Tidak ada sugarbaby yang berakhir dengan pernikahan.
Namun, Maira berhasil membuktikan bahwa cinta yang tulus kepada seorang pria matang bernama Barata Yuda akhirnya sampai pada pernikahan yang indah dan sempurna tidak sekedar permainan di atas ranjang.
"Jangan pernah jatuh cinta padaku, sebab bagiku kita hanya partner di atas tempat tidur," kata Bara suatu hari kepada Maira. Tai justru dialah yang lebih dulu tergila-gila pada gadis ranum itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SugarBaby (1)
Maira melangkah dengan riang di sepanjang koridor kampus besar itu. Hari ini ia baru saja menyelesaikan mata kuliah. Kuliah itu memang menyenangkan. Kedatangannya di hari pertama ini disambut suitan nakal dari para mahasiswa yang melihatnya
Maira tidak tahu bagaimana Bara mengurus perkuliahannya, yang jelas semuanya terasa mudah saja baginya. Memang benar kata orang, kekuatan uang memang mempermudah segalanya.
"Anak baru dari fakultas psikologi cantik bener. Seger mata lihatnya." Reno, mahasiswa berbadan gembul berseru kepada teman-temannya. Mereka sedang duduk di pinggir lapangan futsal, menunggu Rangga, kapten Futsal sedang berlatih.
"Beneran ada ya? Aku kira cuma gosip doang," timpal Mahendra sambil memandang serius si gembul.
"Sumpah, aku barusan liat. Nah nah tuh anaknya." Reno segera menunjuk Maira yang sedang melangkah riang tak jauh dari lapangan futsal.
Rangga mengambil posisi duduk di antara teman-temannya yang sedang fokus pada sesuatu itu.
"Lagi liat apaan sih kalian?" tanya Rangga sambil meraih handuk kecil untuk menyeka keringatnya. Karena tak ada jawaban, ia akhirnya mengikuti arah pandang kedua temannya itu.
Rangga terpanah, melihat Maira yang sedang melangkah riang. Mereka terdiam dengan mata tak berhenti terpesona, tapi kemudian keterpanahan itu berubah menjadi tawa pecah dari mereka semua saat Maira tak sengaja menginjak kulit pisang yang akhirnya membuat ia terpeleset.
"Aduh, siapa yang narok kulit pisang di sini?!" Maira berteriak kesal. Matanya kemudian melihat keempat pemuda yang sedang menertawakannya. Maira berdiri, berjalan cepat dengan buku pelajaran yang ia peluk di depan dada.
"Kalian ketawain aku?!" tanya Maira sambil berkacak pinggang. Keempat pemuda itu langsung menutup mulut serempak mereka menggeleng.
"Nggak kok, suer." Mahendra menunjukkan dua jari membentuk tanda damai.
"Kalian yang makan pisang terus buang kulitnya sembarangan kan?!" hardik Maira lagi.
"Enggak, bukan kita kok. Kamu main asal tuduh aja." Reno menimpali.
"Bohong, ngaku deh."
"Sumpah mati deh bukan kita, emangnya kita monyet makan pisang?" celetuk Mahendra sambil terkekeh.
Maira memandang mereka satu persatu dengan wajah galak.
"Awas ya kalian!" Maira menunduk, mengambil tas yang tadi ia letakkan di bawah lalu berbalik, tapi Rangga memanggilnya.
"Eh kamu!"
"Apa?!" jawab Maira galak. Rangga tertawa melihatnya.
"Nih, bukunya ketinggalan," kata Rangga sambil menyodorkan benda itu.
"Oh iya, aku lupa!" sahutnya sambil mengambil alih buku itu dari tangan Rangga. Lalu ia berbalik dan pergi tanpa basa basi.
"Galak bener tuh cewek," ujar Mahendra sambil terkekeh mengenang kejadian lucu barusan.
"Namanya siapa ya?" tanya Reno pada Mahendra yang segera mengangkat bahu.
"Maira namanya," sahut Rangga lalu kembali duduk dan bergabung bersama teman-temannya.
"Tau dari mana? Perasaan kita tadi belom kenalan," kenang Mahendra.
"Ada di bukunya tadi."
"Ooh." Kedua temannya kompak menyahut.
***
Maira saat ini sedang menunggu pengawal menjemputnya. Ia duduk dekat bangku di samping pohon rimbun. Banyak juga para mahasiswi dan mahasiswa diantaranya.
"Eh, itu si Stevi dianterin lagi sama sugardadynya." Seorang mahasiswi berbicara pelan kepada dua temannya yang lain sambil menunjuk seorang gadis berkulit sawo matang yang baru saja turun dari mobil dan mencium mesra laki-laki dewasa di antara pintu mobil yang terbuka. Terlihat juga kemudian gadis itu melambai saat mobil telah menjauh.
"Kok mau ya, kayak pelacur tau gak sih." Yang satu menimpali.
Maira menunduk, bisik-bisik tetangga tadi benar-benar menyindir dirinya. Ia jadi menghela nafas. Saat sedang melamun, suara seorang gadis membuyarkan lamunannya.
