NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / CEO / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong
Popularitas:12k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesepakatan

Lucy menatapnya lama—antara bingung dan waspada.

Dan tepat saat pria itu mulai membuka mata, keduanya saling bertatapan.

Suara Lucy pecah, nyaris seperti bisikan,

“Lo siapa?”

Pria itu mengerjap pelan, lalu bersandar di kursi sambil mengangkat kedua tangannya sedikit.

Nada suaranya tenang, bahkan nyaris santai.

“Tenang, gue bukan orang jahat.”

Lucy masih memicing curiga.

Pria itu tersenyum kecil, lalu menatapnya langsung.

“Gue… orang yang di kantor polisi kemarin.”

Lucy masih memandangi Dewa, belum sepenuhnya percaya dengan apa yang baru ia dengar, ketika tiba-tiba—

BRAK!

Pintu kamar rumah sakit terbuka tergesa.

“Lucy!” suara familiar itu langsung memenuhi ruangan.

Detri berlari menghampiri tanpa pikir panjang dan langsung memeluk sahabatnya erat.

“Astaga Lucy, maafin gue… harusnya gue gak ninggalin lo kemarin!” suaranya bergetar, setengah panik, setengah lega.

Lucy yang masih setengah kaget refleks membalas pelukan itu pelan.

“Gue gpp kok, Det. Tenang aja…”

Detri menarik napas dalam, lalu menatapnya dari ujung kepala sampai kaki.

“Gue dikasih tau satpam kalo lo dibawa ke rumah sakit."

Di sisi lain, Dewa yang masih duduk di kursi hanya memperhatikan keduanya dalam diam.

Matanya bertemu sekilas dengan Detri yang baru menyadari keberadaannya.

Ekspresi kaget jelas terpampang di wajah Detri.

“Eh… lo siapa?” tanya Detri dengan nada curiga.

Sebelum Dewa sempat menjawab, Lucy buru-buru menyela,

“Dia itu yang waktu di kantor polisi, Det. Yang sempet kita bantuin.”

“Oh…” Detri mengangguk singkat, tapi pandangannya belum sepenuhnya tenang.

Dewa berdiri, merapikan jaketnya. “Sekali gue bilang, gue bukan orang jahat,” katanya santai, menatap keduanya bergantian.

“Yaudah, karena lo udah ada yang jagain, gue pamit dulu.”

Ia baru melangkah dua langkah menuju pintu ketika suara Detri menahannya.

“Eh, tunggu dulu!”

Dewa menoleh, satu alisnya terangkat.

Detri menatapnya dari atas sampai bawah, memperhatikan postur tegapnya, otot lengan yang sedikit terlihat dari balik jaket, lalu berfikir cepat.

“Karena kita udah bantuin lo kemarin…” ucapnya pelan, senyum licik mulai muncul di bibirnya,

“Sekarang gantian lo bantuin kita.”

Dewa menyipitkan mata, jelas heran. “Hah? Maksudnya?”

Detri dan Lucy saling pandang sebentar.

Detri menarik kursi, duduk santai tapi matanya penuh rencana.

“Lo bakal tau kok. Tapi sebelumnya…” —ia mencondongkan badan sedikit— “lo bisa jaga rahasia, kan?”

Dewa menatapnya lama, ekspresi datar tapi rasa penasaran mulai muncul.

Suasana ruang rawat mendadak hening. Hanya suara detak mesin infus dan langkah perawat di luar yang terdengar samar.

Detri menatap Dewa lekat-lekat sebelum akhirnya bicara pelan,

“Gue ceritain aja dari awal ya… Lucy udah lama jadi korban kekerasan sama cowoknya. Tapi baru kali ini parah banget. Kita udah rencanain buat ngelaporin dia ke polisi.”

Lucy menunduk, menggenggam ujung selimut erat. Nafasnya berat, suaranya kecil nyaris tak terdengar.

“Gue cuma… nggak nyangka dia bisa sebrutal itu.”

