NovelToon NovelToon
Miranda "Cinta Perempuan Gila"

Miranda "Cinta Perempuan Gila"

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Romansa / Mantan
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nanie Famuzi

Cerita ini adalah lanjutan dari The Secret Miranda


Aku hanya perempuan yang dipenuhi oleh 1001 kekurangan. Perempuan yang diselimuti dengan banyak kegagalan.

Hidupku tidak seberuntung wanita lain,yang selalu beruntung dalam hal apapun. Betapa menyedihkannya aku, sampai aku merasa tidak ada seorang pun yang peduli apalagi menyayangi ku . Jika ada rasanya mustahil. .

Sepuluh tahun aku menjadi pasien rumah sakit jiwa, aku merasa terpuruk dan berada di titik paling bawah.

Hingga aku bertemu seseorang yang mengulurkan tangannya, mendekat. Memberiku secercah harapan jika perempuan gila seperti ku masih bisa dicintai. Masih bisa merasakan cinta .

Meski hanya rasa kasihan, aku ucapkan terimakasih karena telah mencintai ku. Miranda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanie Famuzi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

“Wah… hebat ya kamu, Mas.”

Suara itu terdengar sinis, menembus keheningan ruang rawat yang tadinya hanya diisi suara napas pelan Miranda.

Jodi sontak menoleh.

Di depan pintu, berdiri Alin,  wajahnya tegang, matanya berkilat menahan amarah.

“Aku kira aku salah lihat,” lanjutnya, suaranya bergetar namun penuh sindiran.

“Tapi ternyata bener. Kamu ninggalin aku makan sendirian di restoran… cuma buat nyuapin pasien gila kamu ini?”

Suster Risa terdiam di tempatnya. Miranda hanya menatap kosong, sementara sendok di tangan Jodi berhenti di udara.

“A–Alin?” suaranya keluar lirih, nyaris tak percaya.

“Lanjutkan aja, Mas,” potong Alin cepat, senyum sinis menodai wajahnya. “Aku gak apa-apa, kok. Cuma penasaran aja... sejak kapan dokter juga jadi perawat pribadi? Atau… suaminya pasien?”

Tatapan Jodi menegang. Ia meletakkan sendok perlahan, lalu menyerahkan nampan pada suster Risa dengan napas berat.

“Alin, Mas bisa jelasin,” ujarnya pelan, berusaha menahan diri.

Namun Alin sudah lebih dulu berbalik, langkahnya cepat, menghentak lantai koridor dengan denting sepatu hak yang menggema panjang.

Pundaknya naik-turun menahan emosi, tapi ia sama sekali tak menoleh ke belakang.

Jodi terdiam sesaat, dadanya terasa sesak oleh campuran rasa bersalah dan bingung.

Tatapan Miranda yang masih terpaku padanya membuat semuanya semakin rumit.

Ia mengembuskan napas berat, lalu berkata pelan,

“Sus, tolong jaga Mira baik-baik…”

Nada suaranya serak, hampir seperti bisikan.

Tanpa menunggu jawaban, Jodi melangkah cepat keluar ruangan, hampir berlari di lorong rumah sakit.

“Alin… Alina! Tunggu dulu!” suaranya menggema, nyaris putus di ujung napas.

Begitu berhasil menyusul, Jodi meraih tangan Alin dari belakang.

Namun Alin reflek menghentakkan tangannya keras, membuat Jodi terhuyung setengah langkah.

Tatapan Alin berkilat marah, matanya memerah penuh emosi.

“Lepasin aku, Mas!” suaranya bergetar, tapi tajam seperti pisau yang baru diasah.

“Ck… pasien kamu bisa dengan mudah dapat perhatian penuh dari kamu, sementara aku?” ia tertawa miris, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku harus nunggu setahun buat kamu bisa buka hati buat aku, Mas. Setahun buat ngerasa jadi istri beneran, bukan cuma pelengkap hidup seorang dokter yang sibuk nyembuhin orang lain tapi lupa nyembuhin hatinya sendiri.”

Jodi terdiam. Napasnya terasa berat, matanya menatap Alin yang kini berdiri dengan dagu terangkat tinggi,  seolah berusaha tampak kuat, padahal suaranya nyaris pecah di akhir kalimat.

