Dikhianati dan dijebak oleh suami dan kekasih gelapnya, seorang wanita polos bernama Megan secara tak terduga menghabiskan malam dengan Vega Xylos, bos mafia paling berkuasa di dunia malam. Hingga akhirnya, dari hubungan mereka malam itu, menghasilkan seorang putra jenius, Axel. Tujuh tahun kemudian, Vega yang terus mencari pewarisnya, tapi harus berhadapan dengan Rommy Ivanov, musuh lamanya, baru mengetahui, ternyata wanita yang dia cari, kini telah dinikahi musuh besarnya dan berniat menggunakan kejeniusan Axel untuk menjatuhkan Kekaisaran Xylos. Bagaimana Vega akan menghadapi musuh besarnya dan apakah Megan dan putranya bisa dia rebut kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Api Kemarahan Sang Xylos.
Markas bawah tanah Vega Xylos, tersembunyi jauh di balik pegunungan di perbatasan Eropa Timur, bergetar akibat ledakan yang teredam. Udara dipenuhi bau mesiu dan ozon dari generator yang terlalu panas. Vega berdiri di ruang kontrol, matanya yang sebiru es menatap tiga layar monitor yang menunjukkan kehancuran sistem keamanan di perimeter luar. Serangan itu baru saja berhasil dipadamkan, tetapi kerusakannya signifikan.
“Rommy semakin berani,” ujar Zeno, tangan kanan Vega, suaranya dingin dan terkontrol. Dia menyeka darah dari sudut bibirnya, hasil dari pertempuran jarak dekat di koridor Alpha. “Dia menggunakan amunisi berat yang hanya bisa didapat dari kelompok Timur Jauh. Targetnya bukan hanya melumpuhkan, Vega. Targetnya adalah menghancurkan.”
Vega tidak menjawab. Ia menatap seorang pria yang kini terikat di kursi baja di tengah ruangan, wajahnya babak belur. Pria itu adalah salah satu komandan bayaran Rommy yang berhasil ditangkap hidup-hidup.
“Katakan lagi,” perintah Vega, suaranya pelan, tetapi getaran kekuasaan di dalamnya membuat lantai terasa bergetar. “Siapa yang memberimu perintah untuk serangan hari ini?”
Pria itu meludah ke lantai. “Kau tidak akan pernah bisa menyentuhnya, Xylos. Rommy Ivanov adalah Raja yang baru.”
Vega melangkah mendekat, tangannya meraih rahang pria itu dengan kekuatan yang mampu menghancurkan tulang. “Aku tidak peduli dengan gelar murahan itu. Aku peduli dengan jawaban. Katakan padaku, apa hubungan Rommy dengan serangan delapan tahun lalu? Serangan yang terjadi tepat setelah aku meninggalkan ‘Gadis Malam’ itu.”
Pria itu terkejut. Informasi itu seharusnya sangat rahasia. “Kau… kau sudah tahu? Rommy yang mengirim kami untuk memecah fokusmu. Itu adalah bagian dari strategi pengalihan yang lebih besar. Dia ingin membuatmu lengah, sibuk membersihkan kekacauan, sementara dia membersihkan jejaknya di Indonesia.”
Vega melepaskan rahang pria itu, lalu mundur. Kemarahan yang terpancar dari matanya bukanlah kobaran api, melainkan es yang membakar. Rommy tidak hanya mencoba mengambil alih wilayah; Rommy telah bersembunyi di balik bayangan, memanipulasi takdir mereka, termasuk hilangnya Megan.
“Selesaikan dia, Zeno. Aku tidak ingin mendengar nama Rommy lagi malam ini,” perintah Vega, lalu berbalik menuju kantor pribadinya. Dia harus berpikir. Dia harus menemukan kelemahan Rommy, kelemahan yang delapan tahun ini selalu luput dari pandangannya.
...****************...
Vega duduk di balik meja kayu eboni, membuka laptop pribadinya. Dia mengakses data lama mengenai ‘Gadis Malam’ itu. Selama delapan tahun, ia selalu mencari jejaknya, tetapi jejak itu selalu terputus di klub Heaven. Seolah-olah wanita itu lenyap ditelan bumi setelah pagi yang kacau itu.
Pikirannya kembali pada malam itu. Malam ketika seluruh dunianya seolah berhenti hanya karena sentuhan kulit yang lembut. Dia ingat betul bagaimana mata sayu Megan menatapnya, kombinasi antara ketakutan dan kepolosan. Malam itu, ia tidak hanya menaklukkan tubuh, tetapi juga jiwanya, sebuah kepemilikan yang tidak bisa ia lepaskan.
Vega menggeram rendah. Dia tidak pernah membiarkan wanita mana pun masuk ke dalam kamarnya, apalagi menyentuh sisi dirinya yang paling tersembunyi. Megan adalah pengecualian. Megan adalah kesalahannya yang paling indah, dan dia telah meninggalkannya karena tugas. Kesalahan yang tidak akan pernah ia ulangi lagi.
Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di layar. Itu bukan notifikasi biasa. Itu adalah sinyal yang berhasil menembus empat lapis firewall pertahanan digital Vega, sebuah enkripsi yang hanya bisa dilakukan oleh ahli tingkat tertinggi.
Zeno masuk ke ruangan, tegang. “Ada apa, Vega? Sistem kita baru saja diserang.”
“Bukan serangan,” koreksi Vega, matanya terpaku pada layar. “Ini adalah pesan. Pesan yang sangat cerdas.”
Dia mengklik enkripsi tersebut. Pesan itu sangat sederhana, hampir kekanak-kanakan dalam keefisienannya. Hanya dua kata dan serangkaian koordinat yang sangat spesifik, terdaftar di bawah jaringan server pribadi Rommy Ivanov di Mediterania.
“Dia Disini.”
Dua kata itu memukul Vega seperti peluru kendali. Pria yang selama ini dingin, terkontrol, dan tak tersentuh, tiba-tiba merasakan darahnya mendidih, bukan karena amarah perang, tetapi karena gairah kepemilikan yang telah lama terkubur.
“Koordinat ini,” Zeno mendekat, menganalisis data itu dengan cepat. “Ini adalah vila mewah Rommy di pesisir. Bagaimana ini bisa masuk? Siapa yang mengirimnya?”
Vega mengabaikan pertanyaan itu. Ia menelusuri koordinat itu dengan satelit pribadinya, memperbesar gambar. Jantungnya berdebar kencang, sebuah sensasi yang asing dan mengerikan.
Di halaman belakang vila itu, terlihat dua sosok. Sosok yang lebih tinggi, berambut gelap, sedang berbicara dengan seorang anak laki-laki. Bahkan dari resolusi rendah, Vega dapat melihat lekuk tubuh yang familiar, cara berdiri yang teguh.
Dan kemudian, dia melihat anak itu.
Anak laki-laki itu tidak lebih dari tujuh tahun. Dia kecil, tetapi memiliki aura keangkuhan yang tidak wajar. Dan saat satelit menangkap wajahnya, Vega melihatnya: mata itu. Mata setajam elang, dengan bayangan es yang sama persis seperti yang ia lihat setiap pagi di cermin.
Putra Pewarisku.
Pengakuan itu adalah sebuah ledakan di dalam benaknya. Rommy tidak hanya mengambil Megan. Rommy telah membesarkan putranya, pewarisnya, di bawah hidungnya sendiri, menggunakannya sebagai umpan, sebagai alat.
Kemarahan Vega melampaui batas rasionalitas. Itu adalah kemarahan seorang raja yang istananya dinodai, seorang ayah yang anaknya dicuri. Ini bukan lagi tentang perang bisnis; ini adalah perang primal atas kepemilikan dan darah.
Vega membanting laptopnya hingga hancur. Seluruh ruangan terasa dingin oleh auranya yang mematikan. Zeno mundur selangkah, mengetahui bahwa ia sedang menyaksikan manifestasi penuh dari kekuasaan Xylos yang paling gelap.
“Zeno!” suara Vega serak, penuh gairah yang mengerikan. “Kau bilang Rommy ingin mempermalukanku? Kau bilang dia ingin membuatku melihat apa yang telah aku lewatkan?”
Vega tertawa, tawa yang kejam dan kering. “Dia telah melakukan kesalahan yang fatal. Dia tidak hanya mengambil wanitaku; dia mengambil darahku.”
Dia melangkah ke jendela anti-peluru, menatap langit malam. Rasa bersalah delapan tahun lalu menguap, digantikan oleh obsesi yang membara. Dia ingat bagaimana kulit Megan terasa panas dan lembut di bawah cengkeramannya, bagaimana aroma ketakutan bercampur dengan parfum mahal. Dia ingat bagaimana dia berjanji untuk kembali. Tapi dia tidak pernah bisa kembali saat itu. Karena Rommy.
Dan kini, janji itu akan ditepati, tetapi bukan dengan kelembutan. Itu akan ditepati dengan darah dan kekerasan.
“Aku ingin semua aset bergerak. Pindahkan pusat operasi kita. Tidak ada lagi yang namanya Timur Tengah,” perintah Vega, menyalakan sebatang cerutu Kuba. “Semua jaringan legal dan ilegal, pindahkan ke Mediterania. Ke negara terdekat dari sarang Rommy Ivanov.”
“Tapi, Tuan, itu akan memicu perang terbuka secara global. Kita akan melanggar setiap perjanjian batas wilayah!” protes Zeno.
Vega menghembuskan asap, matanya berkilat di kegelapan. “Aku tidak peduli dengan perjanjian atau batas wilayah. Kirim pesan ke semua sekutu kita: Perang telah dimulai. Dan kali ini, ini bukan hanya tentang kekuasaan.”
Dia menoleh ke Zeno, wajahnya yang tampan kini keras dan tanpa ampun. “Rommy Ivanov telah mencuri ratuku dan mengambil ahli warisku. Aku akan membakar dunia ini jadi abu, sampai aku berdiri di atas mayatnya, dengan Megan di sisiku bersama putraku di pelukanku!”
Vega mengeluarkan ponsel satelitnya. Dia tidak akan membuang waktu. Dia akan memulai serangan pendahuluan, bukan dengan bom, tetapi dengan cara yang paling menyakitkan bagi seorang pengusaha: pasar saham.
“Hubungi tim finansial kita,” perintahnya, senyum tipis terukir di bibirnya. “Kita akan menghancurkan Rommy dari dalam. Kita akan membuatnya kelaparan, sebelum aku mengambil apa yang menjadi milikku. Beri tahu Rommy Ivanov, bahwa aku datang untuk merebutnya kembali.”
...****************...
Di sisi lain bumi, di vila mewahnya, Rommy Ivanov tiba-tiba merasakan lonjakan drastis pada pasar saham, dan beberapa investasinya ambruk tanpa peringatan. Dia tidak tahu dari mana datangnya serangan digital itu, tetapi dia tahu pasti: King Xylos telah bangkit dari tidurnya.
Megan terbangun dari mimpi buruk, tubuhnya berkeringat. Dia merasakan aura ketegangan di udara, bahkan di kedalaman vila Rommy. Dia merasa seolah-olah mata tajam sedang mengawasinya dari kejauhan, mata yang dingin dan mematikan, tetapi juga sangat familiar.
Dia melihat ponsel barunya di meja samping. Ponsel yang diberikan Rommy, yang selalu ia curigai disadap. Tiba-tiba, ponsel itu bergetar. Sebuah notifikasi pesan masuk, terenkripsi total. Dia tidak bisa membukanya.
Namun, di bagian bawah notifikasi, ada sebuah nama yang tidak mungkin. Nama yang sudah delapan tahun ia coba lupakan.
Pengirim: V.X.
Jantung Megan terasa diremas. Itu tidak mungkin. Vega Xylos? Bagaimana? Dia mencoba menenangkan dirinya, berpikir itu hanya lelucon kejam dari Rommy.
Dia melihat ke luar jendela. Lautan gelap. Tiba-tiba, langit malam di atas perairan Mediterania diterangi oleh siluet sebuah jet pribadi yang sangat besar, melaju kencang ke arah Eropa.
Megan tidak tahu mengapa, tetapi ia merasakan firasat yang mengerikan. Pria yang selama ini menjadi momoknya, pria yang ia kira telah ia tinggalkan di masa lalu, kini datang, siap untuk mengambil kembali apa yang ia klaim, memicu perang yang tak terhindarkan. Dan putranya berada tepat di tengah-tengah medan perang itu.
"Vega... aku tahu, aku salah, tapi ini demi Axel. Jika Axel bersamaku, dia pasti akan tetap diburu dan paling tidak aku inginkan, dia pasti akan dibunuh... Tidak! Aku tidak ingin itu terjadi. Maafkan aku Vega!" gundah Megan di kedalaman hatinya.