Dewa diam, pandangannya tak lepas dari Lucy. Di kepalanya, potongan memori saat ia pertama kali melihat Lucy di kantor polisi muncul lagi — perempuan dengan sorot mata kuat, yang sama sekali nggak kelihatan rapuh seperti sekarang.

Rasanya aneh, sulit dipercaya kalau orang yang dulu ia lihat di Reddog itu bisa tega nyakitin perempuan seperti Lucy. Tapi Dewa nggak menunjukkan keterkejutannya. Ia hanya mengangguk pelan, menyembunyikan ekspresi.

Detri melanjutkan dengan nada lebih serius,

“Gue cuma mau mastiin Lucy aman. Dan mungkin… gue perlu bantuan lo. Siapa tau nanti polisi butuh saksi tambahan. Lo kan yang nemuin Lucy pas dia pingsan.”

Dewa bersandar di kursi, menatap Detri datar.

“Langsung aja deh,” katanya tenang tapi tajam. “Kalian butuh gue jadi tameng, gitu?”

Detri masih menatap Dewa, berusaha membaca ekspresinya yang sulit ditebak.

“Jadi lo mau bantu atau enggak?” tanyanya akhirnya, nada suaranya terdengar was-was tapi juga penuh harap.

Dewa terdiam beberapa detik. Ia memalingkan pandangan ke arah jendela, menarik napas panjang, lalu berdiri.

“Gue bantu, tapi dengan cara gue sendiri.”

Ia berbalik menuju pintu, tapi sempat berhenti sejenak.

Tanpa menoleh, ia menambahkan,

“Kalau cowok itu nyari lo lagi, kasih tau gue!Save nomor gue. Gue lebih cepet dari polisi.”

Pintu tertutup pelan di belakangnya, meninggalkan Lucy dan Detri saling pandang—antara lega dan bingung.

Lucy masih menatap pintu itu lama, jantungnya berdebar tanpa alasan jelas.

...****************...

Sepeninggal dari rumah sakit. Dewa langsung menuju outlet Reddog miliknya. Jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Outlet belum buka, hanya ada Asep, teman sekaligus tangan kanannya yang sedang bersih-bersih area depan.

‎Dewa masuk tanpa banyak bicara, menaruh jaket di gantungan lalu melangkah ke ruang istirahat karyawan. Ia menenggak air mineral dari dispenser dan meregangkan bahunya yang terasa pegal. Kurangnya tidur membuat kepalanya agak berat, tapi ia tetap berusaha terlihat santai.

‎Tak lama kemudian, Asep menghampiri sambil membawa kain lap di tangan.

‎“Baru pulang, Bang? Gimana si teteh itu? Gak apa-apa kan?” tanyanya dengan nada penasaran.

‎Dewa melirik singkat, lalu menjawab santai, “Gak apa-apa, cuma kecapean aja.”

‎Asep menyeringai, duduk di kursi seberang.

‎“Wah, kecengan baru ya, Bang?"

‎Dewa menghela napas, bibirnya sedikit terangkat.

‎“Statusnya masih pacar orang, Sep. Nanti aja kalo udah single baru gue gas.”

‎Asep terkekeh keras. “Lah, kirain single. Tapi gitu-gitu juga lo peduli bang sampe belain nginep di rumah sakit. Udah sikat aja bang"

‎Dewa memutar bola matanya. “Peduli sih iya, tapi gak sampe ngerebut pacar orang juga. Gue masih punya moral, Sep.”

‎Asep yang tadinya masih bercanda tiba-tiba terdiam sejenak, ragu untuk melanjutkan kalimat berikutnya.

‎“Bang…” suaranya pelan, hati-hati. “Kata Bapak… orang rumah nyariin lo. Suruh lo hubungin mereka. Katanya udah dua tahun lo gak ada kabar.”

‎Dewa terdiam, pandangannya kosong menatap langit-langit ruangan.

‎“Bilang sama Pak Dayat,” ucapnya akhirnya dengan suara serak. “Suruh mereka gak usah repot hubungin gue lagi.”

‎Asep tertegun. “Bang, tapi kan mereka—”

‎“Bukannya mereka gak pernah perduliin gue?” potong Dewa dingin, tanpa menoleh.

