NovelToon NovelToon
Bukan Sekolah Biasa

Bukan Sekolah Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Misteri / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Light Novel
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Vian Nara

Sandy Sandoro, murid pindahan dari SMA Berlian, di paksa masuk ke SMA Sayap Hitam—karena kemampuan anehnya dalam melihat masa depan dan selalu akurat.

Sayap Hitam adalah sekolah buangan yang di cap terburuk dan penuh keanehan. Tapi di balik reputasinya, Sandy menemukan kenyataan yang jauh lebih absurb : murid-murid dengan bakat serta kemampuan aneh, rahasia yang tak bisa dijelaskan, dan suasana yang perlahan mengubah hidupnya.

Ditengah tawa, konflik, dan kehangatan persahabatan yang tak biasa, Sandy terseret dalam misteri yang menyelimuti sekolah ini—misteri yang bisa mengubah masa lalu dan masa depan.

SMA Sayap Hitam bukan tempat biasa. Dan Sandy bukan sekedar murid biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vian Nara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21 : Menuju Ujian

"Ujian sebentar lagi. Apa aku harus bersikap lebih keras untuk nanti?" Pak Rolex meminum kopi.

Pak Rolex mengingat waktu di mana saat dirinya sedang menguji para murid berkemampuan. Ujian dari Pak Rolex adalah bertarung dan melihat siapa yang bertahan hingga akhir.

"Saya tidak akan menahan diri! Persiapkan saja diri kalian!" Tangan Pak Rolex kemudian bersinar terang dan sangat panas.

Ruang guru sudah sepi. Hanya tinggal beliau saja seorang diri di sana, katanya ingin menyelesaikan sesuatu perihal ujian yang akan di laksanakan SEGERA.

"Rolex?!" Pak kepala sekolah tiba-tiba muncul.

"Eh, Pak Ghani? Kenapa bapak masih ada di sini? Bukannya jam segini biasanya bapak sudah meninggalkan sekolah?"

"Saya ingin membahas perihal ujian untuk orang-orang berkemampuan sepertinya dengan anda." Jawab Pak Ghani atau kepala sekolah.

"Bukankan kita biasanya, jika diskusi itu harus dengan seluruh staff pengajar, ya? Pak Rolex menyilangkan tangannya di dada.

"Sudahlah. Kita harus mempercepat dan nanti juga akan kita diskusikan kembali dengan semua staff pengajar yang khusus menangani siswa-siswi berkemampuan." Pak Ghani mengambil buku tugas acak siswa di meja guru yang lain.

"Untuk apa kita harus buru-buru, pak? Seperti tahun lalu, ujian juga bahkan tidak akan banyak yang berubah." Pak Rolex protes dengan nada masih normal.

"Ini semua demi perubahan besar, Role–"

Pak Rolex mencekram Kepala Pak Ghani lalu membantingnya keluar jendela dari lantai dua, mengarah ke tengah lapangan sekolah.

Yah, sekolah dengan lima lantai. Beruntung saja tidak di lempar dari lantai teratas.

"R-Rolex.. Apa yang telah kau lakukan?" Pak Ghani meringkih kesakitan.

"Maaf saja, ya. Pak Ghani tidak akan bertindak seperti itu." Pak Rolex menatap dingin orang yang ternyata menyamar sebagai Pak Ghani.

Pak Rolex mengambil bola kasti yang kebetulan ada di ruang guru, lalu melemparkannya dalam posisi seorang pelempar bola yang handal.

WUSH! Cepat sekali. Melesat dengan kecepatan tinggi dan mengarah kepada orang yang menyamar sebagai Pak Ghani.

BOOM!

Bola tersebut kemudian meledak dengan skala kecil di sekitar orang tersebut dan membuatnya terangkat ke udara lalu terjatuh bebas ke tanah. Tulangnya pun ikut patah di sertai luka lainnya.

Pak Rolex dengan Santai berjalan menghampiri orang yang menyamar. Butuh tiga menit untuk sampai. Pak Rolex santai karena tahu orang tersebut tidak akan bisa kabur karena tulangnya yang sudah patah.

"Ini sudah yang ke sepuluh kalinya." Pak Rolex menyalakan puntung rokok.

"Siapa yang mengirimmu? Apa tujuanmu di utus kemari? Kau pengkonsumsi obat terlarang, ya?" Pak Rolex menyidik.

Mata orang tersebut berwarna. Memang manusia memiliki warna mata yang berbeda, tapi yang satu ini berbeda sama sekali. Warnanya tidak seperti gen pada umumnya.

"Ternyata benar." Pak Rolex membuang asap.