"Hai." Gadis bernama Stevi itu ternyata menyapanya.
"Hai ..." sahut Maira sambil mengulas senyum.
"Aku Stevi." Ia mengulurkan tangan dengan ramah.
"Maira," sahut Maira singkat sambil menjabat tangan gadis itu.
"Kamu anak baru ya?" tanya Stevi sambil duduk di samping Maira.
"Iya aku dari fakultas psikologi. Ehmm, kamu ada mata kuliah siang gini?" tanya Maira, Stevi mengangguk.
"Aku dari fakultas hukum, Mai. Oh iya aku ke kelas dulu ya. Nanti kita ngobrol lagi." Maira mengangguk, membiarkan Stevi pergi.
Ia sedikit tercengang ketika Stevi kemudian dihampiri seorang mahasiswa yang langsung memeluknya mesra. Ia jadi berkerut kening, apa Stevi tidak membuat sugardadynya murka bila lelaki itu tahu ia memiliki kekasih di kampus.
"Nona, ayo masuk." Suara Dimas terdengar, menyadarkan Maira kembali dari lamunan. Ia sampai tidak menyadari bahwa jemputannya telah tiba .
"Sayang." Suara itu menyapa Maira saat ia membuka pintu mobil.
"Mas udah pulang juga?" tanya Maira setelah ia duduk di samping lelaki itu.
"Iya, sengaja menjemputmu. Kita makan dulu ke restoran baru pulang." Bara menggulung lengan kemejanya. Maira yang melihat Bara kesusahan langsung sigap mendekati lelaki itu.
"Gulung tuh kayak gini," ujar Maira setelah selesai menggulung lengan kemeja Bara dengan rapi hingga ke siku.
"Iya, pinter." Bara mengecup bibir Maira sebentar.
Dimas memperhatikan itu lewat kaca. Ia tersenyum.
"Malam ini, dandan yang cantik, aku ada undangan dari relasi kerja."
Maira mengangkat kepala, benarkah Bara sedang mengajak dirinya ikut? Biasanya Bara tidak pernah mengajaknya jika ada acara.
"Aku boleh ikut?" tanya Maira kurang yakin.
"Aku bilang apa sih emangnya tadi? Mengajakmu kan?" tanya Bara balik.
"Iya, tapi aku tidak punya baju pesta," keluh Maira.
"Nanti Sofia yang urus." Bara mengelus pipi putih gadis itu.
Maira akhirnya mengangguk juga. Pembicaraan mereka terhenti saat Dimas telah memarkirkan mobil di restoran.
Bara menggandeng tangan Maira. Banyak orang yang mengenalnya menyapa. Mereka juga bertanya-tanya siapa gadis muda yang sedang digandeng pebisnis kaya itu.
"Pesan saja semua yang kau suka," ujar Bara sambil menyerahkan menu.
Maira mulai memesan makanan.
"Mas Bara mau makan apa?" tanya Maira dengan tatapan masih terpaku pada menu.
"Memakanmu saja," sahut Bara membuat Maira mengangkat wajahnya.
"Mas Bara serius dong."
"Samain aja, Bee."
Maira akhirnya membuat pesanan yang sama untuk Bara. Seorang pelayan berpakaian rapi menghampiri mereka.
Saat pesanan datang, keduanya makan dengan nikmat. Bara tak henti melihat Maira. Gadis itu semakin cantik dan dewasa saja. Ia ingat pertama kali melihat Maira dalam balutan lingerie seksi namun wajah polosnya masih begitu mendominasi. Sekarang, ia semakin menarik.
Setelah selesai mereka kembali ke mobil. Di perjalanan, Maira nampak mengantuk. Matanya sayu.
"Tidur saja, Bee." Bara meraih kepala Maira untuk bersandar di bahu bidangnya. Maira menurut saja, ia memang sangat mengantuk.
"Mas Bara ..." gumam Maira lirih sebelum benar-benar terlelap. Bara membiarkan Maira tidur. Ia menahan tubuh Maira masuk ke dalam pelukannya. Kemudian mendekap erat gadis itu sepanjang perjalanan pulang.
"Nampaknya, sekarang Tuan yang terjerat." Suara Dimas membuat Bara membuka matanya.
"Diamlah Dimas," sahut Bara singkat lalu kembali memejamkan mata juga.
Suatu hari anda pasti tahu apa yang harus anda lakukan, Tuan. Itu pun kalau anda benar-benar tidak mau kehilangan nona Maira lagi.
Dimas membatin dalam hati.
untungnya Kevin mati....kl ngga perang Baratayudha beneran
Tuhan pasti memberikan kebaikan yg terbaik dibalik kejadian yg menimpa kita.
teruslah berpikir positif atas segala kejadian.
memang tdk mudah...
semangat kak💪
othor keceh comeback again, apa kabare si Beben kak??????😂😂
masi kah pake pempers?????
ada notif langsung gassss.....
apa kabar mak, moga mak Julie yg cantik mem bahenol selalu sehat2 dan lancar semuanya Aamiin🤲
biar semangat up nya...🥰🥰🥰