NovelToon NovelToon
CINDELOKA

CINDELOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Dunia Lain / Action / Spiritual / Epik Petualangan / Roh Supernatural
Popularitas:289
Nilai: 5
Nama Author: teguhsamm_

Raden Cindeloka Tisna Sunda, seorang bocah laki laki berparas tampan dari Klan Sunda, sebuah klan bangsawan tua dari Sundaridwipa yang hanya meninggalkan nama karena peristiwa genosida yang menimpa klannya 12 tahun yang lalu. keberadaannya dianggap membawa sial dan bencana oleh warga Sundari karena ketampanannya. Suatu hari, seluruh warga Sundari bergotong royong menyeret tubuh kecil Cindeloka ke sebuah tebing yang dibawahnya air laut dengan ombak yang mengganas dan membuangnya dengam harapan bisa terbebas dari bencana. Tubuh kecilnya terombang ambing di lautan hingga membawanya ke sebuah pulau misterius yang dijuluki sebagai pulau 1001 pendekar bernama Suryadwipa. di sana ia bertemu dengan rekannya, Lisna Chaniago dari Swarnadwipa dan Shiva Wisesa dari Suryadwipa yang akan membawanya ke sebuah petualangan yang epik dan penuh misteri gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teguhsamm_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misteri & Tuntutan

Subuh belum sempurna naik ketika gonggongan anjing pertama terdengar dari ujung desa Suryadwipa. Aroma embun masih basah, tetapi udara terasa berat, seolah memikul duka yang belum diungkapkan.

Tak lama kemudian-

jeritan pertama pecah.

"Ibu!!!

"Adikku!!!!"

"Sahabatku!!!!!"

"Saudaraku!!!!"

Suara mereka diikuti dengan isak tangis yang dramatis membuat situasi di rumah mulai kacau.

Di rumah-rumah kayu, para warga yang bangun lebih awal mendapati pemandangan yang tidak akan pernah mereka lupakan:

Tubuh saudara mereka kering, pucat, seperti kulit yang disedot dari dalam.

Mata kosong.

Tak ada tanda cakra.

Suara tangis menyusul, menggema satu rumah ke rumah lain. Dalam waktu tiga puluh menit, seluruh desa menjadi lautan jeritan dan isak.

Di Padepokan Suryajenggala, tragedi yang sama terjadi.

Ratusan murid berhamburan keluar dari asrama, sebagian memeluk tubuh sahabatnya yang tergeletak kering di kasur-seperti bangkai tanaman yang layu seketika.

Suasana kacau.

Padepokan berubah menjadi mimpi buruk.

Tim Asta, Tim Nawa, dan Tim Dasa yang berdiri di depan dua asrama yang mirip Candi Prambanan masih memakai pakaian tidurnya menyaksikan isak tangis dari para murid Satria dan Srikandi yang kehilangan rekannya dan memasang wajah bingung, kaget, sekaligus ikut berduka atas kematian sahabatnya.

"Tidak mungkin! Rudi telah menjadi mangsa leak?" ucap Yoyo dengan meratap.

"Temanku yang sering main congklak denganku jadi korban juga" timpal Jannah dengan nada lembut dan wajahnya meneteskan air mata.

"Siapa yang tega melakukan hal sekeji ini?" ujar Kiki.

"Apa jangan jangan ini ulah Cindeloka ya?" timpal Taro dengan wajah curiga yang disambut dengan tamparan dari Hana.

"Tidak mungkin, Aku merasa dia bukan dalang dibalik semua ini. Saya merasakan ada cakra lain yang lebih gelap bahkan bukan berasal dari Padepokan". Hana tahu betul karena dengan insting sensor cakra kemampuan klannya ia bisa menduga bahwa ini bukan perbuatan dari Cindeloka walaupun ada rumor mengatakan bahwa ketampanannya membawa petaka ke sebuah pulau yang ditinggalinya, namun ia tidak mau terburu buru mengambil kesimpulan

"Bahkan aku dengar bahwa Cindeloka telah menutup segel tersebut" timpal Puadin dengan wajah serius dan nada datar tapi dalam.

"Serius kau???" timpal Taro dengan wajah kaget.

"Kakak! Jangan kalian langsung menghakimi Cindeloka seperti itu?" seru Beben dihadapan kawannya yang lain seraya melanjutkan pembicaraannya.

"Cindeloka kan teman kita, sahabat kita, tidak mungkin dia melakukan semua ini. Kalaupun mengenai kutukan yang santer dibicarakan seantero Bumi Nusantara tidak ada hubungannya dengan peristiwa ini".

Gamar dan Belena tidak banyak berkomentar dan tidak ikut campur dengan masalah ini. Mereka saling memalingkan muka seolah ada masalah internal diantara mereka berdua yang jauh lebih serius daripada peristiwa leak.