Setelah kejadian yang menimpaku, Nara dan Bora lima bulan lalu. Peneliti dari tim khusus SMA Sayap Hitam waktu itu mulai meneliti tentang obat tersebut dan mengungkapkan banyak sekali hal yang membingungkan serta belum pasti.

Setelah pulang dari misi yang tidak ada di dalam tugas OSIS. Aku di buat kaget bukan main saat selesai melaporkan.

Karena sekolahku ini bukan hanya sebuah Sekolah. Ada sebuah Ruang bawah tanah yang ternyata adalah sebuah asrama penampungan orang-orang berkemampuan dari semua umur. Mereka semua di tampung di sana. Selain itu ada fasilitas lainnya seperti kantin khusus, kesehatan dan ruangan paling serius, penjara dan ruang interogasi.

Tujuan kami adalah melindungi orang-orang seperti kamu dari tangan-tangan jahat yang ingin memperalatnya.

Apakah kau bagian dari mereka? O3PMI?" Pak Rolex menginjak dada orang yang menyamar sebagai Pak Ghani palsu.

Aku sengaja merahasiakan hal ini dari pihak sekolah. Karena jika aku bocorkan... Mungkin akan terjadi kepanikan besar di lingkungan sekolah ini.

"Cepat katakan!" Pak Rolex menginjak dada lawan dengan semakin kuat hingga membuatnya menjerit kesakitan.

"Ampuni A-aku! A-Aku memiliki anak istri yang harus makan. Aku terpaksa mengambil pekerjaan ini." Lawan bicara Pak Rolex berbicara dengan susah payah.

"Aku tahu itu. Tapi coba kau pikirkan! Mengambil pekerjaan untuk menjadi mata-mata yang bahkan kau sendiri tidak tahu apa maksud dari orang yang menyuruhmu, di pastikan orang lain termasuk keluargamu sendiri dalam bahaya besar." Pak Rolex menurunkan kakinya dari dada lawan bicaranya.

"Tetap saja kau akan di tahan untuk sementara waktu dan akan aku lepaskan jika informasi yang di inginkan olehku terpenuhi. Dan saya akan menjamin untuk sementara waktu keluargamu dalam asrama kami." Pak Rolex menghembuskan nafas panjang.

"Lebih baik begini. Aku sudah membulatkan tekadku. Aku tidak akan di bawah perintah mereka lagi." Irliana bersembunyi di balik pepohonan.

BOOM!

Tanah di sekitar pohon itu meledak oleh bola yang di lempar kembali oleh Pak Rolex.

"Siapa di sana!" Serunya.

Dari semak-semak belukar di dekat pohonnya, munculnya seekor kelinci kecil yang lucu berwarna putih.

"Ternyata hanya kelinci." Pak Rolex mengisap rokoknya kembali lalu tidak lama dia membopong tubuh orang yang menyamar sebagai pak Ghani palsu.

"Hampir saja." Irliana bernafas Lega.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Deka berbisik dari belakang.

"Deka?!" Irliana melompat kaget sekaligus merinding karena hal yang telah Deka lakukan.

"Tidak usah terkejut begitu. Kenapa kau masih berada di sekolah? Tumben banget. Biasanya kan kalau bel pulang sudah berbunyi, kau langsung pulang atau main terlebih dahulu dengan teman cewek yang lain." Deka menatap layar ponselnya karena ada pesan masuk.

"A.. I-ya... "

Deka selalu percaya padaku dan tidak pernah berbohong. Masa aku harus membohongi dia. niatku masih berada di sekolah adalah memastikan bahwa pergerakan organisasi sudah memiliki jalan sendiri saat aku sengaja memutuskan hubungan dengan mereka. Dan inilah yang mereka lakukan.

"Aku kan salah satu pengurus di eskul volley, nah aku tadi kebetulan di suruh sama ketua eskul untuk meriksa bola saat tadi sudah selesai latihan karena mereka lupa. Seharusnya mereka menghitung sembari mengembalikannya." Irliana mencoba tenang.

"Oh, begitu. Baiklah." Deka menyimpan ponselnya ke saku.

"Ayo, kita pulang bersama." Deka tersenyum.

Jarang banget Deka tersenyum. Aku memang sudah pernah melihat dia senyum, sih. Tapi selalu saja aku belum terbiasa.

Deg! Deg! Deg!

Jantung malah tidak bisa di ajak kerjasama sama sekali.

"Irliana?!" Deka memanggil bingung.

"Irliana?!" Deka menepuk bahu Irliana yang membuatnya kaget.

"Apa?!" Irliana benar-benar kaget.