Lorong rumah sakit yang tadinya ramai, kini terasa sunyi, hanya suara napas mereka berdua yang saling menabrak dalam udara dingin yang menggantung.

“Alin… tolong dengerin mas dulu,” ucap Jodi dengan nada pelan, berusaha menahan nada tegasnya. Ia melirik ke arah perawat yang mulai memperhatikan mereka, lalu meraih tangan Alin. “Ayo ikut mas sebentar. Jangan di sini.”

Alin mencoba menolak, tapi Jodi sudah lebih dulu menariknya menjauh dari lorong utama, menuju taman kecil di belakang rumah sakit,  tempat yang sepi, hanya suara gemericik air dari kolam kecil yang terdengar.

Begitu sampai, Jodi melepaskan genggamannya. “Kamu gak seharusnya cemburu sama pasien rumah sakit ini, Lin. Mas cuma…”

Alin langsung memotong, suaranya naik satu oktaf. “A-apa kamu bilang, Mas? Aku gak seharusnya cemburu?”

Matanya bergetar menahan amarah, dadanya naik-turun cepat. “Aku ini perempuan, Mas. Aku punya hati! Aku istri kamu, bukan orang asing yang cuma numpang hidup di dunia kamu yang sibuk itu!”

Kata-kata Alin menggema di udara sore yang tiba-tiba terasa berat. Jodi terdiam, menatap wajah istrinya yang kini diwarnai antara marah, dan kecewa.

“Oke, sekarang mau kamu apa, Lin?” suara Jodi terdengar rendah, nyaris seperti desahan lelah. Ia menatap Alin dalam-dalam, seolah mencari sisa pengertian di mata istrinya.

Alin memalingkan wajah, rahangnya menegang. “Aku cuma mau kamu berhenti peduli sama pasien  perempuan itu,” ujarnya tajam. “Berhenti rawat dia, berhenti nyuapin dia, berhenti manggil nama dia dengan lembut seperti tadi.”

Jodi menghela napas panjang, menunduk sesaat sebelum menatap lagi wajah Alin. “Kamu tahu mas gak bisa, Lin. Dia itu pasien. Dia butuh pengawasan—”

“Pasien?!” potong Alin cepat, matanya membulat. “Kamu pikir aku gak lihat cara kamu mandang dia tadi? Itu bukan tatapan seorang dokter ke pasiennya.”

Jodi membeku. Kata-kata itu seperti tamparan yang sulit dibantah. Ia mencoba mendekat, namun Alin melangkah mundur.

“Lin… mas gak pernah bermaksud kayak gitu,” ucapnya lirih. “Mas cuma... terlalu kasihan sama dia. Dia kehilangan segalanya.”

“Dan kamu berniat menggantikan sesuatu yang hilang itu?” balas Alin getir. Suaranya bergetar, tapi matanya menatap tajam. “Kalau iya, mungkin aku yang seharusnya masuk ruang isolasi itu, biar kamu bisa jagain aku seharian.”

“Alin, tolong… jangan seperti ini,” ucap Jodi pelan, suaranya nyaris bergetar. Ia berusaha menatap mata istrinya, tapi Alin justru menunduk, bahunya tegang menahan emosi.

“Lalu aku harus seperti apa, Mas?” sahutnya tajam, menatap Jodi dengan mata yang mulai basah. “Seperti pasien-pasien kamu itu? Biar kamu bisa perhatian, bisa lembut, bisa sabar?”

Nada suaranya meninggi di akhir kalimat, membuat dada Jodi terasa sesak. Ia ingin meraih tangan Alin, tapi Alin menepisnya keras.

“Kenapa sih, Mas?” suara Alin pecah di tengah isak yang ia tahan mati-matian. “Aku ini istri kamu, tapi kenapa aku selalu merasa kayak orang asing di hidup kamu?”

Matanya bergetar menatap Jodi, penuh luka yang nyaris tak bisa disembunyikan. “Padahal semalam… kita baik-baik aja. Aku bahagia banget, Mas tahu?” suaranya melemah, tapi justru terasa semakin menusuk. “Aku pikir… akhirnya kamu mau membuka hati kamu buat aku. Tapi ternyata…”

Ia menunduk, tersenyum getir sambil mengusap air matanya yang jatuh. “Ternyata aku salah. Ternyata aku cuma pengalih capek kamu. Pemuas nafsu kamu. Kamu lebih milih pasien kamu daripada aku, Mas. Kamu tega…”

Napas Jodi tertahan. Ia ingin menjawab, tapi kata-kata seperti macet di tenggorokan. Yang bisa ia lakukan hanya menatap Alin. 

Alin berbalik tanpa sepatah kata lagi, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya pecah juga. Ia berjalan cepat meninggalkan Jodi, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menoleh. Hak sepatunya beradu keras dengan lantai koridor, menggema, seolah menandai setiap retakan kecil di dalam hatinya.

Begitu sampai di parkiran, ia masuk ke mobil dengan tangan bergetar, menyalakan mesin tanpa arah. Jalanan malam yang sepi menjadi saksi bisu saat air matanya terus jatuh tanpa henti.

Di tengah perjalanan, pikirannya melayang jauh ke masa lalu, sepuluh tahun silam, saat segalanya bermula.

Jodi, laki-laki dewasa, tenang dengan senyum lembut yang dulu sering datang ke rumahnya. Laki-laki yang selalu dipuji kakaknya, hingga Alin, gadis kecil saat itu, diam-diam jatuh cinta. Ia tahu itu salah, tapi perasaan itu tumbuh diam-diam, menempel di hatinya seperti luka yang tak kunjung sembuh.

Ia ingat betul, bagaimana ia mempercantik diri, menunggu bertahun-tahun, bahkan saat Jodi sama sekali tak menoleh padanya. Bahkan tidak mengenalinya. Sampai akhirnya, takdir seolah berpihak. Ia diangkat menjadi anak oleh seorang pengusaha kaya raya, dan di sebuah acara amal… takdir mempertemukannya kembali dengan Jodi setelah sekian lama.

Alin tersenyum samar di tengah air matanya, senyum getir penuh ironi. Ia masih ingat jelas malam itu, saat ia memohon pada ayah angkatnya untuk menjodohkan mereka. Ia pikir cinta bisa dibeli dengan kesempatan, bisa dibangun dengan waktu. Tapi ternyata, ia hanya menikahi bayangan dari seseorang yang tak pernah sepenuhnya hadir untuknya.

Kini, di balik kaca mobil yang buram oleh hujan dan air mata, Alin berbisik lirih,

“Sepuluh tahun aku nunggu kamu, Mas… tapi ternyata aku cuma mencintai seseorang yang gak pernah benar-benar milikku.”

......................

Sementara itu di rumah sakit, suasana lorong mulai ramai oleh bisik-bisik kecil yang beredar cepat dari satu perawat ke perawat lain.

“Eh, kalian tahu gak? Ternyata dokter Jodi udah nikah, loh,” bisik salah satu perawat sambil menatap ke arah ruang rawat Miranda.

“Seriusan? Yang tadi marah-marah di depan ruang pasien itu istrinya?” sahut perawat lain dengan mata membulat penasaran.

“Iya, aku lihat sendiri. Cantik sih, tapi… aduh, galak banget. Kasihan dokter Jodi tau,” tambah yang lain setengah berbisik, setengah tertawa menahan gosip.

“Pantes aja dokter Jodi akhir-akhir ini kelihatan capek. Antara pasien gangguan jiwa sama istri yang gampang meledak, kebayang kan stresnya.”

“Ckck… iya. Tapi aku tetap salut sih, dokter Jodi tuh tetap tenang. Gak kebawa emosi sama sekali.”

Bisik-bisik itu terus berlanjut, seperti arus halus yang mengalir di antara langkah-langkah mereka. Hingga salah satu dari mereka menatap ke arah pintu ruang isolasi, berbisik pelan dengan wajah sedikit tegang,

“Tapi aneh deh… pasien di dalam itu, si Miranda. Barusan aku denger dia manggil nama Yulia!” 

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
partini
kalau berjodoh ma dokternya kasihan jg Miranda lah dokter suka lobang doang nafsu doang
Nunna Nannie: 🙏🙏
Terimakasih sudah mampir,
total 1 replies
Aal
bagus... saya suka ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!