Athaya, seorang gadis mungil yang tinggal di pelosok desa. Berlari tunggang langgang kala ketahuan mencuri mangga tetangganya.
"Huuu dasar tua bangka pelit! Minta dikit aja gaboleh!" sungutnya sambil menatap jalanan yang ia tapaki tadi—menjauhi massa penduduk yang mengejarnya.
Athaya adalah gadis desa yang hidup sebatang kara di tengah masyarakat yang menganut budaya nepotisme.
Dimana, mereka lebih memikirkan kerabatnya, daripada orang susah yang ada di sekitarnya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Athaya untuk bertahan hidup.
Sampai akhirnya, ia mengalami hal di luar nalar saat masuk ke hutan. Ia masuk ke dalam portal misterius dan berakhir masuk ke dalam tubuh seorang selir yang sedang di siksa di tengah aula paviliun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mur Diyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibalik niat jahat Ruo Ming
Di tempat persembunyian Ruo Ming. Ia dan beberapa Kasim yang juga menginginkan Kekaisaran Longxia hancur sedang melakukan pesta miras bersama. Tentu saja untuk merayakan keberhasilan mereka untuk menukan persediaan senjata kekaisaran.
"Hahahaha selamat Penasihat Ruo Ming, aku yakin seratus persen, Kekaisaran Longxia akan luluh lantak besok!" Kasim Jibei menyodorkan gelas anggurnya untuk mengajak Ruo Ming bersulang.
"Hahaha Trimakasih terimakasih, itu semua juga berkat kalian. Kalian yang membantuku selama 10 tahun ini. Aku tidak akan sampe ke titik ini jika tanpa dukungan kalian!" Ruo Ming membalas bersulang dengan para Kasim lainnya.
Seluruh pesta pora berlangsung meriah. Banyak makanan dan suguhan yang di hidangkan. Namun tiba-tiba semua itu berubah kala salah satu prajurit bawahannya berlari dengan wajah panik ke arah pesta.
"TUAN!!! GAWAT TUANN!! GUDANG SENJATA TERBAKAR!!!"
Seluruh musik mendadak berhenti. Berganti keheningan dan ketegangan yang memuncak.
Ruo Ming dan lainnya langsung berdiri, melotot tajam dan saling pandang satu sama lain.
"Gawatt!! Cepat padamkan apinya!!"
Seluruh kawanan Ruo Ming yang ada di situ langsung berlarian mencari sumber air. Sementara Ruo Ming langsung berlari ke arah gudang persediaan senjata miliknya.
Ia meremat kepalanya kuat. memaki angin saking kesalnya dengan api yang sudah melahap hampir sebagian gudang.
"SIALL!! Sebenarnya siapa yang sudah melakukan ini?!!" Ia melotot tajam ke arah tanah. Tubuhnya langsung terpaku, memikirkan sesuatu yang mungkin adalah sumber jawabannya.
Namun nihil, ia sama sekali tak menemukan sedikit kejanggalan dari segala rencananya.
"Gamungkin mereka tau kan?!"
"Apa jangan-jangan raja mendengarnya?!" Ia terduduk di atas tanah, menjambak rambutnya frustasi karena segala rencana yang sudah ia siapkan malah hancur begitu saja.
Para Kasim yang juga bekerja sama dengannya ikut kebingungan. Mereka saling pandang dengan raut wajah panik dan juga kesal.
"Kalo kaya gini, sama aja dong dukungan kita sia-sia." Kasim Jibei, yang tadinya mendukung malah berbalik meragukan Ruo Ming.
Ruo Ming mendongak menatap tajam Jibei yang berdiri agak berjarak darinya. "Kau meragukan ku hah?! Mana tadi ucapanmu yang mendukungku?! Sekarang kau malah berbicara seperti ini?!" Ia berdiri dan merangsek kerah baju Kasim Jibei. Membuat yang lainnya menjadi semakin bingung.
"Sudah Penasihat Ruo Ming! Bukankah lebih baik kita matikan dulu apinya?! Kalo kaya gini seluruh persediaan senjata kita akan hancur di lahap api!" Kasim Liu Yan mencoba menasihati keduanya.
Mereka semua pun berusaha untuk memadamkan api. Namun sayang, seluruh persediaan air yang ada di dekat markas, hilang tanpa jejak.
"Sial!! Pasti ada yang mengacaukan semuanya!!" Ruo Ming menendang ember air kosong yang ada di sampingnya penuh emosi.
Ia menjerit dan meraung sekuat tenaga guna untuk menyalurkan amarah yang menghantamnya tanpa sisa.
Siapa yang sudah mengacaukan rencanaku. Padahal aku sudah menyiapkannya dengan matang! Sebenarnya siapa yang membuat rencanaku berantakan seperti sekarang!!
"Tuan!!"
Ruo Ming langsung menoleh ke arah pintu kala salah satu prajuritnya berlari ke arahnya.
"Tuan, ada surat nyasar!!" prajurit itu segera memberikan surat aneh itu kepada Ruo Ming.
