"Tolong jangan sentuh saya, Pak." Ucap seorang gadis cantik berkacamata bulat dengan tubuh bergetar hebat. Gadis itu terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen.
Azura Saskirana seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di ruang perpustakaan di malam hari yang sepi ditengah hujan badai. Zura hari itu memang sengaja ingin menyelesaikan skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Disaat bersamaan hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat dia enggan beranjak. Karena tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Garvin Reviano Agler, seorang dosen yang sudah lama menduda dan berhati dingin setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir. Malam itu Garvin dijebak oleh dosen wanita yang terobsesi dengannya dengan minuman yang sudah dicampur obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemukan Keberadaan Zura
Sambil bernyanyi riang, Zura mencuci pakaian kotornya. Air sungai di kampung ini memang sangat segar, karena berasal dari mata air pegunungan yang mengalir melewati pemukiman penduduk dan juga persawahan warga.
"Huff segar sekali rasanya badanku."
Zura mengusap lembut perutnya yang sedikit terlihat membuncit, padahal usia kehamilannya baru sekitar 5 minggu.
"Perasaan baru sebulan lebih, tapi kok udah berasa keras dan menonjol ya." Gumamnya berbinar bahagia.
Dengan mengenakan selembar kain sebagai pembungkus tubuhnya selepas mandi. Zura membawa keranjang berisi pakaian yang sudah dicuci bersih olenya. Pemandangan seperti ini masih wajar di kampung. Karena memang mereka biasa mandi di sungai setiap harinya.
Tiba-tiba wajah Zura menggelap ketika melihat mobil dosennya berada di depan rumahnya. Zura yang masih menyimpan kekecewaan, enggan untuk bertatap muka dengan ayah anaknya itu.
"Untuk apa Anda datang kemari pak Garvin." Ucap Zura dingin, tidak sadar jika ada wanita paruh baya yang menatap dalam dari atas hingga ujung kakinya.
"Kamu Zura?" Ucap mama Kalynda lalu mendekati calon menantunya kemudian memeluk erat tubuh basah Zura.
"Iya, saya Zura. Anda siapa?"
"Akhirnya aku punya menantu, terima kasih ya Alloh Kau kabulkan doa hamba." Mama Kalynda tersenyum bahagia, tapi ada setetes air jatuh dari ujung mata tuanya.
"Mama, Zura bingung itu lho."
"Ah, maafkan mama sayang. Mama terlalu excited bisa berjumpa dengan wanita cantik yang sedang mengandung cucu yang sudah lama mama nanti. Kamu dari mana basah begini?" Mama Kalynda lanjut bertanya.
"Saya habis mandi di sungai."
"APA?" Teriak Garvin, dia membayangkan tubuh indah milik kekasihnya ini polos dan dinikmati banyak pria.
"Kamu kenapa sih, buat menantu mama kaget. Ingat Zura sedang hamil Garvin, kamu harus bersikap lembut padanya." Pesan mama Kalynda.
"Ma, Zura bilang dia habis mandi di sungai. Bagaimana jika ada pria yang menatap penuh nikmat pada tubuh kekasihku ini." Ucap Garvin dengan wajah yang tampak cemburu juga menahan amarah.
"Silahkan masuk nyonya." Ucap Zura pada mama Kalynda dan mengabaikan Garvin yang masih terus mengomel.
Melihat jika sang kekasih mengabaikan dirinya, Garvin menghela nafas kasar. Pasti Zura masih merasa kecewa dengan sikapnya tempo hari. Sepertinya Garvin harus lebih punya effort untuk kembali meluluhkan hati ibu hamil yang pasti sensitif itu.
"Nyonya bisa tolong tunggu sebentar, saya mau ganti baju dulu." Pamit Zura pada mama Kalynda.
"Iya, silahkan saya tunggu." Jawabnya.
Zura pun masuk ke dalam kamarnya untuk memakai pakaian yang layak untuk menjamu tamu penting.
Celana kulot, ditambah dengan kaos ketat yang tidak pernah Zura pakai ketika masih kuliah dulu.
Bukan apa, tapi karena memang dia tidak punya lagi pakaian yang pantas dikenakan. Sebagian baru dicuci, dan Zura tidak punya pakaian ganti lainnya di lemari.
Dengan rambut yang dibiatkan tergerai karena masih basah, tidak lupa kacamata bulat besar masih menghiasi wajah cantiknya. Zura menghampiri mama Kalynda dan menyuguhkan secangkir kopi.
