NovelToon NovelToon
Kutukan Seraphyne

Kutukan Seraphyne

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Cintapertama / Reinkarnasi / Iblis / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:644
Nilai: 5
Nama Author: Iasna

Dua abad lalu, Seraphyne membuat satu permintaan pada Batu Api yaitu menyelamatkan orang yang ia cintai. Permintaan itu dikabulkan dengan bayaran tak terduga—keabadian yang terikat pada kutukan dan darah.

Kini, Seraphyne hidup di balik kabut pegunungan, tersembunyi dari dunia yang terus berubah. Ia menyaksikan kerajaan runtuh, kekasih yang tak lagi mengenalnya, dan sejarah yang melupakannya. Batu itu masih bersinar merah dalam genggamannya, membisikkan harapan kepada siapa pun yang cukup putus asa untuk mencarinya.

Kerajaan-kerajaan jatuh demi kekuatan Batu Api. Para bangsawan memohon, mencuri, membunuh demi satu keinginan.
Namun tak satu pun dari mereka siap membayar harga sebenarnya. Seraphyne tak ingin menjadi dewi. Tapi dunia telah menjadikannya iblis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iasna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18: Retakan di Tengah Janji

Langit senja menumpahkan rona keemasan di jendela-jendela besar istana. Udara sore membawa aroma bunga lili dan lavender dari taman istana yang terbuka. Di ruang penyimpanan herbal yang sunyi, Seraphyne sedang menyusun beberapa akar kering dan daun yang baru dipanen Mareen pagi tadi.

Alvaren berdiri di ambang pintu.

Diam-diam.

Mengamatinya.

Melihat cara perempuan itu memisahkan daun kering dengan ujung jarinya yang halus, lalu mencelupkannya dalam cairan berwarna bening sambil menggumamkan mantra kecil yang hanya ia tahu artinya. Cahaya lilin menari lembut di kulit wajahnya yang pucat namun teduh.

Sejak jatuh sakit karena terlalu banyak menggunakan energi batu api, Seraphyne terlihat lebih kurus. Tapi ia tetap bersinar—tenang seperti danau pagi hari, penuh rahasia dan luka yang tak ditunjukkan siapa pun.

"Apa kau akan terus berdiri di sana seperti penjaga patung, panglima Alvaren?" suara Seraphyne terdengar ringan, namun tanpa menoleh.

Alvaren tersenyum kecil, "Kau tahu aku di sini."

"Aroma wangi dari mantelmu terlalu khas." ia menoleh sejenak, menatapnya dengan mata kecokelatan yang hangat. “Dan langkahmu selalu setengah ragu kalau masuk ke tempatku.”

“Karena aku tak tahu apakah kau akan menyuruhku keluar seperti terakhir kali.”

Keduanya tertawa pelan. Untuk beberapa saat, dunia terasa ringan. Tak ada raja. Tak ada Thalean. Tak ada pertempuran atau pengkhianatan.

"Kenapa kau datang?" tanya Seraphyne sambil kembali menyusun botol-botol kecil ke rak kayu tua.

"Aku butuh alasan?" balas Alvaren, berjalan pelan ke arahnya.

Ia duduk di kursi seberang meja panjang itu. "Terkadang aku hanya ingin melihatmu bekerja. Caramu mengobati orang. Caramu memperhatikan hal-hal kecil."

Seraphyne memandangi pria itu sejenak. Ada sesuatu yang berbeda di mata Alvaren. Lebih lembut. Lebih... hangat. Tapi juga penuh beban, seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan oleh waktu.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Seraphyne lembut dan Alvaren langsung mengangguk. Seraphyne kemudian duduk di samping Alvaren.

"Katakanlah," ucapnya.

Alvaren tersenyum hangat seraya menggenggam tangan Seraphyne. “Aku takut.”

Itu pengakuan yang jujur. Mungkin untuk pertama kalinya di hidupnya sekarang—ia tak bicara sebagai panglima, bukan sebagai saudara raja, bukan sebagai pelindung istana. Tapi hanya sebagai seorang pria.

“Takut pada apa?”

“Pada kehilangan.” suaranya pecah. “Pada takdir yang akan menyeretmu jauh dariku… sebelum aku bahkan punya cukup waktu untuk melindungimu.”

Seraphyne menoleh, terkejut dengan kata-kata terakhir itu. “Alvaren…”

“Aku belum sepenuhnya ingat, Seraphyne,” lanjutnya. “Tapi aku tahu bahwa hatiku mengingatmu. Dan setiap hari, setiap jam… aku merasa bahwa dunia ini hanya akan semakin berani memisahkan kita jika kita mulai menyatu.”

Seraphyne menghela napas. “Kita tidak bisa menolak takdir,” katanya pelan. “Tapi kita bisa berjalan bersamanya. Kau pernah bilang begitu padaku… dulu. Saat aku takut menghadapi orang-orang di istana, saat kau baru memulai pemerintahan sebagai raja dan menjadikan aku sebagai ratumu.”

Alvaren menoleh padanya, pelan. “Kau masih takut?”

“Selalu,” jawabnya jujur. “Tapi bersamamu… aku merasa tidak sendiri. Itu cukup.”

Alvaren memejamkan mata, mendekatkan dahinya pada Seraphyne. “Aku tak bisa menjanjikan akhir yang bahagia. Tapi aku bersumpah untuk melawan siapa pun… apa pun… yang mencoba menyakitimu lagi.”

Seraphyne mengangguk perlahan. “Kita lawan bersama.”

...****************...

Hujan turun deras di atas atap istana, seperti dunia tengah berkabung. Udara terasa berat, dan langit seperti ikut menahan napas.