Dengan cepat Ruo Ming membaca surat itu.
"Musuh sudah mengetahui pergerakanmu, lebih baik kau mundur. Raja sudah bangun!"
Ujung surat itu langsung di remat olehnya. Matanya langsung melotot—berubah merah.
"BANGSAT!!!"
PRAANGGG!!! Ia membanting teko kecil di sampingnya serampangan. Meremat gelas aluminium di tangannya hingga penyok tak tersisa.
"Jadi kemarin raja mendengarnya?! Bukannya dia sudah mati! Kenapa bisa jadi begini?! Apa ada yang mengawasi ku selama ini?!"
"Sial! Kenapa aku bisa lengah! Kalo kaya gini aku harus gimana hah?! Seluruh pasokanku bisa hilang jika dukungan para Kasim juga hilang!!"
"PRAJURITT!!!" Teriaknya.
Sang prajurit pun masuk dengan cepat. Merunduk tegang di hadapan Ruo Ming. Terlebih tatapan Ruo Ming sangat marah sekarang.
"Cepat selidiki siapa yang sudah mengacaukan rencanaku!!"
Sang prajurit pun langsung mengangguk patuh dan berbalik keluar dari markas.
**
Paginya, seluruh pasukan Ruo Ming sudah bersiap di atas bukit. Menunggu kedatangan tentara Kerajaan Xiarong ke jalur pertempuran.
Namun sampai waktu sudah hampir siang pun, tak ada tanda-tanda kemunculan atau hanya sekedar suara gemuruh langkah kaki kuda dari ujung sana.
"Ada apa ini? Kenapa tak ada sekalipun tanda-tanda kemunculan Tentara Xiarong?!"
"Tuan bagaimana ini?!!" salah satu prajurit berteriak dari arah bawah, ke arah Ruo Ming yang berada di pucuk bukit.
Ruo Ming mengepal emosi. Rahangnya mengeras seiring dengan rasa amarah yang membara di dalam hatinya.
"Kita putar balik saja! Mungkin mereka lewat jalur selatan!!" Ruo Ming pun berbalik—hendak pergi dari persembunyiannya.
Namun langkahnya terhenti kala tiba-tiba di belakang mereka, muncul satu persatu tentara Kerajaan Xiarong. Menatap tajam ke arahnya. Dan yang lebih mencengangkannya lagi. Putri Xiao Lu, juga ada di sana.
Namun yang lebih membuatnya terpukul lagi adalah, kemunculan Raja Longxia dan juga Elios, serta Elise di balik mereka.
Ruo Ming semakin mengeratkan tangannya hingga gemetar. Bahunya seolah di timpa beban berat hingga ia rasanya berat untuk sekedar berpindah tempat.
"APA MAKSUD SEMUA INI!!!" Ruo Ming berteriak lantang. Menatap tajam semua musuh yang seharusnya saling menghancurkan, justru kini berada di garis yang sama untuk melawannya.
"Ini bukanlah rencana yang aku inginkan!!! Bukan seperti ini!!! ARRGHHHH sialan kaliann!!!" Ruo Ming menghancurkan senjata-senjata dari tangan tentaranya.
Sementara Raja Longxia kini berjalan lebih maju ke hadapannya. "Kau sudah melewati batas, Ruo Ming." Suaranya gemetar, menyiratkan sebuah kekecewaan yang tak terbendung.
Ruo Ming yang tadinya mengamuk, kini menatap rajanya dengan tawa lepas seperti orang gila.
"Heyy tua bangka!!" Elios hampir saja menebas leher Ruo Ming jika tidak di tahan oleh Elise dan juga isyarat lewat tangan ayahnya.
"Kenapa? Kau baru menyadarinya?? 10 tahun aku merencanakannya tau, dan bodohnya kamu mengikuti semua alur rencanaku hahaha!!" Ruo Ming tertawa menggelegar seperti orang tidak waras.
Namun Raja tau, itu hanyalah rasa kekalahan dan putus asa yang dibalut sebuah tawa. Jauh dari lubuk Sang raja, ia merasa tak rela penasihat terbaik kerajaan seperti Ruo Ming, harus ia hancurkan. Terlebih meskipun jahat, Ruo Ming juga penyumbang otak tercerdas setiap ia membutuhkan pendapat.
"Sudahlah, Ruo Ming! Kami tidak akan melepaskan mu. Jadi serahkan saja dirimu baik-baik daripada kau mati di tangan kami!!" Seru raja kerajaan Xiarong.
"Diam kau!! Aku tak butuh suara dari mulutmu itu!!"
Prajurit Kerajaan Xiarong pun langsung berlari mengelilingi Ruo Ming, menghunuskan tombak ke lehernya. Namun Ruo Ming sudah tak perduli lagi sekarang. Rasanya melanjutkan hidup di tengah rahasia besarnya yang terbongkar, mungkin mati jauh lebih baik.