‎Ia lalu berdiri, meregangkan tubuhnya, berusaha menutupi emosi yang mulai naik ke permukaan.

‎“Udah, Sep. Jangan bahas itu lagi. Gue udah gak ada urusan sama mereka.”

"Dah ah gue mau ngampus dulu, jaga outlet dulu ya sep."

‎Ruang itu kembali hening.

‎Asep menatap punggung Dewa yang membungkuk sedikit, seperti sedang menahan sesuatu di dadanya — marah, kecewa, dan mungkin… rindu yang sudah terlalu lama dikubur.

Beberapa hari berlalu sejak kejadian itu.

Luka di wajah Lucy mulai mengering, tapi jejak lebam masih tampak samar di bawah mata dan rahangnya. Meski begitu, langkahnya sudah lebih tegap saat ia dan Detri duduk di ruang tamu apartemen, meja di depan mereka penuh dengan berkas: salinan CCTV, foto luka, dan laporan sementara dari rumah sakit.

Detri membuka map cokelat, menatap tumpukan dokumen itu dengan helaan napas panjang.

“Visum udah selesai, tinggal hasil resminya keluar besok. Begitu beres, kita langsung ke Polsek,” katanya.

Lucy mengangguk, menatap foto-foto dirinya yang diambil waktu itu.

“Aneh ya, ngeliat diri sendiri kayak gini,” ucapnya pelan. “Tapi mungkin emang harus gini dulu supaya semuanya jelas.”

“Lo udah kuat banget, Luc,” jawab Detri lembut tapi yakin."

Lucy tersenyum tipis, menghela napas. “Makasih, Det.”

Ia menutup map itu pelan, seolah mengakhiri satu bab penting.

...----------------...

Apakah kali ini rencana Lucy dan Detri akan berhasil? Kita do'akan semoga berhasil yaa, kasian Lucy 😭

Lalu, ada apa dengan masa lalu Dewa? Kok dia enggan membahasnya sih?

Pantengin terus yaa kisah Lucy-Dewa 🥰

Hai Hai bagaimana kabar kalian? Semoga sehat selalu ya 💕

Terimakasih untuk yang sudah mampir, jangan lupa sertakan vote like dan komentar nya yaa 😘✨

1
nuraeinieni
berarti tiap hari dong nih peneror ganti no;hanya ingin meneror dewa,habis di pake langsung di buang,jd nggak bisa di lacak siapa peneror nya.
Iqueena
orang gak ngapa2in juga 😭. Tapi gppa lah, lebih baik bgtu🤣
Iqueena
kirain lu yang lepas 🤣
Jemiiima__: kali ini dewa msh suci /Facepalm/
total 1 replies
Iqueena
coba lanjut tidur udah mimpi indah itu 😭
Iqueena
Gayamu lucyyyy🤣
Iqueena
huhhhhh, syukur dewa datang tepat waktu
Nuri_cha
Dewa blm bilang sapa2 ya kalo dia dah nikah?
Nuri_cha
mulai berasa cemburu ya Luc?
Nuri_cha
ternyata dewa punya mata batin. bisa liat dgn mata tertutup. wkwkwkwk
Nuri_cha
Aaah, knp bilangnya pas Lucy pingsan. dia gak denger atuh Wa. nnt ulang ya kalo dah bangun
Xlyzy
Ahhh mati aja Lo di penjara situ
Xlyzy
ugh mantep
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝
semngat lucy ☺ semoga keadilan menyertaimu ya🫂
@pry😛
cp sih.... bs jlskn np bgt
Drezzlle
Dewa mana mau nomor bininya di kasih temennya /Facepalm//Facepalm/
Drezzlle
cemburu nggak sih mbak Lucy 🤣
Shin Himawari
seleksi berkasss dulu ya siss kandidat calon pacar🤣
Shin Himawari
untung aja ketauan sebelum nikah kalo ni laki selingkuh ishh sok ganteng luuu
Shin Himawari
mama dea ya 🥲 masih ajaa ngeles
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
sekuat-kuatnya yg kelihatan diluar setiap orang punya sisi rapuhnya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!