Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 Keputusan Queen
“Kalau perut kamu memang masih sakit, seharusnya tadi jangan datang ke sini.”
Ucapan Safir tersebut berhasil membuat Queen mengalihkan pandangan dari ponselnya. Antara sedih dan juga marah. Bagaimana mungkin jika Queen tidak berpikir kalau Safir juga memiliki perasaan dengannya. Kalau air muka Safir saja terlihat khawatir. Sekalipun suaranya terdengar cuek dan dingin. Perempuan manapun yang ada di posisi Queen pasti akan berpendapat seperti Queen.
“Kalau aku datang, artinya aku baik-baik saja. Bukankah katamu kita harus professional dalam bekerja?”
“Kamu nonton film lagi?” bukannya menanggapi ucapan Queen, Safir justru memperhatikan mata Queen yang nampak berbeda.
Bahkan di saat keluarga Queen tidak menyadari perubahan mata Queen yang sembab karena tertutup make up, berbeda dengan Safir yang perhatian dengan hal kecil seperti itu.
Queen hanya bisa menghela nafasnya pelan. Kenapa sekarang dirinya ingin sekali memukul Safir. Andai saja di dekatnya sudah ada palu. Queen akan memukul kepala Safir sekuat-kutanya agar tidak bersikap demikian. Membuatnya terus berprasangka lain.
“Selamat pagi. Maaf saya baru datang dan sudah membuat menunggu lama.”
Queen bernafas dengan sangat lega. Padahal baru saja ia akan membuka mulutnya untuk menanggapi ucapan Safir.
“Tidak juga Pak. Kami juga baru saja datang, silahkan.”
Setelah saling bersalaman, Safir segera memesan minuman dan beberapa menu yang bisa mereka cemil saat membahas urusan pekerjaan.
Pak Anwar adalah pengusaha penjual daging sekaligus penjual berbagai macam adonan bakso. Lelaki tersebut mendapatkan informasi perihal Safir setelah salah satu temannya merekomendasikan nomor Queen untuk melakukan kerja sama.
Usaha Pak Anwar cukup lancar. Membuatnya membutuhkan supali daging sapi dengan jumlah cukup besar dan yang pasti terjamin kualitas dagingnya. Karena Pak Anwar pernah sekali tertipu dengan penyuplai sebelumnya.
Panjang lebar Safir membicarakan pekerjaan dengan lelaki yang kisaran usianya setara dengan Arjuno. Hingga sampailah kesepakatan kerja sama telah di sepakati.
“Selain ini, apa Safir memiliki usaha lainnya?” tanya Pak Anwar penasaran.
“Ada, Pak. Kami memiliki usaha kambing dan juga telur bebek.”
Pak Anwar mengangguk pelan. “Benarkah? tanyanya tidak menyangka. "Saya akan rekomendasikan teman saya yang menjual telur agar membeli telur bebek di tepat kalian berdua.”
“Terima kasih, Pak,” ucap Safir dan Queen bersamaan. Beginilah untungnya banyak bekerja sama dengan banyak relasi. Karena jika mereka memberikan pelayanan yang baik, maka rekan kerja mereka sendirilah yang akan membantu memasarkan usaha Safir yang kini semakin maju pesat.
“Inikan sudah melancarkan usaha ternak sapi. Apa tidak menambah usaha dengan susu perah sapi?” tanya Pak Anwar penasaran.
“Queen sudah merekomendasikan tentang hal itu, Pak. Untuk saat ini, kami sedang memikirkan lokasi yang tepat. Karena kami juga inginnya antara ternak satu dengan yang lainnya lokasinya berdekatan.”
“Saya sangat kagum dengan kalian berdua. Masih muda sudah mau menjalankan usaha bersama-sama. Jika menikah nanti, jangan lupa untuk mengundang saya.”
Deg!
Bukan hanya Queen yang terkejut dengan ucapan orang yang baru saja mereka kenal. Tapi Safir juga terkejut. Lelaki muda tersebut menjadi bingung karena kini bertambahlah orang yang mengira kalau mereka adalah
pasangan.
“Satu bulan lagi saya memang akan menikah. Saya pastikan kalau saya akan mengirimkan undangan pernikahan saya, Pak,” ucap Safir memastikan. Berharap setelah ini Pak Anwar tahu kalau dirinya akan menikah, tapi bukan dengan Queen.
