Ayla tumbuh sebagai gadis yang terasingkan di rumahnya sendiri. Sejak kecil, kasih sayang kedua orang tuanya lebih banyak tercurah pada sang kakak, Aluna gadis cantik yang selalu dipuja dan dimanjakan. Ayla hanya menjadi bayangan, tak pernah dianggap penting. Luka itu semakin dalam ketika ia harus merelakan cinta pertamanya, Arga, demi kebahagiaan sang kakak.
Tidak tahan dengan rasa sakit yang menjerat, Ayla memilih pergi dari rumah dan meninggalkan segalanya. Lima tahun kemudian, ia kembali ke ibu kota bukan sebagai gadis lemah yang dulu, melainkan sebagai wanita matang dan cerdas. Atas kepercayaan atasannya, Ayla dipercaya mengelola sebuah perusahaan besar.
Pertemuannya kembali dengan masa lalu keluarga yang pernah menyingkirkannya, kakak yang selalu menjadi pusat segalanya, dan lelaki yang dulu ia tinggalkan membuka kembali luka lama. Namun kali ini, Ayla datang bukan untuk menyerah. Ia datang untuk berdiri tegak, membuktikan bahwa dirinya pantas mendapatkan cinta dan kebahagiaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 KONTRAK YANG TERPUTUS.
Arga tidak main-main dengan ucapannya. Begitu kontrak kerja sama dengan keluarga Darma jatuh tempo, ia langsung menginstruksikan tim legal perusahaannya untuk tidak memperpanjang. Semua urusan administratif beres dalam waktu singkat.
Keputusan itu membuat geger dunia bisnis. Keluarga Darma kehilangan mitra utama yang selama ini menopang beberapa proyek besar mereka.
Dan ketika kabar itu sampai ke telinga Papah Darma, amarahnya meledak.
“Kurang ajar!” bentaknya sambil melemparkan berkas kontrak ke meja kerjanya. “Berani-beraninya anak itu memutuskan kerja sama sepihak! Hanya karena Alya?”
Mama Ratna yang duduk di sofa ikut geram. “Anak itu semakin besar kepala. Lihat saja, Pah… kita tidak bisa diam.”
Aluna berdiri di samping mereka, wajahnya tampak sendu, meski ada kepuasan tersembunyi di matanya. “Pah, Mah… biar aku yang urus. Aku akan membuat Arga sadar kalau Alya bukanlah gadis yang pantas untuknya.”
...----------------...
Malam itu juga, keluarga Darma datang ke kediaman orang tua Arga.
Rumah besar keluarga Dirgantara tampak megah, namun malam itu dipenuhi ketegangan. Daddy Dirga dan Mommy Lestari duduk di ruang tamu, menatap Darma dan Ratna dengan wajah dingin.
“Apa maksud kalian datang ke sini malam-malam begini?” tanya Daddy Dirga dengan suara berat.
Papah Darma langsung meledak. “Aku datang untuk menuntut penjelasan! Kenapa anakmu berani memutuskan kontrak kerja sama tanpa alasan jelas?!”
Daddy Dirga menegang. “Arga sudah dewasa. Dia berhak memutuskan apa yang terbaik bagi perusahaannya.”
“Itu bukan keputusan bijak!” Mamah Ratna menyela dengan suara tinggi. “Anakmu termakan bujuk rayu Alya, gadis jalang itu! Dia menghancurkan hubungan kami, bahkan mencemarkan nama baik Aluna!”
Arga yang baru saja turun dari lantai atas menghentikan langkahnya di tangga, mendengar jelas kalimat itu. Matanya berkilat, namun ia menahan diri.
Aluna maju ke depan, wajahnya basah oleh air mata yang dibuat-buat. “Om, Tante… aku mohon… jangan biarkan Alya merusak Arga lebih jauh. Dia hanya memanfaatkan Arga untuk balas dendam pada keluargaku. Dia… dia bukan wanita baik-baik.” Kata Aluna " Walaupun Alya adalah adikku, tapi aku tidak mendukung yang salah "
Mommy Lestari menoleh ke arah Arga dengan tatapan tajam. “Arga… apa yang mereka katakan ini benar? Kamu memutus kontrak sebesar itu hanya karena Alya?”
