Clara Adelin, seorang gadis bar bar yang tidak bisa tunduk begitu saja terhadap siapapun kecuali kedua orangtuanya, harus menerima pinangan dari rekan kerja papanya.
Bastian putra Wijaya nama anak dari rekan sang papa, yang tak lain adalah musuh bebuyutannya sewaktu sama sama masih kuliah dulu.
akankah Clara dan Bastian bisa bersatu dalam satu atap? yuk simak alur ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Martha ayunda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
niat usil malah salting.
Clara mengemasi barang barang di mejanya lalu menoleh ke kanan dan kiri, rupanya rekan kerja kerjanya masih pada sibuk dengan layar komputer masing masing, jam Sudah menunjukkan pukul 4 sore.
Clara menggeliat seraya merentangkan kedua tangannya, badannya terasa kaku akibat terlalu lama duduk, diliriknya Mira yang sudah selesai dengan pekerjaannya.
"sstttt!." Clara memberi kode ke temannya itu.
mira yang sedang beres beres sontak celingukan mencari sumber suara, tatapan terhenti ke wajah Clara yang sedang cengar cengir.
Clara menunjuk jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, Mira yang paham langsung terkekeh.
"gayamu nggak berisik, lagi sariawan?." ledek Mira seraya melemparkan kertas yang sudah ia remas berbentuk bulat.
"penat bet otakku, jalan yuk mir!." ajak Clara sembari menyambar tasnya.
"tapi nanti aku nggak bisa lama lama nongkrongnya cla, ada janji sama Ferdy soalnya." ujar Mira yang langsung beranjak dari kursi kerjanya.
"yaaa... Aku lanjut nongkrongnya sama siapa dong?." pundak Clara langsung merosot turun dengan ekspresi wajah sedih.
"Heleh lagumu! Ini masih jam 4, kita nongkrong 2 jam di mall kan udah cukup, entar aku perginya jam 8 malam kok."
"nggak usah ke mall, mir. Aku mau ke cafe saja ya!."
"yaudah aku manut saja, pokoknya kamu yang traktir ya!." ujar Mira seraya menggandeng tangan Clara, mereka berjalan beriringan Hendak meninggalkan ruang kerja mereka.
"ehem! mau kemana kalian berdua, terutama kamu Clara." suara bariton Bastian langsung menghentikan langkah kedua gadis itu.
"mau ke toilet pak, sudah jelas jelas ini jam pulang kerja, pake nanya lagi!." gerutu Clara.
"hisshh! kamu jangan gitu cla, kata teman teman dia itu galak." bisik Mira.
"ck! Aku tahu siapa dia. Kamu tenang saja." balas Clara.
"kamu, Clara. Ikut ke ruangan saya, ada laporan dari kamu yang belum semuanya selesai. bahkan bisa di bilang berantakan!." ujar Bastian sambil memasukkan tangannya ke saku celana. pria itu menegakkan wajahnya hingga kesan coll langsung keluar.
"nggak mungkin pak, sebelum saya serahkan ke anda berkas itu sudah saya cek ulang berkali kali!." sahut Clara dengan raut wajah kesal.
"periksa dulu baru membela diri, kamu pikir aku asal bicara?." tatapan tajam Bastian membuat Clara berpikir ulang, jika sampai dirinya lalai dalam bekerja ia takut pak bosnya kecewa karena selama ini pak hardi selalu mendukungnya.
Pak Hardi adalah sang CEO yang juga masih teman Edy, beliau sering bertandang ke rumah Clara jika ada waktu.
"hahhh.... Ya sudah deh mir, kita pending dulu jalan jalannya, aku mau cek kerjaanku dulu." ucap Clara.
Dengan langkah kaki sedikit di hentak hentakkan Clara nyelonong masuk ke ruang kerja Bastian, dia tak menghiraukan Bastian yang masih berdiri di depan ruangannya, bibir Bastian sendiri menyunggingkan senyum tipis lalu masuk ke dalam sembari menutup pintu kembali.
"mana berkas ku!." pinta Clara ketus.
"tuh!." Bastian menunjuk map yang tergeletak diatas tumpukan map yang lain.
Clara membuka map tersebut sambil berdiri, sesekali terdengar helaan nafas dari gadis cantik itu. "kok janggal ya? Ah tapi aku masih punya salinannya." gumam Clara lirih.
"berantakan kan? Heemphh?." ucap Bastian seraya membungkuk di dekat map di tangan Clara.
"udh! Apasih Deket Deket." protes Clara sembari menjauhkan mapnya dari Bastian.
"udah buruan di betulin, aku harus menyerahkan itu ke atasan hari ini juga."
"iya iya! Bawel banget jadi orang. Bos bukan, kok ngatur ngatur!." Clara ngedumel sambil mengerucutkan bibirnya.
