'Apa - apaan ini?'
Aira Tanisa terkejut saat melihat lelaki yang baru saja menikahinya.
Lelaki itu adalah salah satu juniornya di kampus! Disaat Aira sudah menginjak semester 7, lelaki itu baru menjadi maba di kampus mereka!
Brian Santoso.
Lelaki yang dulu adalah mahasiswa dengan sikap dinginnya.
Dan sekarang Lelaki dingin itu telah resmi menikahinya!
Aira sangat lemas memikirkan semua ini. Bagaimana ia menghabiskan setiap harinya dengan lelaki berondong yang dingin itu?
Terlebih saat mereka menikah karena dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
"Apa mama mengganggu kegiatan kalian tadi ya?" Liana yang telah terlebih dahulu duduk bersama dengan Aira di meja makan bersuara.
"Tidak Mama." Aira tersenyum dan menjawab pertanyaan itu.
Aira mencoba bersikap normal seolah kejadian saat mertuanya memasuki kamar mereka, tidak mempengaruhi ia sedikitpun.
"Jika mama tahu kalian sedang melakukan itu. Mama pasti akan pergi langsung dan tidak akan membuka pintu." Liana sedikit berdecak dan kecewa karena kecerobohannya.
"Lain kali jika kalian berdua berada di dekat dalam kamar. Alangkah lebih baik jika kalian mengunci pintu itu." Liana menoleh kepada Aira dan menatap menantunya itu dengan penuh semangat.
"Mama tidak ingin kegiatan kalian untuk membuatkan mama cucu terganggu, hanya karena kecerobohan Mama yang lupa mengetuk pintu." Ia kembali bersuara.
Aira yang semula ingin bersuara seketika menganga dan terdiam. Tidak menyangka sama sekali Jika mertuanya akan berbicara hal serandom itu.
"Maafkan mama ya, karena lupa jika anak mama telah menikah dan memiliki istri sekarang." Liana mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Aira. Ia tersenyum lembut kepada wanita yang berstatus istri anaknya itu.
"Mama berharap agar hubungan kalian baik-baik saja dan semakin romantis kedepannya." Ia kembali tersenyum dan menatap Aira dengan penuh antusias.
"Dan jangan lupa, kalian harus sering-sering melakukannya agar memberikan Mama kabar yang baik secepatnya." Liana melamun dengan tatpan berbinar.
"Mama."
Aira yang tidak tahu harus menjawab apa soal ucapan Mama mertuanya seperti tadi, memilih menutup mulutnya kembali. Sebelah tangannya terulur dan meraih air putih yang ada di dalam gelas, guna meredakan tenggorokannya.
Rasa malu yang menggerogotinya seketika berubah menjadi rasa pusing, mendengar ucapan mertuanya soal cucu. Bagaimana mungkin bisa memikirkan untuk memberikan mertuanya cucu? Jika pernikahannya dengan Brian yang baru saja terjadi masih membuat ia sulit menerimanya.
"Apa kalian menunggu terlalu lama?"
Sebuah suara yang memasuki ruang makan menyelamatkan Aira dari kebingungannya. Ia menengadahkan wajah dan melihat mertua lelakinya Harry Santoso beserta Brian memasuki ruangan itu. Kedua lelaki itu terlihat berwajah serius.
Brian langsung mendudukan tubuhnya di sebelah Aira. Melirik sang wanita sekilas sebelum ia menyandarkan tubuhnya di kursi makan itu.
"Kalian membicarakan pekerjaan ya?" Liana menoleh kepada suami dan anaknya secara bergantian.
"Iya sayang. Ada pekerjaan yang harus Brian kerjakan secepatnya." Harry menjawab dan tersenyum kecil kepada Liana.
"Baiklah kalau begitu. Kalian harus bekerja dengan baik, agar bisa membuat perusahaan kita semakin lebih baik."
Tangan Liana terulur dan meraih piring yang ada di depan Harry. Ia mengisi piring suaminya dengan beberapa makanan yang tersedia di atas meja.
"Silakan dimakan Sayang." Liana menyerahkan piring itu kembali kepada Harry, yang diterima oleh sang suami dengan senyuman lebar.
Aira ikut tersenyum melihat ketika mertuanya yang mengambilkan makan malam untuk sang suami.
"Ambilkan aku makan malam Ai."
Suara Brian yang memintanya mengambilkan makan malam, membuat Aira tersentak dan menoleh kepada lelaki itu. Ia mengerjakan mata melihat Brian yang memandanginya dengan sorot yang begitu serius.
"Ambilkan suamimu ini makan malam." Sekali lagi Brian mengulangi perkataannya.
Aira menghela nafas melihat Brian yang menuntutnya seperti itu. Tidak ingin membuat suasana berubah menegangkan, Aira menarik piring Brian. Ia mengisi piring itu dengan beberapa lauk yang ada di atas meja.