"Maaf, saya hanya punya gula dan kopi cukup untuk satu cangkir saja. Pak Garvin, bisa minum air mineral botol ini."
"Oh, tidak apa Zura. Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot begini." Ucap mama Kalynda. Sedangkan Garvin masih diam tapi terus menatap, memperhatikan gerak gerik sang kekasih.
"Zura, kamu apa kabar sayang?"
Tanya Garvin, merasa rindu yang membuncah. Dan perasaan marah karena diabaikan oleh wanita muda yang telah mencuri hatinya sejak lama.
"Saya baik, tolong jangan panggil saya seperti itu. Tidak baik, nanti menimbulkan fitnah. Resikonya nama baik dan harga diri Anda sebagai DOSEN akan tercoreng." Ucap Zura sambil menekan kata dosen.
"Maaf, mas mohon maaf sayang. Tolong jangan bersikap acuh begini." Tiba-tiba Garvin bersimpuh di bawah kaki Zura dan meletakkan kepalanya di pangkuan kekasihnya itu sambil berderai air mata penuh penyesalan.
"Tolong, pak Garvin jangan bersikap seperti ini pada saya. Kita bukan siapa-siapa lagi, saya tidak ingin ada yang salah paham."
"Maaf Zura, bukan saya ingin menyela atau mencampuri urusan kalian. Tapi mungkin harus ada waktu untuk kalian bicara dari hati ke hati. Saya akan tunggu di depan, sambil berkeliling melihat pemandangan sekitar." Ucap mama Kalynda.
Begitu mama Kalynda keluar, Garvin berdiri lalu berpindah duduk di samping Zura dan memeluknya erat.
"Kita sudah tidak punya hubungan apapun lagi pak Garvin." Ucap dingin Zura tetap pada pendiriannya.
"Maafkan mas sayang, mas waktu itu hanya berfikir untuk tidak memperkeruh keadaan jika mas mengaku yang menghamili kamu. Bukan hanya nama baik mas yang mas pikirkan. Tapi juga nama baik kamu sebagai seorang mahasiswi." Ujarnya.
"Tapi mas bisa bersumpah, jika mas menyesal telah membuat kamu menanggung masalah itu seorang diri hingga kamu harus terusir dari keluarga kamu sendiri." Tambahnya lagi.
"Mas sangat mencintai kamu dan calon anak kita. Mas akan menikahi kamu sekarang juga. Mas sudah minta restu pada ayah kamu sebelum mas menemukan keberadaanmu."
"Mas janji akan memberikan kamu kebahagiaan yang belum pernah keluarga kamu berikan. Kamu mau kan memberikan kesempatan kedua untuk mas?"
"Apa mas Garvin, sungguh-sungguh mencintai aku. Bukan karena rasa tanggung jawab saja karena telah mengambil kesucianku saat itu?" Tanya Zura.
"Mas mencintai kamu Zura, mas butuh kamu untuk menjalani hidup."
"Mas tidak akan selingkuh dan meninggalkan aku suatu hari nanti?"
"Tidak sayang, mas janji akan terus setia terhadap kamu. Hanya kamu satu-satunya wanita yang akan menjadi istri dan ibu dari anak-anak mas. Kini, nanti dan selamanya." Ucap Garvin memberikan kepastian.
"Tapi aku juga butuh pengakuan dari mas di depan publik."
"Aku ingin mas membersihkan nama baikku. Kalau aku bukan seorang pe lacur yang jual diri demi bisa memenuhi kebutuhan hidupku."
"Aku ingin mas buat pengakuan, jika kita sepasang kekasih yang saling mencintai. Dan aku hamil karena hubungan yang kita jalin."
"Iya, mas akan membuat klarifikasi saat kita kembali ke kota."
"Bukan kita, tapi mas sendiri. Karena aku tidak ingin kembali ke tempat yang banyak memberikan luka. Jika mas mau, kita bisa tinggal di sini setelah menikah. Tapi jika mas tidak ingin, batalkan saja rencana mas untuk menikahi aku. Karena aku masih bisa hidup sendiri dan membesarkan calon anakku seorang diri."
"Mas bisa pikirkan dulu, dan berdiskusi dengan orang tua mas. Aku tidak memaksa, tapi sebaiknya ambil keputusan secepatnya. Sekarang aku tinggal dulu, aku mau istirahat."
"Sayang, bolehkah mas memegang perut kamu sebentar. Untuk memastikan sesuatu."
"Silahkan, tapi jangan terlalu lama."
"Zura menyikap kaos berwarna hitam, lalu memperlihatkan perutnya yang membuncit."