NovelToon NovelToon
Satu Cinta, Dua Jalan

Satu Cinta, Dua Jalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta Terlarang / Cinta Paksa / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bercocok tanam
Popularitas:805
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Ketika mobil Karan mogok di tengah jalan, pertemuannya dengan Puri menjadi awal dari kisah yang tak terduga.
Mereka berasal dari latar belakang keyakinan yang berbeda, namun benih cinta tumbuh seiring waktu. Di awal, perbedaan agama hanya dianggap warna dalam perjalanan mereka—mereka saling belajar, berbagi makna ibadah, dan menghargai kepercayaan masing-masing.
Namun, cinta tak selalu cukup. Ketika hubungan mereka semakin dalam, mereka mulai dihadapkan pada kenyataan yang jauh lebih rumit: restu keluarga yang tak kunjung datang, tekanan sosial, dan bayangan masa depan yang dipenuhi pertanyaan—terutama soal anak-anak dan prinsip hidup.
Di sisi lain, Yudha, sahabat lama Puri, diam-diam menyimpan perasaan. Ia adalah pelindung setia yang selalu hadir di saat Puri terpuruk, terutama saat sang ibu menentang hubungannya dengan Karan
Diam-diam, Yudha berharap bisa menjadi tempat pulang Puri.
Kini, Puri berdiri di persimpangan: antara cinta yang Karan Atau Yudha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Setelah mereka tiba di rumah, udara malam Yogyakarta yang sejuk masih terasa menyelimuti.

Mama Karan tersenyum hangat sambil menepuk pelan lengan Puri.

“Lekas tidur ya, Nak. Besok pagi mama ajak kamu ke pasar. Kita belanja bahan buat masak siang,” ucapnya lembut.

Puri mengangguk dengan senyum kecil. “Iya, Mama. Terima kasih untuk malam ini… semuanya indah.”

“Tidur yang nyenyak, ya,” sahut Karan sambil mengusap kepala Puri dengan sayang.

Puri masuk ke kamarnya dan merebahkan diri di atas ranjang.

Masih terngiang-ngiang suara tawa dan obrolan hangat tadi. Hatinya penuh rasa syukur.

Sementara di ruang tengah, Karan duduk sebentar bersama mamanya.

“Terima kasih, Ma… Puri senang banget hari ini.”

Mama Karan menatap putranya dengan mata penuh makna.

“Jaga dia baik-baik, Ran. Perempuan seperti Puri itu tidak datang dua kali.”

Karan mengangguk pelan, menyadari betapa berharganya Puri bagi hidupnya.

***

Pagi menyapa rumah sederhana keluarga Karan dengan hangatnya sinar matahari yang menyelinap melalui celah jendela.

Aroma sedap dari dapur menyebar ke seluruh penjuru rumah perpaduan antara wangi teh hangat dan gurihnya bubur terik tahu telur.

Di meja makan, Mama Karan telah menyiapkan semuanya dengan rapi.

Dua cangkir teh hangat mengepul di sisi piring-piring yang berisi bubur terik, lengkap dengan tahu goreng, irisan telur rebus, dan sambal kecap yang menggoda selera.

Tak lama kemudian, Puri keluar dari kamar dengan kerudung yang belum sepenuhnya rapi, wajah masih tampak mengantuk, tapi senyum kecil merekah saat mencium aroma makanan.

“Selamat pagi, Ma,” sapa Puri lembut.

“Pagi, Nak. Ayo sarapan dulu. Ini bubur kesukaan mama terik tahu telur, khas sini,” ujar mama Karan sambil mempersilakan Puri duduk.

Karan pun keluar dari kamarnya, menguap lebar sambil mengacak rambut.

“Wah, pagi ini wangi banget dapur Mama,” katanya sambil mencium pipi mamanya.

Mereka bertiga duduk bersama, menikmati sarapan dalam kehangatan keluarga.

Sesekali tawa kecil terdengar dari candaan ringan antara Karan dan Puri, sementara mama hanya tersenyum puas, melihat keduanya mulai terbiasa satu sama lain.

Setelah sarapan, mama bangkit dan berkata, “Ayo siap-siap, kita ke pasar pagi ini. Banyak yang harus dibeli.”

Setelah sarapan selesai dan meja telah dirapikan, Mama Karan bersiap membawa Puri dan Karan ke pasar pagi.

Suasana kota Yogyakarta yang masih sejuk dan belum terlalu ramai memberi nuansa damai sepanjang perjalanan.

Sesampainya di pasar, mama langsung menggandeng tangan Puri sambil berkata dengan lembut, “Hari ini Mama ingin beliin kamu pakaian, Nak. Biar kamu punya kenang-kenangan dari sini.”

Puri terkejut dan tersenyum malu. “Ma, nggak usah repot-repot…”

“Bukan repot, ini mama yang pengen. Anggap saja ini sebagai tanda sayang mama,” ucapnya sambil tersenyum hangat.

Mereka berjalan menyusuri deretan toko batik dan kain tradisional.

Mama memilihkan beberapa model dress dan atasan dengan corak khas Yogyakarta. Karan sesekali ikut memberi pendapat, memilih warna yang cocok untuk Puri.

