NovelToon NovelToon
Diam-diam Cinta

Diam-diam Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Lari Saat Hamil / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.

Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.

Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Jemari saling meremas, kepingan perasaan aneh menyusup semakin dalam. Seolah ada desakan dalam diri untuk memisahkan mereka.

Aneh memang, ia benci dan kecewa dengan perbuatan Rafa padanya di vila, tetapi jika mengingat alasan konyol yang membuatnya datang ke kampus, ia benar-benar kesal.

Bahkan ia sendiri bingung ada apa dengannya.

Dalam sekejap Mia merasakan sensasi aneh pada perut. Ingin menjerit dan menangis, tapi ditahannya. Ia bahkan merasakan mual yang tak tertahan.

"Aku duluan, ya. Badanku tidak enak." Mia berdiri meninggalkan tempat duduknya.

"Apa kamu sakit? Wajah kamu pucat Mia," ujar Wina ikut berdiri.

Mia mengusap lelehan keringat yang mengembun di dahi.

"Aku hanya mau istirahat di kelas."

"Aku temani." tak ingin terjadi sesuatu pada temannya, Wina segera berdiri.

Menggandeng Mia keluar melalui pintu samping.

Ketika akan melintas, Mia masih sempat melempar pandangan ke arah Rafa dengan menahan genangan air mata.

Interaksi antara Rafa dan wanita bernama Dina itu berhasil membuat Mia merasa sesak.

Dalam hitungan detik sekeliling terasa memburam dalam pandangannya.

Disusul dengan kepala yang terasa semakin berdenyut.

Mia ambruk, ia tak sadarkan diri lagi.

"Mia kamu kenapa?" jerit Wina, mengalihkan perhatian semua orang yang ada di gedung. Termasuk Rafa.

Melihat Mia terbaring di lantai membuat Rafa langsung berlari, meraih tubuh lemah itu dan membaringkan di pangkuannya. Memeluk erat.

"Mia kenapa?" Tanpa sadar Rafa nyaris membentak.

"Aku tidak tahu, Kak. Dia bilang pusing dan tiba-tiba pingsan!"

"Ya Allah, Mia! Bangun, Mia!" pekik Rafa sambil menepuk pipi wanita itu. Akan tetapi, tak ada respon apapun dari Mia.

"Apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit, Kak? Takut ada apa-apa, Mia baru sembuh dari sakit."

Panik, Rafa segera mengangkat tubuh itu keluar aula. Tak peduli meski perhatian semua orang tertuju pada mereka. Ia berjalan cepat membawa Mia menuju mobilnya.

"Biar aku saja yang membawa Mia ke rumah sakit. Kamu bisa masuk ke aula lagi!"

Gerakan Rafa yang cepat membuat Wina tak memiliki waktu untuk merespon.

Ia hanya menatap mobil yang melaju menjauh meninggalkan parkiran kampus.

Sepanjang perjalanan Rafa sesekali memandang wajah di sebelahnya.

Menyentuh ubun-ubun dan memanggil namanya berulang-ulang.

Beruntung rumah sakit tidak begitu jauh dari gedung kampus. Hanya membutuhkan lima menit untuk tiba.

Tanpa kesulitan berarti, ia mengangkat tubuh Mia menuju ruang IGD. Beberapa petugas tampak menyambut.

"Kenapa ini?" tanya seorang wanita berjas putih.

"Pingsan tiba-tiba, Dok! Tolong!" pekik Rafa panik.

"Tolong baringkan di dalam!" Sang dokter menunjuk ranjang pasien. Rafa mengikuti arahan sang dokter. "Bisa tunggu sebentar di luar?"

Rafa mendesah frustrasi.

Tak ingin meninggalkan Mia seorang diri. Namun, tak ingin mengganggu konsentrasi dokter, ia akhirnya memilih keluar.

Berjalan mondar-mandir di depan ruang IGD. Setelah beberapa saat, ia baru teringat untuk segera menghubungi Gilang dan Joane.

"Assalamualaikum! Ayah di mana?" tanya Rafa mendesak.

"Di kantor. Kenapa?" balas Gilang.

"Mia pingsan di kampus. Aku di rumah sakit Pelita sekarang!"

"Ya Allah, pingsan kenapa?" Suara Gilang terdengar lebih panik lagi.

"Aku tidak tahu, dia masih diperiksa dokter."

Tanpa permisi Gilang memutus panggilan. Rafa terduduk lesu sambil menatap ruangan berpintu kaca di hadapannya. Berharap Mia dalam keadaan baik.

Berulang-ulang ia melihat ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangan.

Menghitung detik demi detik yang berlalu.

Hingga pintu ruangan itu terbuka dan memunculkan sosok seorang dokter wanita.

Rafa langsung berdiri.

"Bagaimana, Dokter?" desak Rafa.

Dokter wanita itu mengulas senyum, melepas masker yang menutupi mulut dan hidung.

"Tenang, jangan Panik. Istrinya tidak apa-apa. Gejala seperti ini umum terjadi. Mual, muntah, sakit kepala sampai pingsan itu wajar untuk kehamilan pada trimester pertama."

Rafa tersentak. Bola matanya membulat. Jantung berpacu cepat dan membuatnya nyaris kehilangan akal sehat.

"Hamil?" Suara Rafa terdengar gemetar.

