepertinya ia tidak perlu susah-susah mengubah takdir, yang penting ia harus bisa menghindar dan melawan saja tidak perlu mencari cara apa pun itu.
"Pasti Arion akan marah kalau aku melakukan hal ini,"
Pastinya, mereka sangat posesif jika Liana dekat dengan pria lain apalagi sampai mengobrol. Tapi, demi bisa bertahan hidup di sini Liana terpaksa harus berbaur dengan orang-orang termasuk Arvin dan Marvin.
"Perkiraan ku, Arvin dan Marvin akan kembali pada malam hari. Jadi, aku harus membujuk penjaga itu agar aku bisa keluar dari kamar. Tapi tidak sekarang, melainkan malam nanti agar aku tidak kelamaan menunggu 2 pria itu," Liana mengusap leh3rnya.
Ia menatap sup daging di mangkuk, ia jadi merindukan Ayahnya dan juga mereka.
"Apa karena aku terlalu dekat dengan mereka sampai 1 hari tidak bertemu sudah merindukannya? Sepertinya ada yang salah dengan 0tak ku ini."
-
-
Malamnya.
Liana berjalan melewati tangga, di belakangnya ada 2 penjaga yang bertugas mengawasi Liana.
“𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶𝘵𝘪 𝘬𝘶! 𝘈𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘬𝘢𝘮𝘢𝘳 𝘮𝘢𝘯𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪 𝘬𝘢𝘸𝘢𝘭! 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘭𝘶 𝘺𝘢𝘩?!” batin Liana memaki.
Liana berhasil membujuk 2 penjaga kekar ini dengan alasan jenuh di dalam dan ingin berkeliling Mansion, padahal Liana sudah memenuhi syarat yang di berikan penjaga itu. Ia boleh keluar tapi harus di kawal, jadi ya tidak salah kalau mereka mengikutinya walaupun sampai kamar mandi.
Liana melirik sebuah pintu yang terbuat dari besi logam yang di mana tempat turun otomatis yaitu Lift agar lebih cepat sampai di lantai yang diinginkan.
“𝘈𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘵𝘶𝘭, 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵. 𝘛𝘢𝘥𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘓𝘪𝘧𝘵, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘢𝘬𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘭𝘶𝘳 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶, 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘈𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪,”
“𝘉𝘢𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘈𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘥𝘪 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘯𝘵𝘳𝘰𝘨𝘢𝘴𝘪 𝘬𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘴𝘪𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘶 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶 𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘦𝘳𝘩𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘫𝘶𝘳 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶. 𝘋𝘢𝘯 𝘬𝘦-𝘥𝘶𝘢, 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘶 𝘈𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘳𝘪𝘬 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘶 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘴𝘶𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘳𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘤𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩, 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘬𝘢𝘪 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘨𝘳𝘦𝘴𝘪𝘧. 𝘈𝘬𝘶 𝘳𝘢𝘨𝘶 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘪, 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 8 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬,”
“𝘈𝘨𝘳𝘦𝘴𝘪𝘧 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘤𝘪𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢, 𝘣𝘪𝘴𝘢-𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘭𝘰𝘭𝘰𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘮𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢. 𝘔𝘢𝘳𝘷𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘴𝘦𝘢𝘨𝘳𝘦𝘴𝘪𝘧 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘱𝘢𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘈𝘳𝘷𝘪𝘯, 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘬𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪,”
“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘯𝘺𝘢𝘮𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘳𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘤𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 ....”
"Nona, di depan anda ada kaca!"
Liana melihat ke depan, kaca? Oh astaga, ternyata setelah di perhatikan lagi di depannya adalah kaca transparan sebagai lapisan ruangan untuk masuk dan keluar. Sangking mengkilapnya ia jadi tidak bisa membedakan mana kaca dan mana yang tanpa kaca, pasti jika tidak di beritahu dirinya pasti menabrak kaca tersebut.
Oh, kaca?
“𝘖𝘩 𝘺𝘢! 𝘈𝘬𝘶 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘥𝘦!” senyum Liana smirk.