Ruo Ming menatap tajam sang raja. "Kenapa kau cuma diam?! Bunuh saja aku! Bukankah aku penghianat disini?! Cepat kalian bunuh aku!!" rasa putus asa kini semakin menggerogoti hatinya. Hingga rasanya ia ingin mati saja sekarang juga, daripada menanggung malu di penjara seumur hidup.
Sang raja menghela nafas berat. Ia merunduk sekilas sebelum kembali menatap Ruo Ming.
Tak ada sirat benci, penyesalan, atau rasa balas dendam sedikitpun di wajahnya. Hingga membuat Ruo Ming tanda tanya, apa yang sebenarnya raja fikirkan, kenapa tidak langsung membunuhnya saja? Bukankah lebih bagus membunuhnya sekarang daripada ia kabur?
"Aku tak menyalahkan mu, Ruo Ming."
Mata yang tadinya setajam belati langsung memudar. Berganti dengan mata berkaca-kaca yang begitu dalam ia tahan. "MAKSUDMU APA?!!" Ia berteriak emosi. Dikasihani bukannya membuat hatinya lega, justru harga dirinya merasa tergores sekarang.
"AYAHH!!" Elios yang kesal pun tak mampu lagi menahan kesabarannya. "Apa yang ayah ucapkan?! Bukankah seharusnya kita membunuhnya?! Apa ayah tidak sanggup?! Biar aku saja!!"
ELIOSSS!!!" Elios seketika langsung membisu.
"Tahan dirimu!!" imbuh sang raja.
Kini tatapan raja beralih menatap Ruo Ming. Tatapan yang begitu dalam, yang selalu Ruo Ming lihat setiap harinya. Hati Ruo Ming serasa goyah. Ia tak habis fikir dengan apa yang ada di dalam fikiran raja.
"KENAPA KAU TERUS LEMBUT PADAKU HAH?! KAU FIKIR AKU SUKA?!! KAU MENGHINAKU HAH?!!" Ruo Ming semakin emosi karena merasa di kasihani.
Sementara Raja lagi-lagi hanya menghela nafas panjang. "Kau mau mati, Ruo Ming?" suaranya lembut, sama sekali tak ada nada kasar di setiap perkataannya.
"Iya!! Bunuh saja aku!!"
"Lalu bagaimana dengan istri dan anak-anakmu?"
DEGGG!!
Tubuh Ruo Ming seketika membatu. Kakinya gemetar mendengar istri dan anaknya di sebut oleh raja.
"Apa ini? Raja tau aku memiliki istri dan anak?! padahal aku bilang anak dan istriku sudah mati karena di bunuh musuh!" batinnya bingung.
"Aku tau. Kau kira aku akan percaya begitu saja dengan ucapanmu? Kau adalah pelancong yang aku temukan dan aku selamatkan dari incaran bandit hutan. Aku mengangkatmu jadi penasihat karena aku tau kecerdasanmu lebih dari siapapun, Ruo Ming."
Bahu Ruo Ming semakin gemetar hebat. Bibirnya seolah kelu untuk sekedar membuka mulut. Ia sadar, dulu ia hampir sekarat jika tidak di selamatkan oleh Raja di tengah hutan.
Karena keluarganya hidup di tengah ekonomi yang mencekik. Ia pun berniat melancong untuk menambah biaya hidup keluarga kecilnya. Meski tidak rela, ia harus melakukannya. Ia tak sanggup melihat anak istrinya kesusahan hanya untuk sekedar makan.
Ia merasa menjadi kepala rumah tangga yang tidak berguna jika sampai keluarga kecilnya kelaparan. Ia begitu mencintai istrinya, lebih dari siapapun. Bahkan orang tuanya saja tidak ia cintai melebihi istrinya. Ia hanya ingin istrinya bisa memakai barang branded seperti istri-istri orang kaya juga.
Baginya, kebahagiaan istrinya tak lebih dari kebahagiaan baginya. Kelembutan dan keanggunan istrinya, membuat naluri baiknya goyah dan serakah. Rasa ingin membahagiakan jauh lebih baik untuk keluarga kecilnya membuat ia tak ingin hanya sebagai penasihat saja. Ia ingin menjadi penguasa salah satu negeri, dan itu ia lakukan hanya demi istri tercintanya.
Ia mengira raja begitu bodoh sebagai seorang pemimpin . Ia terlalu baik dan pemaaf, sampai-sampai tak menyadari bahwa ia telah mengangkat musuh di sarangnya. Ia berniat menyingkirkan raja karena menurutnya, raja begitu lembut dan naif, sama sekali tak cocok menjadi seorang pemimpin negeri. Namun ternyata ia salah, fikiran raja jauh lebih dalam dari itu. Mungkin ia bersikap seolah tak tau, tapi sebenarnya, dia tau lebih dari yang orang ceritakan.
"Apa sekarang kau ingin mengancamku dengan anak dan istriku hah?!!! Cukup bunuh saja aku, tapi jangan usik merekaa!!!"
"AYAHHHH!!!!! HIKSSS...JANGAN TINGGALKAN KAMI!!!"