Shanum disiksa sampai matii oleh dua kakak tirinya. Sejak ibunya meninggal, dia memang diperlakukan dengan sangat tidak baik di rumah ayahnya yang membawa mantan kekasihnya dan anak haramnya itu.
Terlahir kembali ke waktu dia masih SMA, ketika ibunya baru satu tahun meninggal. Shanum bangkit, dia sudah akan membiarkan dirinya dilukai oleh siapapun lagi. Dia bukan lagi seorang gadis yang lemah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Gagal Lagi
Diana masih berada di rumah sakit ketika kakaknya dan ibunya datang.
"Anakku, apa yang terjadi?" tanya Yuyun yang memang terlihat sangat mengkhawatirkan Diana.
Wajah Diana merah, dengan bentol-bentol hampir di seluruh tubuhnya.
Saat di periksa tadi, ada ulat bulu di temukan rambutnya. Diana kesal sekali. Bagaimana bisa, dari ketiga orang yang ada di bawah tiang bendera. Hanya dia yang terkena ulat bulu itu.
Diana pun segera menceritakan semua kejadiannya pada ibunya.
"Apa? kamu dihukum sama guru matematika kamu! tidak bisa, ibu tidak bisa diam saja. Ibu akan telepon ayah kamu, biar dia hubungi pak Mario..."
"Ibu, ibu jangan berlebihan begitu! Diana kan dihukum karena dia salah, dia tidak mengumpulkan pr. Untuk apa ibu minta ayah menghubungi pengacara?" sela Dion yang merasa ibunya terlalu berlebihan.
"Iya Bu, lagipula ini semua karena ulat bulu sialann itu! aku jadi gatal-gatal begini!" keluh Diana pada ibunya.
Tapi yang namanya seorang ibu. Dia tentu saja ingin anaknya tidak mendapatkan masalah apapun. Ingin anaknya itu baik-baik saja.
"Bagaimana bisa di sekolah internasional seperti itu ada ulat bulu?" tanya Yuyun lagi.
Diana hanya mendengus kesal. Kalau dia tahu, dia juga tidak akan berdiri di situ. Tapi, memang perawatan tanaman pagar di tempat itu dilakukan dengan baik oleh tukang kebun sekolah. Ulat bulu itu kan memang berasal dari taman samping, yang memang banyak sekali pepohonan besar. Pihak sekolah juga tidak menyarankan untuk pergi ke tempat itu bagi para siswanya. Dan ulat bulu itu, memang sengaja di bawa oleh Shanum. Bukan salah pihak sekolah atau tukang kebun sekolah.
Daripada memikirkan ibunya yang terlalu mengkhawatirkan keadaan sekolah. Diana lebih tertarik untuk menarik kakaknya ke dekatnya.
"Kakak, ini sudah waktunya pulang sekolah. Seharusnya teman-teman kakak sudah beraksi kan?" tanya Diana penuh harap pada Dion.
Dia sangat berharap, Dion bisa menjalankan rencananya dengan baik. Tidak masalah dia gagal, yang penting rencana kakaknya berjalan dengan baik. Setidaknya itu akan mengobati sakit hatinya karena kegagalannya.
Dion yang mendengar bisikan adiknya itu langsung mengangguk cepat.
"Tenang saja, mereka sudah ada di depan sekolah setengah jam yang lalu. Saat mereka sampai di gudang, dan menyiksa wanita bodohh itu. Mereka akan mengirimkan videonya pada kita!"
Diana terlihat tertawa senang. Dia sudah tidak sabar melihat video itu. Pokoknya, Diana ingin melihat Shanum menjerit, menangis dan meminta ampun pada para premann teman-teman kakaknya itu.
Sayangnya, apa yang akan terjadi tidak lagi sesuai dengan keinginan mereka. Karena saat Shanum menunggu Dimas di depan pintu gerbang. Regina menemani Shanum sampai sekarang.
Hingga tidak ada kesempatan bagi para premann itu mendekati Shanum. Para premann itu gelisah menunggu Regina pergi. Sementara Regina, dia tahu kalau para premann itu sejak tadi melirik ke arah Shanum.
"Ibu tidak bawa mobil?" tanya Shanum.
"Aku bawa, hanya ingin memastikan lain kali pria sok sibuk itu menjemputmu tepat waktu. Ini sudah lebih dari dua puluh menit harusnya dia menjemputmu. Tidak konsisten, tidak tepat waktu, kamu berhak marah padanya!" kata Regina.
