Annoying Wife

"Loh, masih ingat rumah, Kangmas?"

Sagara menoleh mendapati Naya yang tersenyum aneh ke arahnya.

"Kamu masak?"

"Menurut kamu?" Naya memaksa Sagara duduk di kursi. Dia mengambil nasi dan lauk yang sangat banyak. Sagara menatap bingung ke arah istrinya itu.

"Kamu lapar?" tanya Sagara.

Naya mengangguk. "Tapi ini bukan buat aku, tapi buat kamu," ujar Naya seraya meletakkan piring yang terisi penuh itu di depan Sagara.

"Ayo dimakan. Aku susah payah masak ini."

Sagara menelan ludahnya dengan kasar. Bahkan dia tidak pernah makan sebanyak ini sebelumnya.

"Makan, Sagara," tekan Naya. Matanya melotot tapi tersenyum.

"Kebanyakan, Naya. Kita makan berdua aja, ya?" bujuk Sagara.

Senyum Naya luntur. "Enak aja kamu bilang makan berdua! Aku masakin ini buat kamu. Awalnya aku mau makan malam sama kamu, tapi kamu malah keluyuran gak tau waktu! Aku udah gak mood lagi! Jadi, kamu yang harus habisin ini semua. Kalau gak habis, aku gak mau satu rumah sama kamu lagi! Lihat aja!"

Melihat Sagara yang hanya diam saja, Naya pun bergerak duduk di samping pria itu, tapi posisinya menghadap suaminya. Dengan cepat dia menyuapkan nasi dan lauk tersebut pada Sagara.

"Makan, nah iya, makan yang banyak. Ini namanya menghargai usaha istri. Harus dihabiskan semuanya. Ayo, a lagi."

Naya benar-benar mencekoki Sagara dengan makanan yang dia masak. Sagara tidak ada celah untuk menolak. Naya seperti memaksa anak kecil yang susah untuk makan. Bahkan dia menyuapi Sagara sambil mengoceh seperti ibu-ibu.

Dan setelah makanan itu habis, Naya langsung masuk kamar dan mengunci pintunya.

Sagara benar-benar menyesal menuruti ajakan kedua teman laknatnya itu. Dia harus tidur di sofa, karena memang hanya ada satu kamar yang bisa digunakan.

Saking kenyang nya, Sagara sampai kesulitan bernafas, perutnya juga sedikit membuncit dan membuat roti sobeknya hampir hilang.

Sial, sepertinya dia harus workout seharian besok.

****

"Naya, maafin saya."

Sejak Naya keluar dari kamar, Sagara terus mengekori nya. Gadis itu tidak menghiraukan Sagara sama sekali. Sagara pun begitu, dia tidak akan berhenti sebelum Naya memaafkannya perihal masalah kemarin.

"Nayanika."

Naya tetap diam. Dia sedang sibuk mencuci beras. Sedangkan Sagara berada di belakangnya, wajahnya terlihat memelas.

"Saya belikan apapun yang kamu mau asal kamu maafin saya. Ya?" bujuk Sagara. Dengan berani dia merangkul pundak istrinya.

"Apa sih?!" Naya melirik Sagara dengan tatapan tajam. Dia menggoyangkan pundaknya menyuruh Sagara untuk melepaskan rangkulannya.

"Maafin dulu!"

"Ogah!"

"Kamu tega sama saya? Saya—"

Tak!

"Kamu pikir sendiri! Kalau bukan kamu duluan yang cari gara-gara, aku gak akan begini! Harusnya kamu sadar, kamu yang tega sama aku!" sentak Naya setelah dia meletakkan wadah beras dengan kasar.

Mereka berdiri berhadapan. Sagara bisa melihat raut wajah marah istrinya.

"Kan saya udah izin."

"Tuh kan, masih aja bela diri!"

"Ya mau gimana? Saya minta maaf juga kamu diam. Mau kamu gimana, hm?" Sagara menarik pinggang Naya dan menatap mata galak itu dengan lembut.

"Beliin bakso dua porsi. Bakso beranak!"

"Oke," putus Sagara tanpa ragu.

"Sekarang!" tekan Naya.

"Iya, saya ambil dompet dulu." Sagara menepuk-nepuk puncak kepala Naya sebelum pergi dari sana.

Sedangkan Naya merasa heran. Tumben sekali Sagara mau mengabulkan permintaannya. Biasanya pria itu tidak akan memperbolehkan Naya makan makanan tidak sehat dengan porsi banyak, apalagi ini masih pagi.