“Aku suka yang ini,” kata Karan sambil menunjuk gamis batik dengan perpaduan warna coklat dan krem. “Kamu pasti cantik banget pakai ini.”

Puri mencoba beberapa pilihan dan akhirnya memilih dua potong pakaian yang memang pas di hati.

“Terima kasih, Ma. Aku senang sekali…”

Mama tersenyum sambil menepuk pelan bahu Puri.

“Selama kamu di sini, kamu bagian dari keluarga ini. Apa pun yang kamu butuhkan, mama akan usahakan.”

Hari itu terasa sangat berarti bagi Puri, bukan hanya karena baju baru, tapi karena perhatian dan kasih sayang yang ia terima dari orang yang sebelumnya asing, tapi kini serasa ibu kandung sendiri.

Setelah puas berbelanja pakaian di pasar, mama Karan menggandeng tangan Puri dan mengajaknya menuju deretan warung kaki lima yang menjual makanan khas Yogyakarta.

“Mama ajak kamu minum es dawet dulu, ya. Di sini enak banget, segar,” ucap mama dengan senyum hangat.

Mereka duduk di sebuah warung kecil yang dikelilingi aroma gula merah dan santan.

Penjualnya menyajikan es dawet dengan tape ketan hijau dan potongan nangka manis, dingin, dan sangat menyegarkan di tengah hari yang mulai menghangat.

“Wah, ini enak banget, Ma,” kata Puri sambil menyeruput sendok pertama. Matanya berbinar.

Setelah es dawet, mereka mencoba makanan khas lainnya seperti gudeg krecek, sate klathak, dan tempe bacem.

Mama terus menyuapi Puri dengan pilihan-pilihan kecil, memperkenalkannya pada cita rasa lokal yang kaya.

“Kamu harus coba semua, biar makin cinta sama Jogja,” canda mama sambil tertawa.

Karan duduk di samping mereka, menikmati suasana. Puri tidak bisa berhenti tersenyum ia tidak menyangka akan merasa sebahagia ini, apalagi bersama orang-orang yang perlahan mulai ia anggap keluarga.

Malam itu suasana rumah terasa tenang. Angin malam berhembus pelan lewat jendela terbuka, menebar aroma bunga melati dari taman kecil di halaman.

Di ruang keluarga, mama duduk di kursi kayu rotan sambil menatap Karan dan Puri yang tengah berbincang pelan di sofa.

Dengan suara lembut tapi penuh ketegasan, mama memanggil mereka, “Karan, Puri… mama mau bicara.”

Keduanya langsung menghentikan obrolan dan mendekat. Puri sedikit gugup, duduk di samping Karan, sementara Karan mencoba tetap tenang.

Mama menatap mereka sejenak, lalu bertanya dengan serius, “Apakah kalian berdua berencana menikah?”

Puri menunduk, jantungnya berdetak cepat. Karan menatap wajah ibunya, lalu memegang tangan Puri dengan lembut dan menjawab, “Iya, Ma. Aku punya niat serius sama Puri. Tapi kami belum merencanakan waktu pastinya. Kami ingin menjalani semua dengan restu Mama dan orang tua Puri.”

Mama terdiam sejenak. Ia lalu menarik napas dan berkata, “Mama sudah melihat kesungguhan kalian. Tapi menikah bukan hanya tentang cinta, ini tentang keyakinan, tanggung jawab, dan kesiapan menghadapi banyak hal.”

Puri mengangguk pelan. “Kami tahu itu, Ma. Dan aku… aku juga ingin meyakinkan Mama bahwa aku tidak akan memaksa Karan untuk berubah. Kami ingin saling menghargai, tanpa mengorbankan kepercayaan masing-masing.”

Mama tersenyum kecil. “Itu yang mama harapkan. Kalau cinta kalian kuat, jangan saling ubah, tapi saling peluk perbedaan itu dengan tulus.”

Suasana malam itu jadi penuh haru. Tak ada suara lain selain detak jam dinding dan hembusan angin lembut yang menenangkan.

Mama meminta Karan untuk ke kamar karena mama ingin bicara serius dengan puri

"Apakah kamu yakin mencintai Karan anak mama?"

" Iya Ma, saya sangat mencintai Mas Karan,"

"Mama minta ke kamu jangan biarkan Karan jauh dari Tuhannya. Pasti kamu tahu apa yang mama bicarakan."

Puri terdiam sejenak, menunduk dengan hati yang bergetar.

Suara mama Karan begitu lembut, namun mengandung makna yang dalam.

Puri tahu, ini bukan hanya tentang cinta antara dua insan, tapi tentang keyakinan yang menjadi akar hidup seseorang.

1
kalea rizuky
hamil deh
kalea rizuky
bagus awalnya tp karena MC nya berhijab tp berzina maaf Q skip karena gk bermoral kecuali dia di perkosa
kalea rizuky
tuh dnger emak nya karan g stuju ma loe
kalea rizuky
berjilbab tp berzina pur pur didikan ibumu jos
kalea rizuky
pasti ortu karan gk setuju pur. pur bodoh qm blom nikah uda ilang perawan
kalea rizuky
puri kenal karan jd murahan
kalea rizuky
harusnya di pesenin lah taksi online Yuda gk tanggung jawab bgt
kalea rizuky
masih menyimak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!