SENORITA PERDIDA
...•••Selamat Membaca•••...
Leo memutuskan untuk pindah ke Madrid setelah menerima email anak buahnya yang menyebut bahwa Rayden terlihat di sekitar fakultas kedokteran Universidad Autonoma de Madrid.
Maureen tak banyak protes. Ia sudah tahu, jika Rayden muncul, berarti badai akan menyusul. Dan Madrid bukan hanya sekadar tempat belajar bagi Maula, tempat itu kini menjadi medan pertempuran antara kewarasan, cinta, dan dendam.
Maureen menata ulang furnitur dengan rapi, berusaha menyibukkan diri, sementara Leo memasang kamera pengintai kecil di dalam mobil, di halte dekat fakultas, dan bahkan menyewa dua mahasiswa teknik untuk meretas sistem keamanan gedung kampus secara diam-diam. Tidak ada yang akan menyentuh Maula, bukan ketika Leo masih hidup.
“Aku tidak mau kecolongan lagi, sudah cukup pria brengsek itu membuat masalah dalam hidup putriku.” Leo begitu emosi dengan perilaku Rayden yang semakin berani menunjukkan diri.
Rayden yang dulunya pria baik dengan segala effort yang dia miliki, kini berubah menjadi pria obsesif yang membuat Maula semakin risih.
Jam istirahat digunakan oleh Maula untuk makan di cafe dekat kampus, rasanya begitu lelah hari ini dan ia butuh ketenangan.
Semenjak kejadian di New York dua bulan yang lalu, dirinya tidak pernah lagi bertemu dengan Rayden karena Leo selalu membatasi. Namun, beberapa hari ini Rayden kembali dengan sikap yang jauh lebih posesif dan obsesif pada Maula, dia selalu ingin membawa Maula kabur tapi gadis itu tidak pernah mau.
Maula duduk di cafe sendiri dengan laptop di hadapannya, tiba-tiba Rayden datang dengan pakaian serba hitam menggunakan penutup wajah dan menodongkan pisau kecil ke pinggang gadis yang masih berstatus istrinya.
“Ikut aku, Piccola. Aku ingin bicara berdua, jangan bertindak gegabah karena aku tidak ingin anak buah ayahmu curiga dan terjadi keributan di sini.” Suara Rayden tegas dan mendominasi.
Maula menutup laptopnya perlahan lalu berdiri dan mengikuti langkah Rayden hingga dia sampai di mobil, Rayden membuka pintu mobil dan Maula masuk.
Rayden menutup seluruh tirai mobil dan pergi menuju lokasinya sendiri, sebuah rumah sederhana yang dia jadikan markas Vindex. Maula berjalan tanpa suara, ia masuk mengikuti Rayden ke dalam sebuah kamar yang terlihat sangat rapi dan nyaman untuk ditempati.
Maula duduk di tepi kasur, diikuti oleh Rayden yang kini sudah membuka jaket dan penutup wajahnya.
“Ada apa?” tanya Maula dengan suara dingin dan ekspresi datar.
“Aku merindukanmu, Piccola. Kenapa kau makin hari makin menjauhi aku?” Maula menghela napas dan mengusap wajah lelahnya.
“Aku hanya berpikir realistis Ray, aku tidak mau membuat kedua orang tuaku terbebani lagi, sudah cukup mereka sabar selama ini.”
“Bagaimana denganku?”
“Selama ini aku selalu memikirkan perasaanmu hingga aku abai dengan perasaan kedua orang tuaku. Mereka hanya ingin aku bahagia dan aman.” Nada bicara Maula mulai naik satu oktaf.
“Aku seperti ini juga karena kamu, Piccola. Aku berjuang sejauh ini hanya untukmu, kau tidak bisa meninggalkan aku semudah ini. Kau itu istriku.” Maula menatap datar Rayden.
Ia menjawab dengan ringan, “Ya sudah, ayo kita bercerai. Pernikahan ini tidak akan membawa kebahagiaan apapun dalam hidup kita.” Rayden membulatkan matanya.
“Cerai? Semudah itu? Apa kau sudah mulai menemukan pria lain hah?” Rayden yang tersulut emosi mengcengkeram lengan atas Maula dengan kuat.
“Tidak ada siapa pun Rayden. Aku hanya ingin tenang dengan keluargaku, itu saja.”
“Lalu bagaimana denganku? Aku masih membutuhkan kamu.”
“Lupakan aku dan cari saja wanita lain untuk kau nikahi. Aku tidak mau lagi melanjutkan hubungan ini Rayden.” Rayden semakin memperkuat genggaman tangannya di lengan Maula hingga gadis itu sedikit meringis karena lengannya sempat sakit karena cedera saat praktek kemarin.
