NovelToon NovelToon
Mencintai Dalam Diam

Mencintai Dalam Diam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Cinta Murni / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Husnul rismawati

kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 16 kepulangan ayu

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis kamar rumah sakit, menerangi wajah pucat Ayu yang masih terlelap. Suara langkah kaki yang familiar mendekat, dan tak lama kemudian, Dokter karin masuk dengan senyum tipis di bibirnya. Ia membawa papan rekam medis dan mendekati ranjang Ayu.

"Selamat pagi, pak bu " sapa dokter karin kepada keluarga ayu saat sudah memasuki kamar rawat ayu .

"selamat pagi Ayu," sapa Dokter karin kemudian dengan lembut, seraya mulai memeriksa denyut nadi dan tekanan darah Ayu. Gerakan tangannya cekatan, namun penuh kehati-hatian. Ayu membuka matanya perlahan, mengangguk lemah sebagai balasan sapaan.

Setelah beberapa menit pemeriksaan intensif, Dokter karin menarik napas lega. "Kondisimu sudah sangat stabil, Ayu. Luka-lukamu membaik dengan cepat, dan tidak ada komplikasi yang berarti." Ia menatap Ayu dengan tatapan meyakinkan. "Kamu boleh pulang hari ini."

Sebuah gelombang kelegaan membanjiri hati Ayu. Akhirnya, ia bisa meninggalkan bau antiseptik dan dinding putih rumah sakit. Namun, di balik rasa lega itu, ada secercah kecemasan yang muncul. Ingatan akan suara benturan keras, pecahan kaca, dan rasa sakit yang menusuk masih membayangi. Tubuhnya mungkin stabil, tapi pikirannya masih terasa rapuh. Ia sedikit tersentak ketika sebuah troli makanan berdecit keras di lorong.

Dokter karin seolah memahami gejolak batin Ayu. Ia meletakkan tangannya di bahu Ayu. "Saya tahu ini tidak mudah, Ayu. Kecelakaan itu pasti meninggalkan bekas, bukan hanya di fisikmu, tapi juga di hatimu. Tapi ingat, kamu tidak sendirian. Istirahatlah yang cukup, hindari stres, dan jangan ragu untuk bercerita jika ada yang mengganggu pikiranmu. Kita akan terus memantau pemulihanmu."

Ayu mengangguk, mencoba tersenyum meskipun terasa berat. "Terima kasih, Dok"

Dokter karin tersenyum." iya sama-sama semangat semoga lekas sembuh dan bisa aktivitas seperti sedia kala iya ayu " kata dokter karin kemudian

dokter karin pun keluar dari ruang rawat ayu.

Setelah Dokter Karin mengizinkannya pulang, Ayu masih terdiam, seolah kata-kata itu belum sepenuhnya meresap. Ibunya menggenggam tangannya erat, memberikan kekuatan tanpa kata. Ayahnya, dengan tatapan teduh yang menyimpan kekhawatiran mendalam, berdiri di sampingnya.

"Siap untuk pulang, Nak?" tanya ayahnya lembut, suaranya bergetar halus.

Ayu mengangguk pelan, meski jantungnya masih berdebar tak karuan. Ia mencoba bangkit dari ranjang, dibantu ibunya. Tubuhnya terasa asing, lemah, seolah bukan lagi miliknya.

Saat mereka keluar dari pintu rumah sakit, Ayu menarik napas dalam-dalam. Udara sore itu terasa menyesakkan, bercampur aroma knalpot dan debu jalanan. Pikirannya masih dipenuhi pecahan-pecahan memori mengerikan dari kecelakaan itu, seperti kepingan kaca yang tajam.

Sesampainya di depan gerbang rumah, Ayu menghela napas panjang. Rasanya campur aduk, lega akhirnya bisa kembali ke tempat yang familiar, namun juga hampa dan lelah. Ia menatap pagar rumahnya, lalu beralih ke pot-pot bunga di teras yang dulu sering ia siram. Semuanya terasa sama, tapi ia tahu, ada sesuatu dalam dirinya yang sudah berubah. Langkahnya gontai, dibantu ibunya, saat ia menaiki beberapa anak tangga. Pintu rumah terbuka, dan dari dalam terdengar samar-samar suara riuh rendah. Ayu mengerutkan kening, bertanya-tanya ada apa. Namun, belum sempat ia bertanya, sebuah kejutan kecil menyambutnya. Ardi dan Wati sudah menunggu di sana, di bawah pohon mangga yang rindang. Ardi, sahabatnya sejak kecil, dengan senyum khasnya yang selalu menenangkan. Wati, teman masa kecil ayu yang selalu hadir dengan semangat positif, matanya berbinar penuh kelegaan.

"Ayu!" seru mereka berdua bersamaan, suara mereka berpadu menjadi melodi yang menghangatkan hati Ayu. Mereka berlari menghampirinya, seolah sudah lama sekali tidak bertemu.

"Ya ampun, Yu! Kami senang banget kamu sudah boleh pulang," kata Wati sambil memeluk Ayu erat. Pelukannya terasa tulus, seolah menyalurkan energi positif ke tubuh Ayu yang rapuh.

"Ibu kamu telepon tadi pagi, bilang kamu sudah bisa pulang hari ini. Langsung deh, kita berdua ke sini," kata Ardi sambil menepuk bahu Ayu pelan, kali ini dengan lebih hati-hati.