"Loh, Anda belum tahu? Selamat ya, istri Bapak sedang hamil. Tolong dijaga baik-baik karena usia kehamilan muda cukup rawan."

Seolah kehilangan kata, Rafa hanya diam. Tubuhnya gemetar dan terasa kaku.

Begitu pun dengan Gilang dan Joane yang baru tiba di rumah sakit dan mendengar penjelasan dokter.

Selama beberapa detik Rafa terdiam, seolah kehilangan kata.

Penjelasan dokter membuat tubuhnya terasa lemas. Bahkan ia merasa kehilangan kemampuan untuk berpikir.

"Terima kasih, Dokter."

"Sama-sama."

"Kondisinya bagaimana sekarang?"

"Untuk sekarang belum sadar, tapi secara keseluruhan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau pasien sadar nanti boleh langsung dibawa pulang," jelas sang dokter.

Rafa mengangguk pelan.

"Sekali lagi terima kasih, Dokter."

"Baik, saya permisi dulu. Selamat, ya."

Rafa hanya mengulas senyum sembari mengatupkan tangan di depan dada sebagai bentuk terima kasih.

Ketika menoleh, ia baru menyadari keberadaan Gilang dan Joane.

Hal yang membuatnya seketika menunduk dan tak berani memandang dua lelaki itu.

Joane dan Gilang bahkan belum mampu mengucapkan apapun setelah kepergian dokter.

Entah harus sedih atau senang dengan hadirnya calon anggota baru di keluarga mereka.

"Ada apa dengan Mia?" tanya Joane, menepuk bahu putranya.

"Aku tidak tahu, Ayah. Dia tiba-tiba pingsan di aula kampus. Jadi aku langsung bawa ke rumah sakit," jawab Rafa dengan suara yang masih terdengar gemetar.

Rafa menatap Gilang yang berdiri di hadapannya. Sepasang bola matanya tampak tergenang cairan bening.

"Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak tahu kalau jadinya akan seperti ini."

Meski sedih, namun Gilang tak ingin menambah deretan masalah dalam keluarga mereka. Ia menepuk bahu Rafa.

"Semuanya sudah terjadi, yang terpenting sekarang adalah menjaga Mia."

"Dia akan semakin terpuruk kalau tahu hal ini. Aku harus bagaimana, Ayah? Aku tidak bisa melihatnya terluka."

"Kita semua pasti bisa melewati masa yang berat ini," ucap Joane.

Rafa mengusap wajah, menghela napas panjang.

Sambil menunggu Mia siuman, ia memilih pergi ke mushola rumah sakit untuk menenangkan hati.

Sementara Joane dan Gilang duduk di ruang tunggu.

"Aku tidak bisa bayangkan bagaimana reaksi Mia nanti."

"Semoga dia kuat menjalaninya," ucap Joane menatap Gilang. "Aku benar-benar minta maaf atas semua kejadian ini," ucap Joane.

"Bukan salah siapa-siapa. Sudah jalannya," balas Gilang, sambil memainkan ponselnya.

"Sebentar, aku harus menghubungi Airin dulu."

Joane mengangguk, membuat Gilang segera beranjak memberi jarak di antara mereka.

Ia harus memberitahu Airin dulu tentang keadaan putri mereka.

"Assalamualaikum, Mas." Sapaan serak Airin terdengar di ujung telepon.

"Walaikumsalam," balas Gilang. "Kamu kenapa? Suaranya terdengar beda."

"Aku tidak apa-apa, Mas," balas Airin yang sebenarnya habis menangis sebab mengkhawatirkan kondisi putrinya.

"Ada sesuatu yang harus aku beri tahu."

Kening Airin berkerut mendengar ucapan suaminya.

"Ada apa, Mas?"

"Ini tentang Mia."

"Ada apa dengannya."

"Aku harap kamu bisa lebih bersabar mendengar ini." Gilang menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Mia pingsan di aula kampus dan Rafa membawanya ke rumah sakit."

"Pingsan?" pekik Airin. "Di rumah sakit mana, Mas? Aku akan menyusul."

"Tenang, Sayang. Mia tidak apa-apa. Kata dokter, setelah siuman dia boleh pulang," ucap Gilang berusaha menenangkan.

"Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Kamu yang sabar, ya. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Mia ... hamil,"

*************

*************

1
Endang 💖
aduh Mia kami bakalan nyesel kalok tau bahwa Rafa itu sangat tulus sama kamu.
jangan mudah terhasut mia
Endang 💖
ada yang ngadu domba Rafa dan mia
Ninik
wah ada bibit pelakor yg udah mulai ugat uget kaya ulat bulu
Endang 💖
di rayu dong Rafa biar GX ngambek lagi,dia hanya kecewa aja tu
Ninik
kalau Mia membenci Rafa Yo salah yg jahat Leon tp otak Mia dah lemot makanya dia membenci org yg salah
Endang 💖
tambah lagi thor...
apa Mia GX tinggal bareng Rafa, terus Rafa gmana
Bunda'nya Alfaro Dan Alfira
semangat rafa
julia anggana
Luar biasa
Endang 💖
kasian ternyata kisah hidup Rafa..
tambah lagi thor..🙏😁🫣
Yasmin Natasya
double up dong thor...
Endang 💖
ayo cepat Rafa dan Mia butuh bantuan itu
olip
bagus dan menarik
olip
lnjut
Endang 💖
waduh mia dalam bahaya, semoga Rafa cepat menolong Mia...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!