Mencintai Dalam Diam
Kriiiiiinng........
"Dering ponsel memecah kesunyian sore itu .
Dengan sedikit tergesa, Ayu menjawab panggilan itu.
"Assalamualaikum," sapaan Ayu lembut. "Wa'alaikumsalam, Yu. ! Aku ada kabar buruk. Pakde Yadi meninggal siang tadi," ...kata suara di seberang, membuat hati Ayu seperti ditusuk.
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un... Kapan, Kang?" tanya Ayu, suaranya bergetar menahan tangis.
"Siang tadi, setelah sholat Dzuhur. Beliau sudah tidak ada lagi setelah sholat," jawab suara itu lirih."
Ya yang menlfon ayu adalah Ahmad Rifa'i sahabat ayu.
Ahmad dan Ayu sudah bersahabat sejak Ayu masih duduk di bangku SMA sedangkan Ahmad sudah masuk ke perguruan tinggi. Dan kini mereka sudah sama sama bekerja. Lebih tepatnya mereka bersahabatan sudah 10 tahun lamanya.
Ayu memasuki rumah duka yang sudah di penuhi dengan keluarga dan tetangga. dan
Rifa'i sudah ada di sana, tepat duduk di sebelah keluarga. Ayu pun langsung ikut bergabung dan memberi salam.
"assalamualaikum ... sapa Ayu kepada keluarga dan semua pengunjung takziah yang ada di ruangan itu.
"wa'alaikumsalam.... ! jawab mereka serempak
"Ayu... kesini sama siapa?" tanya salah satu keluarga dengan suara lembut.
"Sendirian, Mbak," jawab Ayu, menundukkan kepala.
"Pakde meninggal jam berapa, Mbak?" tanya Ayu kepada Mbak Hasna, yang terlihat menahan tangis.
"Siang tadi yu, setelah sholat Dzuhur. Beliau sudah tidak ada lagi setelah sholat," jawab Mbak Hasna, suaranya tercekat."
Ayu duduk termenung, matanya kosong memandang ke depan, sementara di dalam hatinya ada pergulatan emosi yang tak terkatakan.ayu teringat semua kenangan-kenangan bersama pakde Yadi semasa beliau masih hidup. pakde Yadi adalah sosok seorang yang sangat baik dan banyak memberikan inspirasi buat Ayu. bisa terbilang pakde Yadi adalah ayah kedua bagi Ayu.keluarga pakde Yadi juga sangat dekat dengan Ayu .mereka mulai dekat sejak Ayu mulai mengenal Rifa'i.
ya pakde Yadi adalah keluarga Rifa'i.dulu Rifa'i mengenalkan Ayu ke keluarganya saat Rifa'i masih mengajar pramuka di sekolah Ayu. dan itu awal pertemuan Ayu dengan Rifa'i. Ayu di kenalkan ke keluarga Rifa'i karena waktu itu Ayu sedang membantu Rifa'i mengambil alat alat pramuka yang ada di rumah keponakan Rifa'i yaitu anak dari pakde Yadi.
𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵 𝘬𝘦 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘥𝘪
Suara-suara lirih dari para tetangga yang melayat menjadi latar belakang yang sunyi, mengiringi kesedihan yang mendalam. Ketika proses pemandian dan pemakaian kain kafan selesai, suasana semakin khidmat. Saat pemberangkatan jenazah, Ayu bangkit, mengikuti iring-iringan dengan langkah perlahan.
Ayu, Rifa'i, dan keluarga duka berjalan mengikuti prosesi pemakaman. Suasana hening dan khidmat menyelimuti perjalanan menuju tempat peristirahatan terakhir Pakde Yadi. Ayu menundukkan kepala, matanya basah menahan tangis. Rifa'i berjalan di sampingnya, memberikan dukungan diam-diam.
Saat jenazah Pakde Yadi diturunkan ke dalam liang lahat, Ayu merasa seperti hatinya ikut terkubur. Mbak Hasna, anak Pakde Yadi, membacakan doa dengan suara yang bergetar. Setelah itu, semua orang melemparkan tanah ke dalam kubur, diikuti dengan kalimat 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un'.
Ayu merasa sedih, tapi juga merasa damai karena Pakde Yadi telah kembali kepada-Nya. Prosesi pemakaman diakhiri dengan doa bersama, dan semua orang memberikan penghormatan terakhir kepada Pakde Yadi."
××××
Pemakaman pun usai, Ayu, Rifa'i, dan para kerabat menuju kembali ke arah pulang dengan langkah perlahan dan suasana yang masih hening. Mereka berjalan dengan kepala tertunduk, masing-masing membawa kesedihan dan kenangan akan kepergian Pakde Yadi.
"Yuuuu...," panggil Rifa'i saat Ayu sudah mulai jalan.
"Iya kang," jawab Ayu dengan nada lemah dan masih ada sisa tangis. "
Kamu sama siapa tadi?" tanya Rifa'i saat sudah berada di sebelah Ayu.