Shanum berpikir sejenak. Memangnya dia boleh marah pada Dimas hanya karena hal kecil seperti ini. Kemarin dia bahkan yang membuat Dimas menunggu karena dia asik bermain basket mengalahkan Reno.
Shanum tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Paman sangat sibuk bu guru. Dia masih nau menyempatkan mengantar dan menjemputku sekolah saja itu sudah hal yang sangat baik yang aku dapatkan. Aku rasa tidak perlu marah padanya" kata Shanum jujur.
Regina juga tersenyum, sekilas memandang senyum gadis di depannya itu. Dia benar-benar mengingat Sofia. Shanum begitu cantik dan pengertian. Sama persis seperti Sofia.
Tangan Regina terangkat dengan sendirinya. Dia mengusap kepala Shanum dengan lembut.
"Jika kamu butuh bantuan apapun, jangan segan katakan pada bibi ya nak!" ucapnya dengan sangat lembut.
Shanum mengangguk cepat.
"Baik bi, terimakasih!"
Tak lama mobil Dimas pun datang, para premann itu yang melihat mobil Dimas Megantara. Pada akhirnya harus pergi dengan sia-sia. Kalau mereka masih berani mengikutinya. Namanya cari mati.
Regina melirik ke arah beberapa orang yang langsung masuk ke dalam minibus hitam lalu pergi itu.
'Mereka sudah pergi!' batin Regina.
Dimas keluar dari dalam mobil. Lalu menghampiri Regina.
"Kak, Shanum"
"Terlambat 25 menit. Apa kamu seorang pria yang menghargai waktu?" tanya Regina komplain.
Dimas tentu saja tidak akan membantah. Dia benar-benar terjebak meeting dan macet karena memang waktu pulang sekolah.
"Maafkan aku. Terimakasih sudah menjaga Shanum sampai aku datang, kak. Mau makan siang bersama, atau..."
"Aku bawa mobil. Kamu ajak Shanum pulang. Dia pasti lelah!" kata Regina yang pergi begitu saja setelah mengusap lengan Shanum perlahan.
Dimas membuka pintu mobil untuk Shanum.
"Terimakasih paman" kata Shanum yang masuk ke dalam mobil.
Mereka pun meninggalkan tempat itu.
Sementara di rumah sakit. Dion masih bersama dengan Diana. Yuyun sedang ke kantor ayahnya untuk membawakan makan siang.
Dan saat mereka memang sedang menunggu kabar dari teman-teman Dion. Ponsel Dion berdering.
Diana segera menoleh ke arah kakaknya.
"Ini dari mereka!" kata Dion.
Diana langsung mengangguk dan mendengarkan apa yang teman kakak nya itu katakan. Dia sangat tidak sabar.
"Bagaimana? kalian sudah bawa si bodohh itu ke gudang?" tanya Dion yang terlihat sangat antusias.
[Bro, sorry ini. Kita gak berhasil]
Diana melebarkan matanya.
"Kok bisa?" tanya Diana kesal.
[Bro, perempuan itu di luar nunggu jemputan sama guru, ditemani sama gurunya. Gimana kita mau dekati dia. Sorry bro! besok deh kita garap lagi ya. Udah dulu, mau makan dulu kita, laper]
"Re..."
Tut Tut Tut
Panggilan telepon itu terputus ketika Dion ingin bertanya pada temannya itu.
"Reza, ck!"
Diana terlihat kesal.
"Kenapa bisa gagal lagi sih? susah sekali mengerjai Upik abu itu sekarang! kalau dia terus tinggal di rumah Dimas Megantara. Kita sama sekali gak bisa menyentuhnya kak. Ini menyebalkan sekali. Kakak harus lakukan sesuatu. Masa iya kita biarkan dia hidup senang dan tenang. Dia sudah mencuri ayah kita, kebahagiaan yang harusnya jadi milik kita kak, kita gak bisa biarkan dia hidup nyaman dan bahagia!"
Diana begitu menggebu-gebu. Kenapa seolah disini dia adalah korban. Padahal ibunya adalah wanita simpanan yang membuat Shanum kehilangan ibunya karena di racuni oleh ayahnya sendiri. Kenapa mereka menganggap seolah Shanum dan ibunya yang merebut kebahagiaan mereka. Pikiran orang egois memang sulit dimengerti.
***
Bersambung...