Bastian tersenyum melihat Clara sewot, dalam hati ia ingin tertawa karena sudah berhasil ngerjain gadis yang dari dulu menjadi musuh bebuyutannya itu.
"tunggu sebentar pasti beres!." imbuh Clara sembari melengos hendak keluar ruangan.
"nggak dikerjakan disini saja?." tawar Bastian seraya cengar cengir.
Clara menoleh, tangannya yang sudah terulur hendak membuka pintu langsung terhenti.
"ogah! " tolaknya sengit.
Clara bergegas keluar ruangan sambil membawa map miliknya, mata gadis itu membeliak saat melihat ruang tempat ia bekerja dengan para crew di divisi utama terlihat sepi, tak ada seorang pun disana.
"loh, aku sendirian dong?." gumamnya lirih.
Clara bergegas menuju meja kerjanya lalu segera menyalakan komputer yang setiap hari menemaninya itu, dengan cekatan jari jemarinya menari nari diatas keyboard. Sesekali ia memperhatikan kertas laporannya yang ia letakkan diatas meja.
"ini kok jadi ngawur begini kerjaanku, perasaan tadi sama persis seperti yang tersimpan di file?." Clara Berbicara sendiri sambil terus bekerja.
Hingga hari menjelang malam Clara masih berkutat seorang diri, sesekali punggung tangannya menutupi mulutnya yang tengah menguap, badannya pun mulai kelelahan bersamaan dengan kantuk yang menyerang.
"ehem!." deheman Bastian mengejutkan Clara yang hampir saja tertidur di tempat kerjanya.
"he tiang listrik, boleh nggak berkas ini aku kerjakan di rumah saja? Aku capek banget, ini sudah malam pasti papa sudah menungguku di rumah." pinta Clara setengah memohon.
"masih suka manggil aku dengan sebutan itu lagi?." Bastian mendekati Clara lalu mengungkungnya diantara kedua tangannya yang bertopang ke meja kerja gadis itu.
"jangan Deket Deket, mau mesvm ya kamu!." tuduh Clara seraya mendorong tubuh Bastian agar minggir.
"mesvm sama gadis sepertimu apa enaknya? Udah pendek bar bar lagi!." cibir Bastian.
"mending sama calon tunanganku, dia cantiknya diatas rata rata, tumbuhnya tinggi semampai, imbang lah sama aku!." imbuhnya.
"ohw! Tingginya imbang ya? Berarti tower dong calon tunanganmu itu?." ledek Clara sembari tersenyum puas.
"apa kamu bilang? Berani mengejek calon istriku kamu ya!."
"Leh Leh Leh... Lakok marah? Aku kan cuma menggambarkan sesuai yang kamu katakan barusan." elak Clara.
"Clara Adelin, kamu itu cuma bawahan aku disini. Bisa nggak kamu merubah sikap kamu jangan seperti dulu lagi supaya aku bisa mempertahankan kedudukanmu di ruangan ini?." bisik Bastian di telinga Clara.
"atasanku disini adalah pak Hardi, karena dia CEO di perusahaan ini! jadi jangan mimpi mau menggeser ku dari kursi ini." balas Clara dengan tatapan penuh permusuhan.
"begitu ya! Oke, tapi kamu jangan lupa ya. Pak Hardi itu om ku, adik dari papaku. Jadi siapa yang akan diperhitungkan oleh beliau jika kita berselisih di hadapannya?."
"om Hardi juga sahabat papaku! beliau kenal baik sama aku, jadi kamu jangan besar kepala dulu."
"kamu memang pinter ya! Cepat selesaikan kerjaan mu atau kamu akan nginep di kantor ini." gertak Bastian.
"aku mau pulang, besok pagi aku jamin sudah beres!." Clara langsung bangkit berdiri lalu mengemasi berkas diatas meja.
(sial banget sih, dia masih saja keras kepala seperti dulu, maunya menang sendiri!.) batin Bastian sembari memperhatikan wajah Clara yang tengah sibuk meneliti berkas yang hendak ia bawa pulang.
(sebenarnya dia cantik juga sih, sangat cantik malah, wajah dan kulitnya makin bersinar, gak kayak pas jaman kuliah dulu.)
"liatin apa?." tegur Clara saat mendapati Bastian tengah memperhatikan dirinya sambil senyum senyum.
"ha? Eeh, nggak ada!." Bastian gelagapan lalu segera membuang muka agar tidak beradu tatap dengan gadis cantik itu.
"permisi pak Tian, boleh saya undur diri Sekang?." ucap Clara.
"ya silahkan." sahut Bastian yang masih gugup.
"minggir dong, masak saya harus menembus badan anda? Saya kan bukan hantu!."
"eh... Oh i-iya iya."
Bastian yang masih berdiri di belakang kursi kerja Clara makin salah tingkah, sia menepi sambil garuk garuk kepalanya.
"aneh!." gumam Clara sembari berlalu meninggalkan Bastian yang masih berdiri seperti orang bodoh.