NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Pura-Pura Itu Nyata

Kalimat itu meluncur dari mulut Reygan di tengah keheningan yang canggung, sebuah permintaan absurd yang memecah sisa-sisa adrenalin dari konfrontasi barusan.

Nokiami menatap Reygan, otaknya masih berusaha memproses kejadian yang berlalu. Amarah Leo, ciuman yang membakar, dan kelegaan yang aneh setelah Leo akhirnya pergi. Kue. Pria ini, setelah melakukan sandiwara gila yang mempertaruhkan pekerjaan dan mungkin keselamatannya, justru membahas kue yang sudah remuk di lantai koridor.

Napas Nokiami masih tersengal. Bibirnya terasa aneh, bengkak dan kesemutan, seolah masih ada jejak bibir Reygan di sana. Ia melirik sekeliling lobi. Beberapa pasang mata masih menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu, berbisik di balik telapak tangan mereka. Pertunjukan tadi jelas menjadi hiburan sore yang tak terduga. Rasa panas menjalari pipinya, campuran antara malu dan sisa amarah.

“Kue?” ulang Nokiami suaranya masih serak. “Kau serius?”

“Dua kali lipat akting, dua kali lipat upeti,” balas Reygan, nadanya kembali datar seolah ciuman tadi tidak pernah terjadi. Ia meraih lengan Nokiami, kali ini cengkeramannya tidak lagi kasar, melainkan tegas dan bertujuan.

“Ayo pergi dari sini. Aku benci jadi tontonan.”

Tanpa menunggu jawaban, ia menarik Nokiami menuju lift, langkahnya cepat dan panjang. Nokiami terpincang-pincang mengikutinya, kepalanya pusing. Di dalam kotak logam yang sempit itu, keheningan terasa memekakkan. Reygan bersandar di dinding, matanya menatap lurus ke pintu yang tertutup, rahangnya masih mengeras. Nokiami berdiri di sudut terjauh, memeluk dirinya sendiri, berusaha memahami apa yang baru saja ia rasakan.

Itu bukan ciuman yang lembut. Bukan pula ciuman yang penuh perasaan. Itu adalah akting di depan musuh. Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat jantungnya berdebar bukan karena takut, melainkan karena alasan yang sama sekali berbeda dan membingungkan.

Ting.

Pintu lift terbuka. Reygan berjalan lebih dulu, berhenti di depan pintu apartemen Nokiami, menunggu gadis itu membuka kunci.

Begitu pintu terbuka, Nokiami akhirnya melepaskan napas yang sedari tadi ditahannya.

“Oke,” katanya, berbalik menghadap Reygan yang kini berdiri canggung di dekat pintu. “Jelaskan. Apa-apaan tadi itu?”

“Menurutmu apa?” Reygan balas bertanya, mengangkat sebelah alisnya.

Nokiami mengendikkan bahu, sama sekali tidak paham dengan pemikiran Reygan.

“Strategi.”

“Strategi?” Nokiami tertawa kecil, tawa yang terdengar sedikit histeris. “Strategimu itu menciumku di depan umum? Di depan puluhan orang dan tunanganku yang psikopat?”

“Mantan tunangan,” koreksi Reygan tajam.

“Dan ya, itu strateginya. Orang seperti Leo tidak akan mundur hanya karena kau bilang ‘tidak’. Dia tipe orang yang butuh melihat kekalahannya secara visual. Dia harus melihatmu sudah ‘diambil’ orang lain, terutama oleh seseorang yang dia anggap jauh di bawah levelnya. Itu pukulan telak untuk egonya.”

Nokiami terdiam, mencerna logika dingin di balik tindakan impulsif itu. Ada benarnya. Leo selalu terobsesi dengan citra dan status. Kalah dari seorang kurir pengantar makanan adalah penghinaan terbesar yang bisa ia bayangkan.

“Jadi … ciuman itu …."

“Sebuah properti panggung,” potong Reygan cepat, matanya menghindari tatapan Nokiami. “Sebuah alat. Tidak lebih.”

Kata-kata itu seharusnya membuat Nokiami lega, tetapi entah kenapa, ada sedikit rasa perih yang menusuk hatinya. Tentu saja. Apa lagi yang ia harapkan? Ia mengangguk pelan, berusaha terlihat tidak terpengaruh.

“Baiklah. Properti panggung,” gumamnya. “Lalu sekarang apa? Dia sudah pergi. Semuanya sudah selesai, kan?”

Reygan mendengus, sebuah suara sinis yang sudah begitu akrab di telinga Nokiami.

“Selesai? Kau pikir orang seperti dia akan menyerah setelah satu kali kalah? Kau naif sekali.”

Ia melangkah lebih dekat, tatapannya kini intens. “Dia akan mengawasi. Dia akan menyuruh orang untuk memastikan. Dia akan menunggu kau dan ‘pacar kurirmu’ ini bertengkar dan putus, lalu dia akan masuk lagi. Kita sudah memulai sandiwara ini, Nokia. Kita harus melanjutkannya.”

Jantung Nokiami mencelos. “Melanjutkannya? Maksudmu?”