Arvin dan Marvin masuk ke dalam Mansion setelah urusan mereka dengan sang Ayah selesai. Arvin melonggarkan dasi dan melepaskan jasnya, sedang Marvin malah melepas kancing kemejanya bagia atas 2 kancing.
"Seharusnya Kakak saja yang pertama menikah, dengan begitu kita tidak di kengkang terus oleh Pak tua itu!" Marvin.
Arvin melirik sinis dan tidak menanggapi adiknya.
𝘗𝘙𝘈𝘕𝘎!
Arvin dan Marvin terkejut kala mendengar suara pecahan barang, keduanya menoleh bersamaan. Terlihat seorang gadis berdiri sambil bersembunyi di samping lemari kayu, ternyata Liana. Liana menatap pecahan barang sambil menutup mulvtnya.
"Bagaimana bisa kau keluar dari kamar?!" tunjuk Marvin.
Liana menggelengkan kepalanya lalu melangkah pergi.
𝘋𝘜𝘎𝘏!
Saat Liana hendak pergi dirinya menabrak kaca transparan sampai dirinya jatuh ke lantai.
Arvin dan Marvin malah terdiam kemudian saling menatap.
"Aww, sshh~ sa–kit!" gumam Liana mengusap kening dan hidungnya.
Marvin menghampiri Liana dengan langkah tegas, "Gadis bod0h! Kau ingin mencoba kabur, yah?!"
Arvin mengalah pandangan menutup mulvtnya dengan punggung tangan. Ada-ada saja.
Liana mendongak sambil menutup hidungnya. Arvin melirik Liana yang menatap Marvin. Tiba-tiba saja ia melihat pandangan yang berbeda, dari tatapan Liana yang seperti tidak ada rasa waspada atau takut membuatnya sulit menjelaskan apa yang sebenarnya ia lihat.
Tingkah konyol itu hampir membuatnya tertawa tadi, sebenarnya apa yang ia pikirkan tentang gadis bod0h itu?
"Apa yang kau lakukan di sini?!" Marvin menarik tangan Liana untuk berdiri.
"Aku, aku haus jadi aku mau minum," kata Liana mengusap hidungnya.
"Kau beralasan?!" mata Marvin memincing.
"Tidak, tanya saja pada penjaga mu,"
"Kemana mereka?!"
"Tadi, mereka mengambilkan minum dan satunya ke kamar mandi,"
Marvin menatap Liana mencari kebohongan, alasannya membuat Marvin kurang percaya jadi mau tidak mau tetap harus bertanya pada penjaga yang ia tugaskan.
"Tuan!"
Marvin dan Arvin menoleh, 2 pria yang bertugas mengawasi Liana datang lalu mereka membungkuk pada Tuannya.
"Dari mana saja kalian?!" tanya Marvin.
"Saya baru saja dari kamar mandi, Tuan!"
"Dan kau?!"
"Saya baru mengembalikan gelas yang di minta Nona ini,"
Marvin melirik Liana yang sedang mengusap hidung, lalu Liana juga ikut melirik karena ia merasa sedang diperhatikan.
"Pergilah!" suruh Marvin pada 2 anak buahnya. Mereka membungkuk lalu pergi.
"Dan kau, ikut aku!" Marvin menarik paksa Liana.
“𝘖𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬! 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯! 𝘈𝘳𝘷𝘪𝘯, 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘶 𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶𝘢𝘯 𝘮𝘶!” batin Liana menjerit sembari melirik Arvin.
Marvin terus menarik tangannya, namun.
"Tunggu,"
Marvin dan Liana menoleh ke arah Arvin.
"Aku masih ada urusan dengan gadis bod0h itu," dinginnya.
Marvin melirik Liana.
“𝘞𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢-𝘬𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘯𝘢 𝘬𝘶, 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬. 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩, 𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩!”
•••
TBC.