Setelah kehilangan anaknya dan bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang penghinaan dari suami serta keluarganya, Amira memilih meninggalkan masa lalu yang penuh luka.
Dalam kesendirian yang terlunta-lunta, ia menemukan harapan baru sebagai ibu susu bagi bayi milik bukan orang sembarangan.
Di sana-lah kisah Amira membuang kelemahan di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waktu Ardi Selingkuh
Flashback.
Di kantor tempat Ardi bekerja, sedang berlangsung acara pertemuan penting dengan para customer. Ardi ditunjuk sebagai perwakilan dari perusahaannya untuk hadir dalam event tersebut sebagai supplier undangan. Dalam rangkaian acaranya, ada moment pemberian penghargaan bagi supplier terbaik. Penilaiannya mencakup kelengkapan dokumen, ketepatan pengiriman, dan respon cepat terhadap klaim pelanggan.
Tanpa disangka, perusahaan tempat Ardi bekerja berhasil memenangkan nominasi tersebut. Ia pun maju ke panggung untuk menerima penghargaan dan menyampaikan pidato kemenangan. Yang mengejutkan, piala penghargaan itu diserahkan langsung oleh Lisa.
Di luar acara, Ardi kembali bertemu dengan Lisa. Ia sempat tertegun ketika Lisa menyapanya lebih dulu. Dalam benaknya, tidak menyangka perempuan seperti Lisa, cantik, berkelas, dan jelas statusnya jauh di atasnya, masih mau menyapa dengan ramah. Apalagi cara bicara Lisa yang santun dan menyenangkan, membuat Ardi langsung terpesona.
Sejak saat itu, Lisa mulai mendekati Ardi. Ia menunjukkan perhatian dengan cara yang membuat Ardi merasa dihargai dan dianggap. Lisa lalu memberikan kartu namanya kepada Ardi, katanya jika suatu saat ingin berdiskusi soal pekerjaan, ia siap membantu.
Bagi Ardi, ini ibarat kesempatan langka. Siapa tahu ini bisa jadi batu loncatan dalam kariernya. Dan diam-diam, ia juga berharap bisa mendekati Lisa secara pribadi. Jujur saja, hidupnya terasa flat belakangan ini. Rutinitas kerja, pulang, mendengar ocehan ibunya, beban dari saudara-saudaranya, dan bertemu Amira yang entah kenapa, makin lama terasa tidak sebercahaya dulu. Tidak seperti Lisa, yang kini membuatnya bersemangat kembali.
Suatu hari, mereka janjian bertemu di luar kantor. Awalnya pembicaraan seputar pekerjaan, tapi lambat laun jadi lebih personal.
"Mas Ardi, kalau di luar acara formal, panggil aku Lisa aja, ya. Biar lebih santai," kata Lisa sambil tersenyum.
Ardi sempat kikuk, "Ah... saya jadi nggak enak, Bu...eh, Lisa."
"Kalau gitu, enakin aja Mas," balas Lisa dengan senyum menggoda. Semakin membuat Ardi tertantang untuk lebih keluar jalur.
"Hmmm... gitu ya. Tapi kayaknya bakal lebih enak lagi kalau aku juga kapan-kapan main ke tempat kamu."
"Boleh kok."
Ardi sampai terbelalak dengan jawaban Lisa. Tidak percaya ia bisa sedekat ini dengan perempuan seperti Lisa. Pintar, menarik, dan berkarier cemerlang. Jauh levelnya diatas Amira.
Tapi Ardi tidak tahu, selama ini kepintaran Lisa saat membahas soal bisnis bukan sepenuhnya dari wanita itu. Di balik layar, Lisa banyak dibantu Buana. Mereka berbagi kendali atas akun pesan Lisa. Jika Ardi bertanya sesuatu yang Lisa tidak paham, maka Buana yang akan mengambil alih balasan lewat chat. Selebihnya, barulah Lisa sendiri yang melanjutkan.
Saat bertemu langsung, Lisa cenderung menghindari obrolan yang terlalu teknis dan mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain di luar pekerjaan. Semua itu adalah bagian dari strategi yang belum Ardi sadari.
"Eh, tapi bukannya Mas Ardi udah punya istri? Emangnya gak dimarahin main ke tempat aku?" tanya Lisa sambil memainkan ujung rambutnya.
"Iya, aku udah punya istri. Tapi santai aja, bilangnya main ke rumah teman."
"Kalau dia curiga? Cewek kan biasanya suka curigaan," goda Lisa sambil mulai meraih tangan Ardi.
"Percaya gak percaya, tetap berangkat. Bilang aja suntuk di rumah."
Lisa tersenyum menggoda. "Gitu ya, Mas. Ya udah, nanti malam mampir ke apartemen aku ya. Aku siapin yang hangat-hangat."
"Yang hangat-hangat?" Seringai Ardi. Langsung dijawab Lisa, "Kopi, Mas." Sambil nyengir. Dua insan ini cengar-cengir seperti orang kasmaran. Lantas Ardi menimpali. "Oh, kirain apa. Ternyata kopi."
...****...
Malamnya, Ardi benar-benar ke apartemen Lisa. Ia tinggalkan Amira yang sedang lelah karena kerepotan mengurus rumah dan anak.
"Mas, badan aku rasanya pada pegal semua."
"Pakai minyak angin aja, nanti juga enakan," jawab Ardi cuek, sambil sibuk dengan ponselnya.
Saat Amira mengoleskan minyak angin, Ardi hanya melirik sebentar. Dalam hati, ia mengumpat, Jangan salahin aku kalau aku selingkuh ya, Amira. Kamu tuh aromanya minyak angin mulu, kalau enggak ya bau dapur. Penampilan juga gak dirawat, kayak pembantu aja. Semenjak anak kita lahir, kamu benar-benar tidak bisa merawat diri.
"Mas mau ke mana?"
"Mau ke tempat teman. Ada urusan dikit."
"Aku ikut ya? Aku juga bosan di rumah. Kita ajak Galen juga."
"Jangan. Kamu di rumah aja. Lagipula kasihan Galen, masih kecil harus kena angin malam. Dan aku juga ada urusan."
Ikut? Bisa-bisa yang hangat batal dong, batin Ardi sambil buru-buru pergi. Tapi langkahnya terhenti ketika dia ingat sesuatu.
"Oh iya, ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan," kata Ardi sambil memasukkan dompet ke saku celana. "Mulai malam ini, kita beda kamar. Kamu tetap di sini, aku tidur di ruang tamu."
"Lho, kenapa, Mas?"
Ardi mendecih, bisa-bisanya Amira tanya kenapa. "Aku kerja banting tulang buat rumah ini. Pulang kerja itu capek, Amira. Dan seharusnya, aku disambut sesuatu yang sedap dipandang. Coba lihat penampilan kamu. Sebentar aku ambilkan kaca." Ardi benar-benar mengambil cermin kecil dari meja rias dan menyerahkannya ke Amira.
Amira memandangi pantulan wajahnya. Rambut awut-awutan, mata sayu karena kurang tidur. Tapi jujur, Amira yang dimata Ardi jelek, dimata orang lain sebenarnya masih terlihat cantik natural.
"Jadi... kalau aku tampil cantik, baru kamu mau sekamar lagi?"
"Tidak juga untuk saat ini. Karena aku yang capek kerja pun harus butuh cukup istirahat. Galen tengah malam selalu nangis, dan aku pusing mendengarnya karena kamu yang lamban sekali menanganinya. Lain kali belajar lebih giat, bagaimana caranya menjadi seorang ibu yang cekatan."
Amira terdiam. Kata-kata itu seperti hantaman bertubi-tubi. Ia ingin membalas, tapi tidak ada tenaga lagi untuk berdebat. Yang ada hanya perasaan ingin pergi, kalau saja ada tempat untuk pulang selain rumah ini.
"Terserah kamu, Mas. Hati-hati di jalan. Jangan lupa tutup pintunya."
"Iya. Kamu juga lekas tidur. Banyak istirahat, supaya besok ada tenaga buat urus rumah dan anak kita lagi. Aku pergi dulu."
...****...
Sampai di apartemen Lisa.
Lisa sudah siap menyambut kedatangan Ardi. Ia berdandan cantik malam itu. Make-up tipis tapi menggoda, dan gaun yang pas di badan, memberi kesan provokatif tanpa terlihat murahan. Beberapa kamera tersembunyi yang dipasang anak buah Arga sudah aktif, merekam dari berbagai arah. Hal seperti ini harus di dokumentasikan, sebab suatu saat pasti sangat berguna.
"Akhirnya kamu datang juga, kirain lupa."
"Mana bisa aku lupa sama kamu," jawab Ardi sambil tersenyum. "Ini aku bawain sesuatu buat kamu."
"Wow, amazing! Kamu effort banget, Mas." Ia melirik genit. "Eh, tapi nanti istri kamu marah, loh... segala beliin aku hadiah."
"Nggak marah kok. Dia orangnya baik." Ardi menjawab sambil melirik interior apartemen.
"Ayo sini Mas duduk, aku bikinin kopi dulu, ya."
Ardi menurut, berdiri di sofa empuk yang menghadap ke kamera tersembunyi. Lisa berjalan ke dapur. Tapi...
"Mas, kamu biasa minum kopi pakai gula berapa sendok, ya?" Lisa berbalik cepat. Kakinya sengaja dibuat tersandung hingga tubuh Lisa menabrak Ardi yang baru saja hendak duduk di sofa.
Sekejap saja tanpa sengaja, bibir Lisa menyentuh bibir Ardi. Hanya sepersekian detik, tapi cukup membuat suasana mendadak senyap.
Lisa menarik diri perlahan, wajahnya pura-pura kaget. "Maaf, Mas. Aku nggak sengaja."
Tapi Ardi yang sudah terbakar godaan, tanpa pikir panjang menarik tengkuk Lisa dan mendaratkan ciumaan penuh di bibirnya. Lisa sempat terkejut, tapi tidak menolak. Tanpa mereka sadari, kegiatannya tersebut dilihat banyak pasang mata. Mata Arga dan mata para anak buahnya.
Melihat itu, ada yang teruhuy-uhuy dalam hati. Ada yang gerah. Ada yang langsung pesan sesuatu. Ada juga yang mengumpat, bahwa Ardi laki-laki murahan.
Namun ketika Ardi mulai kalap, tangannya mulai bergerilya, Lisa tiba-tiba menghentikannya. Ia menahan dadaa Ardi dengan satu tangan.
"Mas, cukup. Aku masih mau jaga kesucian."
Para penonton di ruangan monitor hampir serentak memekik dalam hati:
MAMPUSSS! PUYENG DAH TUH KEPALA!
.
.
Bersambung.
Sepertinya bukan! Karena pikiran Arga sulit untuk di tebak.