“Maksudku, mulai sekarang, kita harus terlihat seperti pasangan sungguhan,” jelas Reygan, setiap katanya terdengar seperti sebuah perintah bisnis.

“Setidaknya di sekitar gedung ini. Kita harus terlihat bersama sesekali. Minum kopi di lobi. Jalan-jalan di taman seberang. Hal-hal bodoh yang dilakukan orang pacaran.”

Nokiami menatapnya dengan mulut sedikit terbuka. “Kau … kau mau kita pura-pura pacaran?”

“Aku tidak mau,” jawab Reygan ketus. “Tapi kita harus. Ini satu-satunya cara untuk membuatmu aman sampai kau punya rencana yang lebih permanen. Anggap saja ini perpanjangan kontrak dari layanan antar galon air sialan itu.”

Gagasan itu begitu absurd hingga Nokiami ingin tertawa dan menangis pada saat yang bersamaan. Berpura-pura menjalin hubungan dengan pria paling menyebalkan yang pernah ia temui? Pria yang menghina makanannya, mengkritik pesanannya, dan baru saja menciumnya dengan alasan ‘strategi’?

“Aku tidak bisa,” kata Nokiami pelan. “Itu … aneh. Aku bahkan tidak mengenalmu.”

“Kau tidak perlu mengenalku. Kau hanya perlu berakting,” tukas Reygan, sama sekali tidak bersimpati.

“Dengar, aku juga tidak suka ini. Ini membuang-buang waktuku yang berharga. Waktu yang seharusnya kugunakan untuk mengambil lebih banyak pesanan. Tapi sekarang, masalahmu sudah jadi masalahku. Leo melihat wajahku. Kalau dia tahu kita berbohong, dia tidak hanya akan mengejarmu, tapi mungkin juga akan membuat hidupku seperti di neraka.”

Reygan benar. Dengan satu ciuman itu, ia telah menyeret pria ini lebih dalam ke dalam kekacauannya. Ini bukan lagi sekadar soal ulasan bintang satu atau salep pereda nyeri. Ini soal keselamatan mereka berdua. Nokiami menatap wajah Reygan yang lelah. Di bawah cahaya lampu apartemen, ia bisa melihat lingkaran hitam samar di bawah matanya. Pria ini bekerja tanpa henti, menanggung beban utang yang bahkan tidak bisa ia bayangkan, dan sekarang ia harus menambah beban baru yaitu menjadi pacar palsu seorang buronan cinta.

Rasa bersalah yang besar menyelimuti hati Nokiami. Di balik semua kata-katanya yang kasar dan sikapnya yang dingin, tindakannya Reygan selalu melindunginya. Sejak insiden alarm kebakaran hingga ciuman di lobi tadi.

“Oke,” bisik Nokiami akhirnya, suaranya terdengar pasrah. “Oke. Aku akan melakukannya.”

Reygan mengangguk puas, seolah baru saja menyelesaikan sebuah transaksi yang alot.

"Bagus. Aturan pertama: jangan terlalu banyak bertanya. Lakukan saja apa yang kukatakan saat kita di depan umum. Aturan kedua: kita harus punya cerita latar. Kita bertemu karena aku sering mengantar makanan ke sini, lalu kita mulai dekat. Sederhana dan masuk akal.”

“Oke,” ulang Nokiami. Ia merasa seperti sedang menerima pengarahan untuk sebuah misi rahasia.

“Dan aturan ketiga ...."

Reygan berhenti, matanya menatap Nokiami dari atas ke bawah. Tatapannya begitu tajam dan analitis, membuat Nokiami merasa seperti spesimen di bawah mikroskop. Ia mengenakan kaus kebesaran yang nyaman dan celana olahraga selama bersembunyi di apartemen ini.

“Aturan ketiga apa?” tanya Nokiami, mulai merasa tidak nyaman.

Reygan tidak langsung menjawab. Ia hanya terus menatap Nokiami. Ekspresinya datar, seolah sedang menghitung semua kekurangan dalam penampilannya. Keheningan menggantung di antara mereka, sarat dengan penilaian yang tak terucap.

“Besok kita mulai,” kata Reygan akhirnya, mengabaikan pertanyaan Nokiami. “Pukul sepuluh pagi. Kita akan minum kopi di kafe lobi. Biar semua orang lihat. Pastikan kau siap.”

Ia berbalik, tangannya sudah di gagang pintu, siap untuk pergi dan kembali ke dunianya yang penuh pesanan dan target.

“Tunggu,” cegah Nokiami. “Kau belum bilang aturan ketiga.”

Reygan berhenti. Ia menoleh sedikit, hanya cukup untuk memperlihatkan sebagian wajahnya yang tegas. Matanya kembali menyapu penampilan Nokiami dari rambutnya yang sedikit berantakan hingga ujung kakinya yang tanpa alas. Ada jeda sesaat, sebelum ia akhirnya berbicara.

“Kalau kau mau terlihat seolah kau bahagia,” ucapnya, suaranya rendah dan tanpa emosi, “setidaknya jangan pakai baju yang membuatmu terlihat seperti baru bangun dari koma.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!