Tak lama, darah perlahan mengalir dari lengan bekas cengkeraman Rayden sehingga jas putih Maula berubah perlahan menjadi merah darah.
Rayden yang merasa tangannya basah langsung melepaskan cengkeraman tersebut lalu mengambil kotak obat. Ia membuka jas Maula dan mengobati lengan yang terkena sobekan pisau dengan baik lalu kembali memalutnya.
Maula mulai terisak pilu dan Rayden terdiam. Dia mengangkat pandangan dan melihat mata Maula memerah, pipinya basah dan ia sesegukan.
“Maaf... aku tidak bermaksud menyakiti kamu.” Rayden menghapus air mata itu dengan ibu jarinya.
“Kenapa kau masih mengejar aku? Sudah jelas aku tidak akan bisa memberikan apapun padamu. Aku tidak mau melihat kau dibentak dan dipukuli Papaku lagi Rayden.” Tangis Maula akhirnya pecah, Rayden memeluk istrinya itu dan mencium kepalanya.
“Aku cukup mengenali dirimu, kau sangat mencintai aku. Aku akan berusaha meyakinkan papamu dengan hubungan kita, jangan menangis lagi.” Maula menatap Rayden dan menangkup wajah suaminya itu.
“Aku akan coba bicara dengan Papa ya, semoga saja dia mau mengerti dan menerima pernikahan kita. Kau mau bersabar kan?” Rayden tersenyum dan mengangguk.
“Aku akan selalu bersabar, aku akan tetap memantaumu dari jauh, aku hanya ingin kau aman dan terlindungi.”
“Bagaimana dengan New York?”
“Aku memberikan tanggung jawab penuh pada Advait, dia yang mengendalikan semua di sana. Aku akan menetap dan mengurus organisasi di sini sambil memantau dirimu.” Maula tersenyum lalu mencium lembut punggung tangan suaminya, dia merebahkan kepala dengan manja di kedua paha Rayden.
Tangan Rayden mengelus lembut rambut istrinya.
“Aku lelah, dari semalam aku belum istirahat penuh dan nanti sore aku harus kembali ke rumah sakit, tubuhku sakit semua,” keluh Maula dengan manja.
“Mau aku pijat?”
“Tidak.” Rayden terkekeh karena mengerti arah pikiran istrinya.
“Aku tidak akan menyentuh dirimu secara lebih, aku akan melakukan hal itu jika kita sudah meresmikan pernikahan dan mendapat restu dari orang tuamu.”
“Benar ya? Aku tidak mau ada drama tiba-tiba hamil, kuliahku bagaimana nanti?”
“Iya Piccola, aku mengerti kondisimu.”
Maula membuka seluruh pakaiannya dan Rayden memberikan pijatan lembut hingga Maula tertidur. Rayden menutupi tubuh polos istrinya dengan selimut tipis dan berbaring di samping Maula.
Dengkuran halus itu menandakan kalau Maula sudah pulas dan Rayden mengusap pipi istri kecilnya.
“Sabar? Aku akan selalu sabar menunggumu, aku tahu kalau kau mencintai aku sebesar itu Piccola. Kita hanya butuh waktu dan restu, aku akan mendapatkan keduanya. Aku menikahimu hanya untuk mengikat kamu agar tidak dimiliki oleh pria lain, aku terlalu takut menerima kenyataan kalau suatu saat nanti, Leo akan menjodohkan kamu dengan pria lain.” Rayden berkata lirih penuh arti, tatapannya penuh cinta pada istrinya itu.
Perut Maula berbunyi, Rayden tersenyum tapi dia membiarkan Maula istirahat dulu.
Rayden keluar kamar dan memerintahkan anak buahnya untuk mencarikan makanan. Lalu dia masuk kembali dan memilih tidur di samping istrinya sambil memeluk Maula.
...•••Bersambung•••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Veer Kuy
Rayden, ada baiknya kamu luluhkan kedua org tua maula dulu, leo hanya berusaha menjaga anaknya dan kamu sudah begitu sering membuat anaknya celaka. Turunkan ego kamu dulu lah
2025-05-28
0
Lira Cantika
Update ulang y kak? pantesan bru masuk di aku lagi
2025-05-28
1
Rina Meylina
Perjuangan rayden emg udh bagus dan keren tp dgn kawin lari bgni, jelas saja leo sampai ngamuk dan marah besar, kurang cantik mainmu Ray
2025-05-28
0