Arga mendekat, suaranya tegas. “Aku punya alasanku sendiri, Mom. Dan keputusan itu sudah final. Alya tidak ada hubungannya dengan bisnis. Jangan campur adukkan masalah pribadi.”
“Tapi kenyataannya, semua ini terjadi sejak dia kembali ke hidupmu!” Mommy Lestari membentak. “Arga, dengar baik-baik. Kami tidak suka Alya. Dia bukan wanita yang pantas berdiri di sampingmu. Mulai hari ini… jauhi dia!”
Arga terdiam. Kata-kata itu menghantam dadanya keras, namun tatapannya tidak goyah. Ia tahu, mempertahankan Alya berarti ia harus berhadapan bukan hanya dengan keluarga Darma, tapi juga dengan keluarganya sendiri.
Sementara itu, di balik air mata buaya, Aluna menunduk, menyembunyikan senyum licik yang mulai terbit di bibirnya." Perlahan… Alya akan hancur. Dan aku akan menang."
Setelah adu mulut panas di ruang tamu, Arga memilih pergi ke dapur untuk menenangkan diri. Ia membuka lemari pendingin, menuangkan segelas air, lalu meneguknya perlahan. Napasnya masih berat, pikirannya penuh dengan kemarahan dan rasa kecewa pada sikap orang tuanya.
Namun belum sempat ia benar-benar tenang, suara langkah pelan terdengar mendekat.
“Arga…” suara lembut itu membuatnya menoleh.
Aluna berdiri di ambang pintu dapur, wajahnya sembab, matanya tampak basah seperti habis menangis deras. Gaun anggunnya membuatnya terlihat rapuh, seolah seorang wanita yang sedang terluka dalam.
“Apa lagi, Aluna?” tanya Arga dingin.
Aluna mendekat, menunduk, lalu berbicara lirih, “Aku tahu… kamu pasti membenciku. Aku juga sadar kalau aku sudah banyak salah, terutama pada Alya. Tapi, Arga…” ia berhenti, menatapnya dengan tatapan penuh air mata. “Aku tidak ingin hidupku berakhir dengan kebencian. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin membawa Alya masuk ke dalam keluarga kami dengan cara yang baik.” Ucap Aluna " Setelah aku tiada, aku ingin Alya menjadi kebahagiaan mamah dan papah "
Arga mengernyit, suaranya tegas namun ada nada curiga. “Membawa Alya ke keluargamu? Setelah semua yang kamu lakukan padanya? Apa kau pikir aku akan percaya begitu saja?”
Aluna tersenyum tipis, senyum getir yang penuh kepalsuan. Ia meraih tangan Arga, meski Arga berusaha menariknya, Aluna tetap menggenggam erat. “Arga, dengar aku dulu… Aku tidak ingin kamu salah paham. Semua yang kulakukan dulu… aku hanya takut kehilanganmu. Aku takut kamu memilih Alya dan melupakanku. Tapi sekarang… aku sadar. Tidak ada gunanya aku terus melawan. Yang aku inginkan hanya melihat kamu bahagia. Jika bahagiamu adalah Alya, maka aku akan mencoba merangkulnya.”
Arga menatapnya tajam, mencoba membaca ketulusan dari wajah cantik itu. Namun sayangnya, ia hanya menemukan bayangan samar yang sulit ditebak.
“Jangan coba-coba menyentuh Alya lagi, Aluna. Kalau kau benar-benar ingin berubah, buktikan dengan perbuatan, bukan kata-kata.” Arga menepis lembut tangannya.
Aluna terdiam sejenak, lalu tersenyum pahit, seolah menerima penolakan itu. “Baiklah… kalau itu maumu. Aku hanya ingin kamu tahu, aku sungguh tidak ingin mati dalam keadaan dibenci. Aku ingin memperbaiki semuanya sebelum terlambat.”
Air mata jatuh lagi di pipinya, membuatnya tampak semakin rapuh. Tapi di balik sorot matanya yang berkilau, ada sinar penuh kelicikan. Dalam hatinya, Aluna tertawa puas. Sedikit demi sedikit, aku akan membuatmu percaya padaku lagi, Arga. Dan Alya… tidak akan pernah benar-benar menang.