NovelToon NovelToon
SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Khanza Menjenguk Tanan

Hari ini, Khanza sedang malas sekali untuk pergi ke toko maupun ke rumah Ijah. Dia hanya ingin menikmati waktunya untuk berbaring dan bermain ponsel saja. Khanza yang biasanya rajin dan bisa melawan rasa malas, semenjak hamil terkadang dia tidak bisa melawan rasa malasnya.

Suara ketukan di pintu terdengar, Khanza menolehkan kepala saat sang ibu datang dan mendekat.

“Khanza,” panggil Mira. Khanza mengubah posisi dan duduk, menyimpan hp-nya dan menatap sang ibu dengan penuh tanya.

“Iya, Bu. Ada apa?” tanya Khanza sambil membenarkan kerudungnya yang miring.

“Hari ini kamu nggak kemana-mana?” tanya Mira heran.

“Nggak, Bu. Lagi pengen di rumah aja," jawab Khanza.

“Oh. Begini, Khanza. Ibu lihat dari semenjak kamu menikah, kamu nggak pernah menjenguk Tanan.”

Khanza terdiam, serasa enggan mendengar nama itu.

Mira menyentuh tangan sang putri dan melihat wajah Khanza yang tiba-tiba saja suram. Mira tahu jika apa yang dialami oleh putrinya bukanlah hal yang baik dan telah mengubahnya sangat banyak.

“Setidaknya, kamu jenguk dia satu atau dua kali, Khanza. Dengar-dengar, Kak Ijah sangat sibuk akhir-akhir ini sampai dia belum mengunjungi Tanan. Kamu bisa jenguk dia menggantikan Kak Ijah. Bawakan dia makanan. Meski dia itu sudah berbuat hal yang buruk sama kamu, tapi dia tetaplah suami kamu.”

Khanza menggigit bibirnya, entah apakah dia akan kuat saat bertemu dengan laki-laki itu atau tidak. Namun, dia tidak bisa mengabaikan perintah sang ibu dan akhirnya pergi untuk menjenguk Tanan. Dengan membawa masakan ibunya, Khanza pergi diantar oleh ojek langganannya.

“Mau ketemu siapa, Mbak?” tanya petugas wanita heran saat melihat wanita dengan hijab lebar hingga menutupi pinggang datang dengan membawa rantang makanan.

“Tanan. Apakah saya boleh menjenguknya?” tanya Khanza bergetar suaranya menyebutkan nama laki-laki itu.

“Dia istrinya,” ujar seorang laki-laki yang mengetahui tentang Tanan, sipir itu lah yang memperhatikan para tahanan yang masuk keluar di tempat ini.

“Oh, bawa semua persyaratannya?” tanya wanita tersebut meminta. Khanza memberikan segala sesuatunya untuk diberikan kepada sang petugas. Menurut arahan Mira, Khanza sudah mempersiapkan segalanya. Andai bukan Mira yang meminta, tentu saja Khanza enggan untuk datang menjenguk laki-laki itu.

Meski dia sudah mencoba untuk memaafkan Tanan, tapi perlakuan yang dilakukan olehnya menggoreskan luka dan akan membekas entah sampai kapan.

“Mari ikut dengan saya.”

Wanita itu mempersilakan setelah mengecek semua barang bawaan milik Khanza.

Khanza dibawa ke sebuah ruangan yang terdapat beberapa kursi dan meja. Di sana ada dua orang lainnya, sedang berbicara dengan anggota keluarga.

“Silakan duduk. Saya akan panggilkan suaminya,” ucap wanita itu.

Khanza termenung, mendapatkan sebutan itu untuknya. Dia memainkan jemarinya di atas pangkuan, statusnya kali ini sudah berganti, dan dia akan bertemu dengan suaminya.

Seseorang duduk di depan Khanza, wanita itu tidak mau mengangkat kepalanya sehingga yang bisa dia lihat di depannya hanya sebuah tangan kekar dengan banyak urat yang menyembul di sana. Tangan itu sedikit kurus dari terakhir dia bertemu dengan Tanan saat ijab kabul waktu itu.

Tanan menatap Khanza yang masih menundukkan kepalanya. Dia paham dari gerak tubuh gelisah wanita itu jika dia sedang tidak nyaman berada di sana.

“Assalamu'alaikum,” ucap Tanan pelan. Ini adalah kali pertama dia berbicara dengan Khanza setelah sebelumnya mereka hanya bertemu tanpa ada pembicaraan.