“Loh, menikahnya bukan dengan Queen?” tanya Pak Anwar yang semakin penasaran. Lelaki paruh baya tersebut sadar kalau ini bukan ranahnya untuk bertanya. Tapi karena sudah terlanjur, membuat Pak Anwar semakin pensaran.
“Bukan. Queen ini justru calon adik ipar saya.”
Queen hanya tersenyum samar saat Pak Anwar menatapnya. Cukup semalam dirinya merasa sakit hati karena harus melihat Safir melamar Divya. Kalau bukan karena professional kerja, maka Queen sudah pasti akan beranjak untuk meluruhkan air matanya yang sudah siap akan jatuh. Rasa sakit hatinya tidak cukup terjadi di rumah saja. Tapi juga di saat dirinya sedang bekerja.
“Owh, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Saya pikir kalian ini adalah pasangan yang sedang usaha bersama sejak muda untuk masa depan
hidup kalian kedepannya. Saya sungguh minta maaf,” ucap Pak Anwar tulus, dan
jadi membuatnya merasa tidak enak hati.
“Tidak apa-apa, Pak.”
Setelah obrolan lainnya pun selesai mereka bicarkan. Pak Anwar segera berpamitan lebih dulu. Sedangkan kini, Queen dan Safir segera beranjak untuk menuju lokasi tujuan mereka selanjutnya.
“Mau kemana?” tanya Safir saat melihat Queen melewati mobilnya begitu saja.
“Mobil.”
“Jadi sejak tadi Pak Sopir menunggu kamu?” Safir sampai tidak menyangka dengan Queen. Padahal biasanya jika Queen berangkat di antarkan sopir, maka kegiatan selanjutnya hingga Queen pulang akan bersama Safir.
“Iya,” jawab Queen singkat. Ia langsung balik badan untuk menuju mobilnya yang berjarak beberapa mobil dari posisi parkir mobil Safir.
‘Dia ini kenapa sih? Tidak biasanya bersikap seperi ini?’ protes hati Safir yang kini jadi merasa janggal. Tapi Safir tidak ingin memikirkan hal itu lebih jauh. Mungkin saja suasana hati Queen memang sedang kurang baik.
Kini Safir sudah melajukan mobilnya lagi. Ia melaju pelan mengikuti mobil yang di tumpangi Queen. “Kenapa dia tidak meminta sopir untuk lebih cepat melajukan mobilnya sih?” gerutu Safir yang menjadi tidak sabaran lagi. Kalau bukan karena dirinya takut terjadi sesuatu hal dengan Queen, sudah pasti Safir
akan melajukan mobilnya lebih cepat sejak tadi. Perasaan hati yang sama sekali tidak Safir sadari.
Sudah sejak beberapa bulan yang lalu Safir sudah membangun sebuah gudang, sekaligus ruang kantor untuk ia bekerja. Tidak butuh kantor dengan ukuran besar karena yang utama adalah gudang penyimpanan yang cukup di lalui mobil transportrasi yang di gunakan untuk menyuplai hasil ternaknya. Gudang yang nantinya akan di gunakan untuk menyimpan telur bebek untuk sementara sebelum telur tersebut di distribusikan kepada beberapa klien yang sudah bekerja sama dengan Safir.
“Akhirnya kantor kita akan segera selesai, Queen,” ucapanya dengan senyuman yang begitu bangga.
Queen tidak menanggapi ucapan Safir. Ia hanya terus mengikuti langkah kaki Safir saat mereka berdua menuju ke lantai 3. Beberapa tukang dan beberapa pekerja lainnya sedang sibuk melakukan tugas mereka.
“Ini ruangan kerja kamu nanti. Dan itu ruangan kerjaku,” ucap Safir sambil melihat sebuah ruangan yang belum di pasang pintunya.
“Fir.”
“Ya.”
“Aku sudah memutuskan, kalau hari ini aku terakhir bekerja sama kamu. Aku merasa kalau aku sudah cukup membantu kamu sejauh ini. Aku akan menyelesaikan laporan keuangan secepatnya dan semua berkas pekerjaan akan segera aku berikan ke kamu.”
Deg!
demo rumah emak guys