Ayu terharu melihat kehadiran sahabat-sahabatnya. "Makasih ya, udah dateng," ucap Ayu lirih, matanya berkaca-kaca.

Ardi merangkul bahu Ayu, "Ya iyalah, Yu! Masa' kita biarin kamu sendirian? Udah kayak jomblo ngenes di malam minggu, kasihan banget." Dia terkekeh pelan, mencoba mencairkan suasana. "Lagian, Wati udah kayak detektif Conan dari kemarin, nelpon mulu nanyain kabar kamu."

Wati menyenggol lengan Ardi, "Ih, apaan sih kamu! Aku kan khawatir sama Ayu."

Ayu tersenyum kecil melihat interaksi kedua sahabatnya. "Makasih ya, kalian emang yang terbaik."

"Udah, nggak usah mellow gitu. Sekarang yang penting kamu udah di rumah. Mau makan apa? Biar aku beliin," tawar Ardi.

"Nggak usah repot-repot, Ar," jawab Ayu.

"Repot apaan sih? Udah kayak sama siapa aja. Ayo, mau apa? Jangan malu-malu, mumpung aku lagi baik hati," Ardi bersikeras, sambil pura-pura menyilangkan tangan di dada.

Ayu berpikir sejenak. "Pengen bubur ayam Mang Dudung deh, yang deket gang pertigaan itu . Tapi nggak usah sekarang-sekarang amat."

"Nah, itu baru Ayu yang aku kenal! Dari tadi diem aja kirain kesurupan. Oke, nanti aku beliin. Sekarang, masuk dulu, istirahat. Biar Wati yang jadi perawat pribadi kamu," kata Ardi sambil mengedipkan mata.

" diihhh sok cakep kamu " kata Wati dengan muka sok sinis nya.

Udah yu sekarang, kamu istirahat aja. Biar Wati temenin kamu di sini," kata Ardi sambil menunjuk Wati. "aku mau ngobrol sama om dan tante dulu, !"

Ayu mengangguk pelan. "Makasih ya, Ar."

Ardi tersenyum tipis dan berbalik menuju ruang tengah, tempat orang tua Ayu duduk. Wati menggandeng Ayu menuju kamarnya, memberikan ruang bagi Ardi untuk berbicara dengan orang tua Ayu.

"Om, Tante," sapa Ardi sopan. "Gimana kabarnya?"

Ibu Ayu tersenyum lemah. "Baik, Ardi. Terima kasih sudah datang."

Ayah Ayu menepuk pundak Ardi. "Kami sangat menghargai kedatangan kalian berdua. Ayu pasti senang sekali."

Ardi mengangguk. "Sama-sama, Om. Kami berdua sudah seperti keluarga sendiri dengan Ayu. Om, Tante, maaf kalau lancang, tapi... gimana kondisi Ayu sekarang? Apa yang bisa kami bantu?"

Ibu Ayu menghela napas. "Ayu masih trauma, Ardi. Dia masih sering melamun dan susah tidur. Dokter bilang, butuh waktu untuk pulih."

Ayah Ayu menambahkan, "Kami berusaha untuk selalu ada di sampingnya, tapi kami khawatir kalau kami tidak cukup. Kami tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk membantunya."

Ardi berpikir sejenak. "Om, Tante, mungkin Ayu butuh teman untuk bicara. Saya dan Wati akan berusaha untuk sering menjenguk dan menemani Ayu. Kami akan mendengarkan semua keluh kesahnya, tanpa menghakimi. Kami juga akan mengajak Ayu untuk melakukan kegiatan yang dia sukai, seperti dulu."

Ibu Ayu menatap Ardi dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih banyak, Ardi. Kamu memang sahabat yang baik. Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu."

Ayah Ayu mengangguk setuju. "Kami percaya pada kalian berdua. Kami titip Ayu ya, Ardi."

Ardi tersenyum tulus. "Pasti, Om, Tante. Kami akan menjaga Ayu sebaik mungkin."

Dengan bantuan Ardi dan Wati, Ayu melangkah masuk ke dalam kamar.Ia melihat Beberapa tetangga dekat dan kerabat sudah berkumpul di sana, menyambut kedatangannya dengan senyum hangat dan pelukan penuh kasih.

Malam itu, untuk pertama kalinya sejak kecelakaan, Ayu merasa sedikit lebih baik. Kehadiran keluarga dan sahabat-sahabatnya adalah jangkar yang menahannya agar tidak hanyut dalam kesedihan. Ia tahu, perjalanan pemulihannya masih panjang dan berat. Tapi ia tidak sendirian. Ia memiliki orang-orang yang mencintainya dan akan selalu ada untuknya, apapun yang terjadi.

1
Guillotine
Sudah nggak sabar untuk membaca kelanjutan kisah ini!
husnul risma wati: trimakasih kakak sudah mampir di karya sayaa🤗 mohon dukungan nya like komen nya iya kak trimakasih... 🤗🤗
total 1 replies
PetrolBomb – Họ sẽ tiễn bạn dưới ngọn lửa.
Ayo thor update secepatnya, kita semua sudah tidak sabar untuk baca terus nih!
husnul risma wati: iya kak , makasih iya kak udah komentar di sini saya akan lebih semangat lagi 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!