Seraphyne berdiri mematung di tengah ruangan pengawal utama, tubuhnya basah kuyup, wajahnya pucat. Di sekelilingnya, para penjaga memandang waspada… takut, tapi juga penasaran. Tak ada yang berani menyentuhnya—karena perintah Raja Eldrin langsung.

Alvaren menerobos masuk, jubah hitamnya terangkat tertiup angin. “Apa yang terjadi?” suaranya serak. Dia tak sempat melihat Seraphyne kemarin. Dia baru pulang dari perjalanan perbatasan. Dan sekarang kabar itu datang seperti belati yang dilempar tanpa ampun, Seraphyne dituduh sebagai pengkhianat.

Thalean berdiri tenang di sisi ruangan, matanya dingin seperti biasa. “Seseorang telah membocorkan dokumen rahasia militer ke musuh, dan ramuan penyembuh untuk pasukan kita tiba-tiba hilang dari gudang istana. Saksi terakhir yang melihat siapa di ruang itu menyebut nama Ephyra.”

Alvaren menatap Thalean, kemudian ke Seraphyne. “Kau tahu dia tidak akan melakukan itu.”

Thalean mengangkat bahu. “Kau mencintainya. Tentu kau akan berkata begitu.”

Seraphyne belum bicara sepatah kata pun. Matanya kosong. Tatapan itu membuat Alvaren gelisah. “Ephyra… katakan sesuatu.”

Tapi suara lain datang lebih dulu.

Raja Eldrin.

Ia melangkah masuk dengan langkah berat, wajahnya kelam. “Bawa dia ke hadapanku.”

Alvaren berdiri di antara Seraphyne dan Raja Eldrin. “Tunggu. Kita bisa menyelidiki ini lebih lanjut. Ini terlalu cepat, ini bisa jadi jebakan.”

“Diam, Alvaren,” suara Eldrin dingin. “Kau terlalu banyak melibatkan perasaan dalam urusan kerajaan. Dan sekarang lihat hasilnya. Istana ini akan jatuh karena kelemahanmu.”

“Aku bertanggung jawab atas Ephyra,” kata Alvaren dengan suara tegas. “Kalau kau ingin menyalahkan seseorang, salahkan aku.”

“Dan itu akan kulakukan.” Raja Eldrin melotot. “Tapi bukan hanya itu. Aku sudah tahu siapa dia sebenarnya. Si pemilik Batu Api. Wanita yang membawa kehancuran dalam bisu.”

Alvaren terdiam. Seraphyne mengangkat wajahnya perlahan, menatap Eldrin dengan mata yang tampak lelah, namun tenang.

Akhirnya dia bicara. “Kau tahu aku siapa. Tapi kau hanya mempercayai Thalean karena dia membisikkan kebenaran yang kau inginkan, bukan yang benar-benar nyata.”

Thalean maju, tersenyum tipis. “Batu Api dalam tubuhmu akan meledak suatu hari nanti. Dan saat itu tiba, kerajaan ini akan ikut terbakar.”

Seraphyne tidak membantah. Ia hanya menatap Thalean. “Bukan aku yang harus di singkirkan. Batu api ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang kau bawa, Thalean." ia tersenyum sinis, membuat Thalean menatapnya tajam.

"Hukumlah aku jika kalian percaya aku yang telah berkhianat disini!" ucap Seraphyne lantang.

"Tidak, kau tidak bersalah, Ephyra!"

"Diam!" Eldrin menatap Seraphyne. "Seraphyne akan di hukum mati!" lanjutnya yang membuat Alvaren mengepalkan kedua tangannya.

"Atas dasar apa?!" teriaknya. "Kau memang raja, tapi kau tidak bisa mengatur hidup dan mati Ephyra!"

"Aku sudah memperingatkanmu untuk diam, Alvaren!"

Dua saudara kandung itu saling melempar tatapan tajam dengan Seraphyne berada di tengah mereka.

"Kau tahu Seraphyne pemilik batu api, bukan? Tapi kau hanya diam dan membiarkan dia. Kau juga mengkhianati aku, Alvaren."

"Apa dia menjadi ancaman untukmu? Kau sendiri yang memerintahkannya untuk menjadi tabib utama istana. Sebenarnya siapa yang berkhianat disini, raja?"

Thalean tersenyum puas melihat pertengkaran antara Alvaren dan Eldrin. Inilah yang dia inginkan, keretakan hubungan mereka.

"Lancang sekali kau! Apa kau juga ingin mati sama seperti Seraphyne?!"

Alvaren hendak berkata lagi, tapi Seraphyne menatapnya lembut seolah menahannya agar tidak melanjutkan pertengkaran.

"Raja," ucap Seraphyne. "Aku memang pemilik batu api, tapi batu api di dalam tubuhku juga menyembuhkan banyak orang. Iya, batu api ini mungkin akan meledak suatu hari nanti. Tapi siapa yang lebih tahu dibandingkan aku, sebagai pemiliknya? Saat itu tiba, aku tidak akan mungkin berada disini, tidak akan mungkin membahayakan istana. Aku tidak akan menyalahkan raja jika memberiku hukuman mati karena seharusnya aku memang sudah mati dua ratus yang lalu. Tapi bukankah raja juga membutuhkan aku di istana ini?"

Eldirn menghela napas, menimbang perkataan Seraphyne barusan. "Untuk sementara, kurung Seraphyne di penjara bawah tanah!"

Alvaren melangkah mendekat, ingin memeluknya, namun dua penjaga menahan tubuhnya. Seraphyne hanya sempat menyentuh jemari Alvaren satu detik sebelum ia ditarik paksa keluar.

“Aku janji akan membuktikan semuanya!” teriak Alvaren. “Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkanmu!”

Dan dalam keheningan yang menggantung setelah itu, janji yang pernah mereka ucapkan di bawah bintang—tentang bersama selamanya—mulai terancam retak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!