“Wa-wa'alikumsalam,” jawab Khanza.

Hening.

Tidak tahu harus berkata apa, Khanza hanya menyimpan rantang makanan di atas meja dan mendorongnya hingga ke tengah.

“Apa kabar kamu?” tanya Tanan.

“Baik.”

Hening lagi.

Tanan sendiri masih belum tahu apa yang wanita ini inginkan, sehingga dia datang kemari. Tanan sempat berpikir jika Khanza marah kepadanya, atau ingin menandatangani surat perceraian.

“Aku disuruh ibu ke sini buat jenguk kamu,” ucap Khanza masih menundukkan kepalanya.

“Oh. Iya, makasih.”

“Itu makanan Ibu yang masak.” Khanza berkata lagi.

“Iya, makasih," jawab Tanan.

Hening lagi.

Mereka sama-sama diam dan saling menundukkan kepala, tapi bisa Tanan lihat sepenuhnya wajah cantik sang istri.

“Gimana kabar ibu kamu?” tanya Tanan.

“Baik. Ibu dan Bapak baik," balas Khanza.

“Kalau kamu?”

Khanza terdiam, merutuki ucapan Tanan yang tidak peka akan keadaan dirinya sekarang ini.

“Maaf karena apa yang sudah aku lakukan sama kamu. Aku nggak sadar waktu itu. Aku sudah bikin kamu jadi seperti ini.”

Khanza tidak menjawab.

“Apa kamu ....” Tanan terdiam. Canggung tentu saja. “Aku harap kamu ikhlas mengandung anak aku. Aku akan bertanggung jawab sampai anak itu lahir. Kalau memang kamu keberatan, aku siap menerima konsekwensinya,” ucap Tanan.

Khanza mengangkat kepalanya dan tidak mengerti atas apa yang dikatakan Tanan. Bisa laki-laki itu lihat jika Khanza adalah wanita tercantik yang dia temui selama ini.

“Aku sadar, jika mungkin aku bukan laki-laki yang baik. Jadi, aku akan terima apa pun keputusan kamu ke depannya nanti. Aku cuma pengen kamu sabar selama kehamilan kamu,” tutur Tanan.

Khanza menunduk lagi, tiba-tiba saja hatinya sakit mendengar ucapan Tanan, sehingga matanya terasa panas sedikit.

“Kamu sering ke rumah ibu?” tanya Tanan. “Apa kabar ibu? Baik kan?” Tanan kembali berkata.

“Iya, Ibu baik. Sehat.”

Helaan napas lega terdengar dari hidung Tanan. “Alhamdulillah. Tolong kalau kamu ketemu sama Ibu lagi, sampaikan salam dan maafku sama beliau.”

“Iya.”

Khanza tidak lama berada di sana. Dia pulang setelah yakin tidak ada lagi yang Tanan bicarakan.

Hati Khanza sesak. Tidak pernah terlintas di pikirannya jika dia akan memiliki seorang suami seperti Tanan dan kini ada di dalam penjara.

Khanza keluar dari area lapas tersebut dengan dada yang sesak.

Sementara itu masih di ruangan yang sama, Tanan mengambil rantang makanannya dan membuka wadah tersebut. Ada beberapa makanan yang dimasak di sana, tampak lezat menurutnya. Dia mengambilnya dan mulai memakannya sambil berderai air mata.

Tangan Tanan bergetar saat memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya. Sesal sedari kemarin ada di dalam hati, tapi kali ini lebih menyesakkan dadanya karena yang mengunjungi adalah wanita yang dia sakiti, yang dia rusak masa depannya, yang kini tengah mengandung anaknya. Pikiran Tanan bermain ke masa depan, entah apakah yang akan bisa dia lakukan saat nanti perut Khanza membesar dan saat dia akan melahirkan, wanita itu pasti sangat kesulitan di keadaannya yang seperti ini.

“Maaf,” ujar Tanan kemudian memasukkan makanan itu ke mulutnya.

Khanza telah sampai di rumah, kali ini dia benar-benar ingin sendiri saja di kamarnya. Mira melihat langkah kaki Khanza yang cepat masuk ke dalam kamar, tapi saat Mira akan menyusul, Bagas menahan tangan Mira dan menggelengkan kepala.

“Biarkan dia sendiri dulu.”

1
Heny
Hadir
Rozh: terimakasih 🙏🏻🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!