*

Dalam ruang dewan yang gelap, Ki Bagawanta menatap tiga murid di hadapannya-Cindeloka, Lisna, dan Shiva. Ketiganya masih lemah, namun dipaksa berdiri.

Suara Ki Bagawanta menggelegar:

"Kalian sadar apa yang sudah terjadi?!

Dua ribu nyawa hilang!

Bagaimana kalian bisa ada di ruang segel leak tanpa izin?!"

Lisna menunduk, tangan gemetar.

Shiva menatap lantai, rahang terkunci.

Cindeloka maju setengah langkah.

"Kami... bukan penyebabnya, Ki," ucapnya serak. "Segelnya sudah retak sebelum kami menyentuhnya. Bahkan ada lambang Swastika tergambar jelas di pintu."

Kalimat itu membuat Bagawanta terdiam.

"Swastika...? Kamu yakin?"

"Ya, Ki," jawab Cindeloka mantap. "Swastika itu bergetar, lalu meledak. Kami hanya berusaha menutup segel dan menyelamatkan desa."

Mbah Kunto mengangguk pelan, menambahkan:

"Aku melihat retakan itu juga. Ini bukan ulah anak-anak."

Bagawanta langsung berubah pucat. Dalam sekejap, ia berbalik dan berlari ke arah lorong bawah tanah.

"Cepat! Tunjukkan padaku!"

*

Mereka tiba di ruangan segel.

Pintu "AWAS LEAK" yang semalam runtuh kini kembali terbentuk oleh energi swastika, tetapi tetap membekas retakan hitam-seperti luka yang tak akan sembuh.

Ki Bagawanta menyentuh lambang itu, tangannya bergetar.

"Tidak mungkin..." bisiknya. "Hanya satu orang yang tahu cara memanipulasi segel ini."

Ia menutup mata, menahan emosi.

Lisna memberanikan diri bertanya,

"Ki... siapa maksud Anda?"

Bagawanta membuka kembali matanya-mata yang dipenuhi amarah sekaligus kesedihan.

"Nyi Rangdageni."

Mereka bertiga saling berpandangan, bingung.

Bagawanta melanjutkan perlahan:

"Nama aslinya... Tania Sutena.

Ia adalah rekanku satu tim-Tim Sapta angkatan 1952."

Cindeloka tersentak.

"Tim Sapta...? Jadi kami bukan tim pertama?"

Bagawanta tersenyum getir.

"Tim kalian sebenarnya generasi berikutnya, nama Tim Sapta dari Padepokan Suryajenggala sudah ada sejak era Pandega Barata Sunda. Tania dulu-sahabat sekaligus pendekar genius. Namun... ia terjerat ajaran leak. Saat itu, kami menyegel kekuatannya. Kami... menganggapnya hilang."

Ia menatap kembali retakan swastika.

"Tapi nyatanya... dia kembali. Dan dia membuka segel itu dengan tangan sendiri."

Lisna menutup mulut, ngeri.

Shiva mengepalkan tangan, matanya tajam.

Cindeloka hampir tak percaya.

"Jadi... ulah sahabat lama Ki Bagawanta... memicu tragedi ini?"

Bagawanta mengangguk pelan.

"Ya... ini adalah ulah sahabatku sendiri."

*

Sementara itu, kabar 1500 warga tewas menyebar seperti badai.

Menara Sarasvati, pusat pemerintahan Suryadwipa, mendadak dipenuhi ratusan warga yang berteriak marah. Mereka membawa obor, banner, dan tombak pertanian.

"Kami menuntut keadilan!"

"Hukum penyebab kebocoran leak!"

"Usir Cindeloka! Kutukan tampannya nyata!"

Beberapa ibu menangis histeris sambil menyebut nama anak mereka yang tewas.

Di depan gerbang, Pandega Indra Oktovian berdiri dengan wajah tenang meski cakra tekanannya menahan puluhan warga yang nyaris menyerbu.

"Tenanglah, warga Suryadwipa!" suaranya menggema tegas.

Namun warga tak mau tenang.

"Pandega!" teriak seorang pria tua. "Anak saya mati! Tubuhnya kering! Klan Sunda membawa sial!

Usir Cindeloka sebelum bencana lainnya terjadi!"

Suara dukungan membanjir.

Indra mengangkat tangan.

"Cindeloka bukan penyebabnya. Ia justru menyegel leak kembali."

"Omong kosong!"

"Kutukan tampan itu nyata!"

"Cakra aura klan Sunda membawa malapetaka!"

Indra menutup mata sebentar, lalu berbicara lebih lembut:

"Aku mengerti kesedihan kalian.

Aku akan mempertimbangkan tuntutan kalian... namun kalian harus bubar dulu.

Kami sedang menyelidiki siapa dalang sebenarnya."

Cakra Pandega meredam kerusuhan perlahan-lahan.

Warga pun mulai mundur, meski masih dengan pandangan penuh kebencian-terutama kepada sosok bernama Cindeloka yang bagi mereka hanya membawa maut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!