NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:968
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 18 Tanda Merah

Lamia satu kelompok dengan Devan, suatu hal yang selalu ia harapkan karena selalu dekat dengan Devan. Ia duduk tepat di samping Devan yang fokus mendengar penjelasan teman kelompoknya.

"Barang kali kalian punya ide selain gue?"

"Gue sih setuju sama saran lo. Tapi gue kurang setuju sama pendapat lo yang katanya ingin memantau masyarakat desa agar membuang sampah pada tempatnya. Gimana ya...pemerintah sekarang itu lebih memperhatikan bagian masyarakat kota saja. Mereka mana mau ke desa-desa. Menurut mereka yang paling penting itu pusat kota karena pusat kota yang akan jadi pemandangan pertama."

"Benar juga kata Cika," Setuju Devan.

"Bisa juga, kalau Lamia gimana?" Tanya Rafi yang di tunjuk sebagai ketua kelompok mereka.

"Lamia," Panggil Rafi lagi tapi Lamia tak menyahut. Ia masih sibuk memandang Devan yang tak sudi menoleh padanya.

"Lamia!" Pekik Cika membuat Lamia tersentak.

"Ha? Ada apa?"

"Kalau lo gak serius sama kerja kelompok kita, mending lo pindah aja ke kelompok lain," Cetus Cika begitu sinis.

"Tahu, ini itu bukan saatnya mau dekat-dekat sama cowok," Seru Candra, bisa di bilang dia itu suka berkata pedas.

"Gu....gue...sorry."

Devan menoleh pada Lamia. Ia jadi mengerti mengapa teman-temannya ini marahin Lamia. Jadi sejak tadi cewek caper ini lihatin dirinya dan tidak fokus dengarin penjelasan temannya. Devan semakin jijik pada cewek ini.

"Can gantian. Lo duduk di sini."

Lamia sakit hati lagi saat Devan sendiri meminta pindah duduk dengan Candra. Segitunyakah? Tidak bisakah cowok itu menghargai sedikit perasaanya.

"Kita fokus lagi, ayo. Ini itu tugas penting banget jadi kita harus serius. Tahu sendirikan gimana Pak Ilyas. "

"Iya Raf," Seru mereka semua.

•••

Vanya menemani Anis bertemu sepupunya yang ada di fakultas hukum. Ini kali pertamanya ia datang kesini. Kata orang-orang fakultas hukum itu gudangnya cowok ganteng. Tapi benar sih kata orang-orang. Soalnya Vanya pernah di dekati dua orang anak fakultas hukum.

Sepupu Anis ini cowok, dan dia ada di jurusan Hukum ekonomi. Pertama kali ia masuk ke Fakultas Hukum seperti biasanya banyak yang mengenalnya. Vanya senang sekaligus kesal. Senang karena cowok-cowok menatap kagum padanya dan kesal pada cewek-cewek yang menggosipinya dirinya.

"Dia sepupu lo?" Tanya Vanya dan Anis mengangguk.

"Kak Dito kenalin ini teman aku namanya Vanya."

"Hmm."

Buset cueknya. Dari tampangnya memang cowok itu kelihatannya memang agak-agak lain tapi Vanya tak menyangka sepupu Anis sedingin ini. Padahal Vanya rencanannya ingin Pdkt tapi setelah di pikir-pikir tidak jadi.

"Ini laptop Kak Dito. Oh iya kata Papa kak Dito disuruh nginap di rumah."

"Oke."

"Yaudah aku pergi dulu kak, "Pamit Anis tapi Dito tak membalasnya. Cowok itu langsung berbalik badan dan pergi dari sana.

Vanya tak percaya melihat sikap sepupu sahabatnya ini. Ada ya orang seperti itu. Tidak tahukah dia kalau ada cewek cantik di hadapannya. Minimal natap Vanya selam satu menitlah. Buru-buru mau natap selama satu menit, selama sepuluh detik saja tak akan pernah.