"Sendirian, Kang. Aku langsung kesini setelah dengar kabar tentang Pakde Yadi," jawab Ayu, suaranya masih terdengar sedih. Rifa'i mengangguk paham, lalu membaringkan tangan di bahu Ayu, memberikan dukungan dan menghibur sahabatnya yang masih berduka. "Aku senang kamu ada di sini, Yu. Ini sangat berarti bagi keluarga Pakde Yadi," kata Rifa'i dengan suara lembut. Ayu hanya mengangguk, merasa sedikit lega dengan kehadiran Rifa'i di sampingnya.
"Ini kamu langsung mau pulang apa mau mampir ke rumah Bude Rum dulu?" kata Rifa'i sambil terus berjalan.
"Aku langsung pulang aja, Kang, masih banyak kerjaan di rumah," kata Ayu, suaranya masih terdengar lemah setelah prosesi pemakaman. Rifa'i mengangguk paham, "Baiklah, Yu. Kalau begitu aku antar kamu sampai rumah." Ayu tersenyum sedikit, merasa berterima kasih atas perhatian Rifa'i. "Tidak usah, Kang. Aku bisa sendiri," jawab Ayu, meskipun sebenarnya dia merasa lebih baik jika ditemani.
Ayu dan Rifa'i berpisah di persimpangan jalan, karena Rifa'i memutuskan untuk kembali ke rumah duka untuk memberikan dukungan lebih lanjut kepada keluarga Pakde Yadi. "Aku balik lagi ke rumah pakde ya Yu. Kamu benar-benar bisa pulang sendiri?" tanya Rifa'i memastikan.
Ayu mengangguk, "Iya, Kang. Aku bisa sendiri. Terima kasih ya," jawab Ayu, merasa sedikit lebih tenang. Rifa'i tersenyum dan mengangguk, "Baiklah, hati-hati di jalan." Lalu, Rifa'i berbalik arah dan kembali ke rumah duka, sementara Ayu melanjutkan perjalanan pulang dengan langkah perlahan, masih merenungkan kepergian Pakde Yadi.
Sesampainya di rumah, Ayu langsung melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Dengan langkah yang masih berat karena kesedihan, Ayu memasuki warung sembakonya yang juga berfungsi sebagai warung makan sederhana di rumahnya. Dia mulai mengatur kembali barang-barang dagangan yang berantakan dan mempersiapkan menu untuk hari itu. Meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan kenangan akan Pakde Yadi, Ayu berusaha untuk fokus pada pekerjaannya agar bisa melayani pelanggan dengan baik. "Aku harus kuat," bisik Ayu pada dirinya sendiri, sambil mulai menyiapkan dagangan dan membersihkan warung.
Warung sembako Ayu biasanya mulai buka dari selepas sholat subuh, sehingga Ayu sudah terbiasa bangun pagi untuk menyiapkan semuanya. Sementara itu, warung makannya mulai dibuka sehabis Dzuhur, jadi Ayu biasanya mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan diolah untuk dijual pada siang hari. Dengan keahlian memasak yang dimiliki, Ayu bisa menyajikan berbagai hidangan lezat untuk para pelanggan setianya. Hari ini, meskipun kesedihan masih menyelimuti, Ayu berusaha untuk tetap menjalankan rutinitasnya dengan baik, demi menjaga warung dan pelanggannya.
Satu demi satu pelanggan Ayu mulai berdatangan, sambil menyiapkan masakan yang belum jadi, Ayu melayani pelanggan dengan sangat ramah.
"Yuuu... Masak apa kamu hari ini?" tanya salah satu pelanggan Ayu, yang sudah seperti keluarga sendiri.
"Hari ini aku masak nasi goreng spesial dan gudeg, Mbak. Mau coba?" jawab Ayu dengan senyum cerah. Pelanggan itu tersenyum dan memesan nasi goreng spesial, sementara Ayu dengan cekatan mulai menyiapkan pesanan. "Sambil menunggu, mau pesan es teh atau kopi?" tanya Ayu lagi, menunjukkan pelayanannya yang ramah dan atensi terhadap detail.
"Sambel telor sama tempe orek belum mateng, iya yu. Bapaknya anak-anak pengen makan itu, katanya..." kata pelanggan itu sambil memperhatikan Ayu yang sibuk di dapur.
"Ini masih aku bikinin, bumbu bude belum mateng..." jawab Ayu sambil terus memasak.
"Tumben kamu jam segini belum beres-an?" tanya pelanggan itu dengan sedikit heran.
"Iya, Bude, tadi aku tinggal takziah ke rumah pakde aku dulu," jawab Ayu, menjelaskan keterlambatan persiapan masakannya hari itu. Pelanggan itu mengangguk paham,
"Oh, ya sudah, aku tahu. Semoga Pakde-mu tenang di sisi-Nya," tambahnya dengan penuh simpati.
"Iya, Bude, makasih... Ini gimana, Bude? Jadi pesen makan apa?" tanya Ayu sambil menyajikan hidangan.
"Aku nunggu tempe orek sama telur balado-mu aja, yu. Gak papa agak nanti, belum mau dimakan juga kok," jawab pelanggan itu dengan santai. Ayu tersenyum dan mengangguk,
"Baik, Bude. Aku akan siapkan dulu, nanti aku antar ke rumah bude iya "
Pelanggan itu mengangguk puas dan melanjutkan obrolan ringan dengan Ayu .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments