Sagala terkejut bukan main saat tetangga depan rumah datang menemuinya dan memintanya untuk menikah dengan putri mereka secepatnya. Permintaan itu bukan tanpa alasan.
Sagala mendadak pusing. Pasalnya, putri tetangga depan rumah adalah bocil manja yang baru lulus SMA. Gadis cerewet yang sering mengganggunya.
Ikuti kisah mereka ya. Ketika abang adek jadi suami istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F.A queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pintu : Rindu
Annisa duduk di kursi depan meja di sudut ruangan. Ia mengambil ponselnya, membidik rak penuh buku dan komik lama milik Sagala.
Setelah itu, buru-buru ia mengatur privasi status WhatsApp, bagikan hanya ke... “Abang.”
Ia mengetik caption pelan-pelan pada foto itu.
“Kalau bangun telat, namanya kesayangan kan?”
Begitu status terkirim, Annisa langsung menutup wajahnya pakai tangan.
“Ya Allah, malu banget,” bisiknya pelan. Tapi tak berhenti di situ. Ia menatap pintu kamar Sagala, lalu mengambil foto lagi.
Pada unggahan foto ini, ia memberi caption, “Kalau masuk kamar harus lewat… Rindu ya?”
Masih belum puas, ia membidik dinding putih polos dan menulis: “Rasa garam itu… asing kan?"
Satu menit. Dua menit. Lima belas menit. Satu jam. Status itu tetap tak ada tanda dilihat orang yang dituju.
Annisa menatap layar ponselnya lekat-lekat, lalu menghembuskan napas berat.
“Kumenangis... membayangkan...” nyanyinya lirih, menirukan lagu galau di kepalanya.
Ia melempar pelan ponselnya ke kasur, lalu menjatuhkan diri menyusul.
“Hufff…”
Dada terasa sesak, tapi wajahnya malah tersenyum getir. “Dasar Abang, nyebelin banget."
Dia memejamkan mata.
Cring! Notifikasi pesan masuk.
Sekejap Annisa membuka mata lebar-lebar, jantungnya langsung berdebar cepat. Ia buru-buru meraih ponsel.
“Ya Allah, ya Allah, di komentarin abang beneran! Aihhh!”
Ia membenamkan wajahnya di bantal sebentar, menjerit kecil tanpa suara, lalu cepat-cepat membuka pesan dari Sagala.
Balasan pada status pertama. “Lagi di kamar abang?”
Mata Annisa langsung berkedip cepat. Dia kan di sini tanpa sepengetahuan abang. Annisa buru-buru membalas.
“Iya, disuruh bude, Bang."
“Tadinya aku nggak mau, takut abang marah.”
“Tapi bude maksa, ya udah.”
Pesan itu baru saja terkirim, belum sempat ia tarik napas, sudah muncul tanda terbaca dua centang biru.
“Ya Allah, langsung dibaca! Alamakkk!” gumamnya panik, menutup muka dengan bantal.
Beberapa detik kemudian balasan masuk.
“Iya, nggak apa-apa.”
Annisa mengembuskan napas lega, tapi pipinya malah makin panas.
“Kalau abang nggak suka aku pulang sekarang,” tulisnya pura-pura ngambek, padahal cuma pengen digombalin balik.
Balasan datang cepat. “Emang berani pulang sendiri tengah malem begini?”
Annisa melotot lebar. Eh iya ya... mana berani.
“Minta dijemput ibulah.” balasnya.
Setelah itu tak ada balasan lagi, tapi pesan terakhir sudah terbaca.
Annisa tetap menatap layar ponselnya, berharap tiga titik tanda mengetik muncul lagi di bawah nama Sagala. Benar saja, tak lama muncul tulisan “abang sedang mengetik...”
Pesan balasan muncul di status kedua.
“Pintu.”
Lalu satu lagi, membalas status ketiga.
“Asin.”
Annisa tersenyum lebar sampai pipinya terasa hangat.
“Abang tau jokes ini nggak sih?” gumamnya pelan sambil menatap layar.
Ia mengetik balasan.
“Salah semua dong 😝”
Tak lama, balasan Sagala muncul lagi.
“Ini udah malem banget, buruan tidur.”
Annisa menatap pesan itu lama. Alih-alih tidur seperti yang disuruh, Annisa malah mengetik pesan lagi.
Ngetes nih, ngetes. Kira-kira abang tau nggak jokes ini. Kalau tau berarti umur tua, jiwa muda.
Jarinya cepat mengetik. “Es krim dari China itu namanya apa ya, Bang?” Kirim.
Muncul balasan, “Miss you.”
Eaaaaa ... Annisa langsung menutup mulutnya sendiri. Annisa mleoottt baca balesan itu. Aihh ternyata Abang tau. Jadi malu.
"Hahaa kirain abang ga tau jokes itu," balas Nisa dengan emot nyengir.
"Dah bobo sana," balas Sagala singkat.
"Baik, abang." Kali ini dia patuh. Meletakkan ponselnya dekat-dekat.
🌱🌱🌱
Pagi hari, mobil Sagala melaju tenang menembus padatnya lalu lintas Ibu Kota.
Ponselnya berdering, panggilan masuk dari Rania.
"Ya, Ran?" jawab Sagala begitu panggilan terhubung.
"Abang udah nyampe kantor belum?"
"Belum, masih di jalan nih."
"Oh syukurlah," Rania terdengar bernafas lega. "Bang, mobilku mogok. Boleh minta tolong jemput aku nggak? Aku nggak jauh dari jalan kantor kok."
"Iya. Kamu di mana?"
"Di dekat perempatan lampu merah, Jalan Melati Raya, depan toko bahan bangunan itu lho."
"Ok. Aku ke sana."
"Makasih, Bang."
Sagala memutar setir ke arah kanan, menyusuri jalan yang mulai padat. Di jalan melati, terlihat mobil derek berhenti disusul teriakan pelan dari petugas yang memberi aba-aba.
Mobil Sagala melambat, lalu berhenti tepat di belakang mobil putih milik Rania. Dari balik kemudi, ia melihat gadis itu sedang berbicara dengan mekanik, rambutnya yang panjang tergerai sebagian, tersibak angin, menampakkan wajahnya yang lembut tapi tegas.
Rania menoleh, tersenyum lega begitu melihat Sagala menurunkan kaca mobil. “Sebentar ya, Bang. Aku urus bentar sama mekanik.”
Sagala hanya mengangguk pelan. “Iya.”
Ia menunggu sambil mengetuk ringan jari di setir, matanya sesekali menatap lewat kaca spion.
Beberapa menit kemudian, Rania berjalan mendekat sambil menenteng tas kecilnya. “Makasih banyak, ya, Bang,” katanya sambil membuka pintu penumpang dan duduk. Wangi parfumnya samar, lembut, memenuhi kabin mobil.
Sagala melirik sekilas. “Udah beres mobilnya?”
“Udah, nanti dibawa ke bengkel. Aku disuruh ambil lagi sore.” Rania menoleh padanya, senyum itu masih di sana. “Untung abang belum jauh.”
Sagala tersenyum tipis. “Kebetulan lewat aja.”
🌱🌱🌱
Minggu-minggu berlalu. Dan minggu depan, waktunya Sagala kembali ke kampung untuk menjemput Annisa.
Awalnya, ia sempat ragu. Tak apa jika Annisa ingin tinggal di kampung sampai seratus harinya nenek. Tapi setelah mendengar banyak nasihat dari ayah dan ibunya, tentang tanggung jawab, tentang rumah tangga, tentang bagaimana cinta bisa tumbuh dari kebersamaan, akhirnya Sagala memutuskan untuk pulang, dua hari setelah empat puluh harinya nenek nanti.
Hari ini, Sagala sengaja pergi ke mal. Langsung menuju area furnitur.
Dia membeli, Lemari, kasur, meja belajar, dan meja rias yang unik. Setelah itu, ia berbelok ke bagian perlengkapan tidur. Memilih bantal, guling, juga seprei. Saat melewati area boneka, langkah Sagala terhenti, lalu ia memilih satu boneka Bee ukuran sedang.
🌱🌱🌱
Jangan lupa like komentar ya teman-teman. luv.
Kalian luar biasa.
😁😁😁
tiati lho bang gala nanti kalo Nisa gak manja lagi ke Abang,Abang yg kelimpungan lho🤣