"Kamu mendengarkanku tidak?" Deka menyilangkan tangan di dadanya.

"I-iya. Ayo kita pulang bersama." Wajah Irliana memerah.

"Loh, Irliana baru mau pulang?" Deka dan Irliana berpapasan dengan Pak Rolex di gerbang sekolah.

"I-iya pak." Irliana mengangguk.

"Aku yang mengizinkanmu untuk menggunakan lab komputer dengan bebas agar kau bisa berkerja menjoki game PC, tapi jangan sampai sesore ini, Deka." Pak Rolex sedari tadi memperhatikan Deka yang menatap layar handphonenya.

Ucapan Pak Rolex sama sekali tidak ditanggapi oleh Deka.

"Kamu mendengar saya, tidak?!" Pak Rolex kemudian mengusap muka.

"Ya sudahlah. Ini memang sifatmu." Pak Rolex menghela nafas dan menggaruk kepala belakangnya.

"Kalian Begitu, kalian berdua hati-hati di jalan." Pak Rolex tanjap gas dengan motornya.

"Kenapa kau tidak menjawab Pak Rolex tadi?" Irliana bertanya. Membuka topik agar perjalanan tidak hanya diam membisu saja.

"Dia memang sering bertanya tentang hal sama seperti itu ketika aku pulang sore selalu."

Sebenarnya aku pun tidak enak karena sama sekali tidak meresponnya. Mungkin ini yang di sebut orang yang berjasa akan selalu di hormati.

"Wah-wah.. Ada yang ingin berkhianat sepertinya. Tapi itu tidak masalah. Kali ini mereka yang telah mengusik organisasi akan segera menderita." B mengamati dari atas gedung tujuh lantai dengan teropongnya lalu menatap sekolah dengan senyuman jahat.

...****************...

Sore hari yang cerah seharusnya aku pakai untuk joging. Tapi enaknya diam di rumah. Mager. Siapa yang tidak mager di negara ini. Ngaku saja kalian.

Aku duduk di meja belajar—sesudah lima bulan semenjak membawa sample obat terlarang—Motif O3PMI semakin abu-abu. Bahkan tugas OSISku semakin berat. OSIS di duniaku ini tidak hanya seperti mengurus event ini dan itu seperti sekolah biasa. Memang mengurus juga yang seperti itu, tapi ada tambahan yang tidak biasa.

Kami berserta bahkan sekutu dari sekolah yang lain harus menyelamatkan orang-orang berkemampuan lain yang masih berkeliaran di luar sana dan menggunakan kemampuannya seenaknya.

Sudah banyak sekali aku terjun. Tapi ini lebih baik daripada di sekolahku sebelumnya. SMA Berlian.

Banyak sekali orang berkemampuan yang di bawa oleh kami ke fasilitas Sekolah entah Sayap Hitam, Elang Merah, Palu Adil bahkan SMK Jangkar Pelita.

Kami saat ini berusaha sebaik mungkin menutupi jejak keberadaan orang berkemampuan meskipun pastinya para penjahat di luar sana sudah mengetahuinya.

"Rumit sekali." Aku meregangkan otot-otot tubuh.

Buku yang sedang aku baca adalah kumpulan artikel dan sejarah. Siapa tahu ada petunjuk tentang O3PMI.

"Ya, itu, benar." Kak Anastasia entah darimana tak kasat mata sudah duduk di kasurku.

Aku terkejut dan mengelus dada. Aku kira itu pocong. Beberapa waktu lalu, aku dan empat sekawan absurd lalu mengunjungi rumah angker. Katanya uji nyali berhadiah. Hadiahnya? Indomie lima bungkus.

Coba tebak apa yang terjadi? Jika kami lari karna ketakutan bertemu hantu, itu salah.

Empat sekawan absurd malahan membuat para hantu tidak ada harga dirinya. Tuyul di ajak balap lari, Banaspati dijadiin bola kasti, Kuntilanak rambutnya di botakin dan yang lebih parah itu pocong.

Pocongnya malah di jadikan guling untuk tidur, samsak, Bahkan sampai di cuci mukanya sampai glowing. Wow. Dan dia marah karena hal itu.

Aku juga tidak diam. Sekelas genderuwo saja aku luncurkan petasan kupu-kupu sampai matanya picek sebelah.

"Aku kira pocong." Aku bernafas lega.

"Loh, kamu lebih takut pocong daripada manusia?" Tanya Kak Anastasia.

"Bukan gitu, kak. Kakak kan memang selalu muncul tiba-tiba kayak ninja. Sandh takut ke pocing itu bukan takut di takutin, tapi di kerjain balik." Jawabku.