"Aneh. Tapi, gak papa deh. Aku jadi bisa makan bakso!" Naya tersenyum lebar.

Asik memotong sayur, Naya tiba-tiba teringat Loli. Sebenarnya banyak pesan dari Loli yang Naya abaikan. Dia hanya bingung membalas seperti apa. Lebih baik mereka ketemu saja, bukan? Naya yakin, Loli pasti uring-uringan karena tidak mendapat kabar darinya.

Beberapa menit kemudian. Sayur bening buatan Naya sudah siap. Kali ini bukan hanya ada sayur saja, Naya juga mencampurkan bakso dan sosis. Terlihat berbeda dari biasanya. Soal rasa, Naya sudah mencicipi dan itu enak.

"Awas aja kalau gak habis!" gumamnya.

Bertepatan dengan itu, Sagara datang membawa pesanan Naya.

"Cepat banget?"

Sagara hanya diam, dia melirik masakan Naya. Sepertinya enak, tapi perutnya masih kenyang karena makanan semalam.

"Yuk makan," ajak Naya. Di depannya sudah ada seporsi bakso dan juga nasi di piring. Satu porsi lagi Naya simpan untuk nanti.

Sagara menghela nafas. Oke, dia akan makan sedikit saja, karena masih kenyang.

Tak sengaja matanya melihat luka di tangan Naya. Sontak, Sagara menarik tangan Naya dan memeriksanya.

Pergerakan Sagara yang tiba-tiba membuat Naya terkejut.

"E-eh, kenapa?" tanya Naya. Namun, dia terdiam saat Sagara mengamati tangannya yang terkena panci panas kemarin.

"Ini ... gara-gara kamu masak?" tanya Sagara. Matanya menatap dalam mata sang istri.

Naya mengangguk kaku. "I-iya. Tapi udah gak papa, kok. Ini namanya perjuangan buat jadi istri yang baik kata mama," ujar Naya. Dia menarik tangannya kembali. Tapi, tatapan Sagara terus menatap tangannya.

"Sagara ih! Dibilang gak papa juga!"

"Gak usah masak lagi." Ini perintah, bukan permintaan, jadi Naya tidak bisa menolak.

"Gimana sih?! Aku itu mau jadi istri yang baik loh! Jarang-jarang kamu lihat aku begini. Harusnya kamu dukung aku, Sagara. Udah baik aku ada inisiatif," ujar Naya.

"Kalau bikin kamu terluka, lebih baik gak perlu. Biar saya aja yang masak," ucap Sagara.

Tak disangka pria itu menarik tangan Naya dan mengelusnya menggunakan ibu jari. Naya sampai melongo. Apa karena dia marah masalah tadi malam, Sagara jadi lembut seperti ini?

"Tapi ... aku gak papa. I'm fine, Sagara," ujar Naya.

"Nggak. Pokoknya gak boleh," ujar Sagara.

"Dih, kok ngatur?!" Naya menarik tangannya. Dia memilih memakan baksonya daripada meladeni Naya.

"Saya serius, Naya." Tatapan Sagara terlihat datar dan serius.

"Apa?"

"Nayanika."

"Orang masak gak boleh, orang rebahan gak boleh, orang nganggur juga gak boleh! Yang boleh apa?!" kesal Naya.

Sagara terdiam melihat raut wajah istrinya.

Naya berdecak kesal. "Udahlah, ini cuma luka kecil, gak usah lebay! Ayo cepat makan, keburu dingin, nanti gak enak." Ia mengambilkan sayur untuk Sagara.

"Besok gak usah masak lagi, ya?"

Naya menghela nafas kasar. "Masih aja dibahas!"

"Bilang iya dulu," paksa Sagara.

"Apa sih?! Kok ngatur? Suka-suka aku, lah!"

"Saya gak mau kamu terluka, Naya. Nurut kali ini aja, ya?"

Naya memutar bola matanya malas.

"Saya saya saya!" Dia melirik sinis suaminya. "Aku rekan bisnis kamu? Aku orang asing?"

Sagara terdiam. "Bukan."

"Aku-kamu, bukan saya saya mulu. Paham gak? Kalau kamu nurut, aku juga bakal nurut. Gimana?"

Sagara menatap lekat mata Naya. Gadis itu menunggu jawabannya.

"Oke," putus Sagara.

Tentu saja Naya puas dengan jawaban itu.

"Jangan masak lagi, ya?"

"Iya, Mas Saga~"

bersambung...

L i k e dulu atuhh