"Maaf ya Vanya, kak Dito memang gitu, dingin orangnya."

"Iya gak papa. Tapi dia memang kayak gitu sama semua orang? Dingin banget."

"Iya dia memang kayak gitu. Sama gue aja dia jarang ngomong."

"Dia tinggal sama lo?"

"Dia tinggal di Apartemen dekat sini. Sebelumnya dia itu tinggal di jakarta tapi dia mau ambil S2 di sini jadi dia tinggal deh di sini."

Mata Vanya langsung membola. "Wahh mantap banget. Dia seumuran gue?"

"Lebih tua 3 tahun dari lo."

"Tapi gak kelihat tua ya, gue kira tadi seumuran lo."

"Lo gak ada rencana buat suka kan sama dia?" Tanya Anis terlihat was-was.

"Mmmm rencana sih tap----"

"Jangan!"

"Kenapa?"

"Dia duda."

•••

Sepupu Anis duda membuat Vanya kaget bukan main. Cowok seganteng itu duda dan selain itu Anis mengatakan kalau sepupunya itu tega meninggalkan istrinya yang baru lulus SMA. Jadi bisa disimpulkan sepupu Anis itu menikah muda. Untungnya Vanya gercep mundur duluan.

Sepanjang jalan pulang Vanya terus bercerita soal sepupunya Anis pada Devan. Cowok itu sudah ngambek duluan karena Vanya yang lebih dulu mengatakan rencana ingin Pdkt sama sepupunya Anis itu. Tahu sendiri kan gimana Devan.

"Dev kok diam aja sih?"

"Hmm kenapa?"

"Dengar sih cerita gue?"

"Iya dengar. Dito si duda brengsek itu kan yang pengen lo jadikan cowok."

"Gak jadi Dev, mending yang lain aja deh."

"Iya yang lain aja. Yang dekat ada ngapain yang jauh-jauh," Ucap Devan berharap Vanya peka.

"Iyaya kayak kak Vegas kan? Kak Vegas yang dekat-dekat ngapain gue cari yang jauh."

"Vanya!" Geram Devan dengan suara tertahan. Tangannya langsung menjambak rambut cewek itu, beruntungnya sekarang sedang lampu merah jadi Devan bisa leluasa menjambak gadis ini.

"Argggg sakit!"

Devan melepas jambakannya kemudian menatap Vanya dengan tatapan yang masih menyimpan beribu kekesalan.

"Kenapa sih?"  Vanya merapikan rambutnya yang berantakan.

"Lo tuh yang gak peka monyet! Gemes gue sama lo!"

"Gak peka apasih anjing!"

"Vanya! Mulutnya astaga," Devan menatap Vanya tak percaya. Sedangkan Vanya langsung menutup mulutnya karena sadar atas kesalahannya.

Tuk

"Awww!"

"Rasain."

"Sakit mulut gue!" Pekik Vanya kesakitan karena Devan menyentil bibirnya.

"Ya lo mulutnya!"

Vanya menurunkan bibirnya sedih berusaha menahan air matanya. Devan yang sadar setelah Vanya terdiam melirik Vanya sekilas karena sekarang ia sudah melanjutkan perjalanannya.

Devan langsung menepikan mobilnya setelah itu langsung memegang kedua sisi wajah Vanya yang akhirnya mengeluarkan air mata. Gara-gara kecemburuannya ia jadi membuat Vanya menangis seperti ini. Bukan-bukan, ini bukan salahnya. Tapi ini salah si duda brengsek itu.

"Maaf, sakit ya?"

"Pake nanya lagi, sakit lah," Ketus Vanya menyentak kedua tangan Devan.

Duh kalau kayak gini susah membujuk Vanya. Devan terus mencari cara agar Vanya memaafkannya.

"Vanya maaf, gue tahu gue salah. Maaf ya," Devan memiringkan kepalanya berusaha memperlihatkan wajahnya pada Vanya yang menatap ke luar jendela.