"Pocong yang ini?" Kak Anastasia menunjuk ke arah guling yang sedang dia injak yang rupanya si pocong.

"Lah benaran ada." Aku kaget.

"Ni-niat pengen balas dendam malah di timpa hal tidak terduga." Pocong berbunga-bunga.

WUING!

Kak Anastasia melempar si pocong ke luar dari rumah jauh-jauh.

"Ada apa kakak datang? Udah siap ketemu Mamah sama Papah?" Tanyaku.

Beberapa bulan berlalu, aku mulai menerima Kak Anastasia sebagai Kakaku. Ingatanku perlahan kembali dan benar-benar ada sebuah kenangan tentang Kak Anastasia bersama mamah dan Papah juga. Semua ini terjadi setelah pertarungan melawan P.

"Tidak. Kakak cuman pengen melihat keluarga kakak saja sehat dari jauh. Jarang-jarang kalau sekarang. Kelas dua belas itu sibuk." Jawab Kak Anastasia.

"Apa sudah ada informasi terbaru mengenai organisasi itu?" Aku mengganti topik.

"Belum Ada. Ketua The Bear masih bungkam dan Lala juga sama. Ini akan menjadi kesulitan bagi kita." Kak Anastasia beranjak dari tempat tidur dan mulai melihat-lihat poster yang ada di kamarku.

"Aku masih bingung dengan motif O3PMI. Mereka hanya ingin memperalat atau ada tujuan lain. Semua itu sangat mengerikan." Aku mengingat P yang membunuh rekannya sendiri dengan pisau lalu mengambil kekuatan mereka.

"Memang mereka mengerikan, tapi ingatlah satu hal. Jika kita bersama semua itu pasti akan baik-baik saja." Kak Anastasia tersenyum.

Aku turun ke lantai dasar rumah untuk menyuguhkan minuman kepada Kak Anastasia.

Mamah sedang santai melihat televisi dengan sinetron favoritnya.

"Kembali lagi di liputan tujuh siang!"

"Sebuah buku ramalan dari nostradamus di buat heboh karena ramalannya yang dahulu di anggap fana."

"Kenapa tiba-tiba berita, sih." Mamah mengeluh.

Ramalan? (Aku reflek menatap televisi.)

Layar televisi Menunjukkan video dan foto seseorang memegang pedang es serta salju turun hanya di sekitarnya saja. Dan video yang ditunjukkan berita adalah B yang sedang menyiksa seseorang dengan esnya.

"Meskipun seperti dalam di ramalan tentang orang seperti penyihir, apakah pembunuhan itu si benarkan?"

"B"

BUK! Remote televisi mengenaiku. Mamah kaget dengan suaraku yang tiba-tiba muncul.

"Sandy, jangan bikin mamah kaget, dong!" Mamah mengelus dada.

Aku hanya membalas mamah dengan nyengir tidak berdosa.

"Apakah di luar sana juga banyak orang sepertinya? Adakah keberadaan mereka?"

"Dunia ini masih di penuhi banyak teka-teki."

Mamah kemudian mematikan televisi. Dan beranjak ke dapur.

"Macam-macam saja berita sekarang itu." Ujar Mamah.

Aku kembali ke kamar sembari membawa air putih dari dapur. Kak Anastasia sedang menatap senja dari jendela kamar.

"Kau sudah mendengar dan melihatnya, kan?" Kak Anastasia bertanya.

"Iya. Apa yang sebenarnya mereka rencanakan?" Aku bingung.

"Mereka sengaja agar para publik dan pemerintah memburu orang-orang berkemampuan. Kita harus semakin waspada. Dan juga orang-orang berkemampuan harus segera di amankan di tempat aman." Kak Anastasia menghela nafas.

"Sepertinya ramalan tentang akhirnya akan segera terjadi. Tiga bidak akan segera meruntuhkan sang tirani." Kak Anastasia meminum air putih.

"Kakak pamit dulu." Tanpa aku sempat membalasnya Kak Anastasia sudah pergi seperti ninja.

Ujian semakin dekat. Tujuan dan konflik besar akan segera terjadi. Aku masih berpikir apa yang akan segera terjadi selanjutnya.

1
Vian Nara
menarik
sang kekacauan
lanjut
sang kekacauan
kalau 80 berapa ro aku mulai aktif membaca kembali
sang kekacauan
nggak konsisten
Vian Nara: Maaf ya, karena sulit untuk konsisten bagi saya karena saya mengidap penyakit mental yang di mana lamuna sedikit saja sudah membuat cerita yang baru serta kompleks jadinya sulit /Frown/
sekali lagi mohon maaf
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!