Aira tidak menanyakan lauk apa yang diinginkan oleh Brian. Ia hanya mengambilkan makanan itu ke dalam piring Brian.
Liana yang melihat Aira memasukkan sebuah lauk ke piring Brian dan mencoba mengingatkan sang menantu, seketika terdiam saat mendapati lirikan mata Brian yang menyuruhnya diam.
Tanpa mengatakan apapun Aira memberikan makan malam itu kepada Brian. Ia kemudian duduk tepat di sebelah Brian dan mengisi piringnya sendiri.
"Makanlah."
Aira menyuruh Brian makan, yang tentu saja disambut oleh lelaki itu dengan anggukan. Ia meraih sendok dan garpunya, memulai menikmati makanannya yang diambilkan oleh Aira.
Seulas senyuman kecil terlihat di sudut mulut Brian, karena untuk pertama kalinya iamendapatkan perhatian dari Aira istrinya sendiri. Seperti ini rasanya jika dilayani oleh istri. Ia mengangguk dengan perasaan hangat yang membanjiri hatinya.
Pantas saja selama ini papanya selalu menunggu diambilkan makanan oleh mamanya. Karena rasanya memang semenyenangkan itu.
Liana dan Harry saling melirik dan memperhatikan Brian yang makan dengan begitu semangat. Mereka juga bisa melihat Aira yang menikmati makanannya.
Namun sepasang suami istri paruh baya itu tahu jelas, jika di salah satu makanan itu ada yang tidak cocok dengan perut Brian. Entah apa yang membuat Brian tidak ingin bersuara dan malah memakan semua makanan itu.
Tapi menurut Liana dan Harry, jika anak mereka ini sepertinya sudah terlalu bucin kepada Aira. Meskipun Brian tahu sendiri jika makanan itu tidak akan cocok di perutnya. Ia tetap menghabiskannya, karena telah diambilkan oleh Aira.
"Terima kasih makanannya Ai." Brian melirik Aira yang masih menikmati makan malamnya dengan cukup lambat.
Ia meminum air putih yang ada di dalam gelasnya dan menyandarkan tubuh, memperhatikan Aira yang masih serius menyantap makan malamnya.
"Apa makan malamnya sangat enak?"
Mendapati pertanyaan dari Brian membuat Aira menoleh. Ia tersenyum kecil dan mengangguk saat sendok yang berisi makanan baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Sangat enak." Ucapan dari Aira membuat Brian tersenyum kecil.
Semua itu tidak luput dari pandangan Liana dan juga Harry. Mereka tersenyum melihat hubungan Aira dan Brian yang lebih baik.
"Siapa yang memasak makanan ini Mama?" Aira menoleh kepada mertuanya dan bertanya dengan sopan.
"Semua makan malam ini mama yang memasak. Dibantu oleh pelayan di kediaman ini." Jawaban dari Liana membuat tatapan Aira seketika berbinar.
"Mama pandai memasak ya?" Ia berseru seolah Itu adalah sebuah keajaiban.
"Papa mertuamu sangat rewel soal makanan. Ia tidak suka jika makanan yang akan dimakannya, dimasakkan oleh orang lain. Karena itulah, untuk makanan Mama akan memasak sendiri. Dengan dibantu oleh para pelayan."
Penjelasan dari Liana membuat Aira menoleh kepada mertua lelakinya. Ia tersenyum lebar dan kembali menyuap makanan itu ke dalam mulut.
"Apa Aira boleh belajar memasak pada Mama?" AIra seketika bertanya dengan semangat.
Sepertinya jika ia belajar memasak kepada mertuanya, ia pasti akan bisa menghasilkan makanan yang cukup enak seperti ini.
"Tentu saja. Mama akan mengajarimu agar kamu bisa memasak." Liana mengangguk dan merasa senang dengan antusias Aira.
"Dengan begini kamu akan bisa memasakkan Brian makanan dan membuatnya merasa puas dengan pelayananmu nantinya."
Ucapan yang dilontarkan oleh mertuanya membuat Aira menoleh kepada Brian. Ia memperhatikan lelaki itu dengan mengerutkan keningnya.
Niat Aira untuk belajar memasak bukan untuk memasakkan Brian makanan. Tapi karena ia ingin seperti mertuanya yang bisa memasak makanan enak.
Namun Aira tidak mungkin mengatakan itu di sini bukan? Ia tidak ingin mertuanya kecewa jika mengetahui hubungan mereka yang kurang baik.
"Percayalah. Jika kita sudah bisa mengenyangkan perut seorang laki-laki. Maka kita pasti bisa menggenggam hatinya."
Dengan percaya diri Liana berbicara kepada Aira. Dan membuat ketiga orang yang ada di ruangan itu berdecak dengan tingkat kepercayaan diri sang Nyonya rumah.
.......................