"Maaf ya," Devan semakin mendekat karena Vanya yang tak meresponnya.

"Sakit ya bibirnya?"

Vanya seperti tersengat aliran listrik karena Devan yang memegang bibirnya.

"Devan ngapain sih astaga. Please Vanya tetap jual mahal, oke."

"Gue obatin mau?"

Vanya melirik Devan sekilas. Mengangkat kedua alisnya menatap Devan tak mengerti.

Cup

Devan menciumnya astaga. Dan Vanya hanya diam tak bergerak. Devan menempelkan bibirnya lebih lama dari biasanya.

Keduanya saling tatap setelah Devan melepaskan bibirnya. Sial. Devan mengumpat dalam hati karena sekarang ia tak bisa menahan diri. Ia kembali menubrukkan bibirnya dan sekarang bukan hanya kecupan biasa saja.

Vanya yang sebelumnya terdiam mulai terbawa suasana dan mengimbangi ciuman Devan yang menggebu-gebu. Vanya berharap semoga tidak ada orang yang melihat  kelakuan mereka di dalam mobil.

•••

Vanya masuk kedalam rumahnya dengan keadaan yang tidak bisa dijabarkan. Setelah ciuman keduanya berhenti Devan hanya mengelus pipinya setelah itu mengecup keningnya. Tahu seperti gimana wajahnya pada saat itu. Mukanya seperti mulut ikan yang minta makan. Benar-benar memalukan.

"Vanya."

"Ha?"

"Kamu melamun? Mama sama Papa panggil kamu loh tadi."

"En....enggak Ma, aku cuma kecapean jadi kayak gini. Yaudah Vanya pamit ya. Daaa Ma, Pa!" Vanya mengecup kedua pipi orangtuanya dan terburu-buru pergi dari sana.

"Tunggu!"

Vanya berhenti melangkah karena mendengar suara Papanya yang menyuruhnya berhenti.

"Kenapa Pa?"

"Vany-----"

Denis memotong omongan istrinya. "Gak papa, Papa cuma mau bilang jangan lama-lama mandinya."

"Oke Pa."

Setelah Vanya pergi keduanya saling tatap satu sama lain.

"Papa lihat kan tadi?"

"Justru Papa yang lihat lebih dulu makanya Papa panggil Vanya supaya Mama bisa lihat."

"Siapa yang buat anak kita kayak gitu?"

"Papa curiga sama seseorang."

"Siapa Pa?"

"Devan."

Vanesa sedikit menganga. Ia pikir Devan tak akan melakukan hal jauh seperti ini.

"Jadi Devan yang buat leher putri kita merah?"

"Iya Ma."

"Harus di kasih pelajaran tuh Devan Pa. Mama gak setuju. Vanya kan masih kecil."

"Benar banget. Nanti Papa yang kasih tahu sama dia."

•••

Vanya menggigit bibir bawahnya menahan senyumnya. Sejak tadi bibirnya ini ingin sekali melengkung keatas. Apalagi perutnya seperti ingin mengeluarkan ribuan kupu-kupu membuat Vanya semakin tak tahu ada apa dengan dirinya ini.

"Ih kok gue malu sih."

"Duh-duh perutku gue kayak ada yang gelitik lagi. Gue kenapa sih!"

Vanya berguling kesana kemari berharap perasaan aneh ini pergi. Tapi tetap saja tidak bisa.

"Anjing gue kenapa! Tolong!"

Vanya bangun dari tidurnya, siapa tahu dengan mencuci wajahnya kembali bisa menghilangkan bayang-bayang Devan di ingatannya.

Saat Vanya mencuci mukanya dan bercermin, tak sengaja wajah Devan terlintas dan tersenyum mengejek kepadanya.

"Gila!"

Vanya menepuk-nepuk wajahnya berharap bayangan yang sempat terlintas hanyalah ilusinasinya.

"Cuma ilusi gue. Gak mungkin gue gila kan?" 

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!