Sinopsis:
Putri dan Yogantara, pasangan muda yang sukses dan bahagia. Mereka bekerja keras untuk memajukan bisnis mereka, Putri dengan supermarket pribadinya dan Yogantara sebagai fotografer profesional. Namun, di balik kesuksesan mereka, terdapat kekuatan yang dapat menghancurkan kebahagiaan mereka.
Brian, karyawan Putri yang terlihat baik dan setia, ternyata menyembunyikan niat jahat. Ia bermain api dengan Putri secara diam-diam, memanfaatkan kepercayaan Putri. Sementara itu, Putri mulai merasa tidak puas dengan Yogantara dan mencoba menuduhnya dengan membabi buta.
Keretakan dalam rumah tangga mereka mulai terjadi. Yogantara yang merasa tidak bersalah, menjadi bingung dan sakit hati. Ia berusaha untuk memahami apa yang terjadi, namun Putri semakin menjauhkan diri.
Apakah cinta mereka dapat bertahan dari ujian ini? Ataukah keretakan dalam rumah tangga mereka akan menjadi awal dari akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thukul/maryoto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung
Muryadi berdiri di depan rumahnya, mempersiapkan diri untuk berangkat ke rumah Prayogo. Ia memanggil Rivan, seorang DC ulung yang jago berdebat dan berbicara.
Rivan datang dengan percaya diri, meskipun hanya sekelas DC jalanan. Ia memiliki pengalaman dalam berdebat dan berbicara di jalanan, dan ia yakin bahwa ia bisa beradu argumen dengan Prayogo dan anak buahnya.
"Muryadi, apa yang ingin kamu capai dengan pergi ke rumah Prayogo?" Rivan bertanya, sambil memperbaiki posisi jaketnya.
Muryadi mengambil napas dalam-dalam. "Saya ingin memastikan bahwa Prayogo tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diinginkan kepada Yogantara. Saya juga ingin meminta maaf atas kecelakaan yang terjadi."
Rivan mengangguk. "Baik, saya siap membantu kamu. Tapi, kita harus siap untuk berdebat dan berbicara dengan Prayogo dan anak buahnya."
Muryadi mengangguk, merasa lega bahwa ia memiliki Rivan sebagai juru bicaranya. Ia yakin bahwa Rivan bisa membantunya dalam menghadapi Prayogo dan anak buahnya.
Dengan percaya diri, Muryadi dan Rivan berangkat ke rumah Prayogo, siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.
Setelah mengetuk pintu rumah Prayogo, Muryadi dan Rivan menunggu dengan sabar. Tapi, lama sekali tidak ada jawaban. Rivan mulai merasa kesal dan mengumpat pelan.
"Apa sih yang bikin lama banget? Kayaknya mereka tidak mau membuka pintu deh," Rivan berkata dengan nada yang tidak sabar.
Muryadi segera menenangkan Rivan. "Sabar, Rivan. Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Lagipula, kita tidak bisa sembarangan di sini. Prayogo bukan orang sembarangan."
Rivan mengangguk, memahami bahwa Muryadi benar. Ia tidak tahu seluk beluk orang sini, dan tidak ingin membuat kesalahan yang bisa berakibat fatal.
Muryadi kembali mengetuk pintu, kali ini dengan lebih sabar. Setelah beberapa saat, pintu akhirnya dibuka oleh seorang pria yang terlihat sebagai pengawal Prayogo.
"Siapa?" pengawal itu bertanya dengan nada yang keras.
Muryadi maju ke depan. "Saya Muryadi, ayahanda Yogantara. Saya ingin bertemu dengan Pak Prayogo."
Pengawal itu menatap Muryadi dengan curiga, tapi kemudian mengangguk. "Baik, saya akan memberitahu Pak Prayogo. Silakan masuk
Setelah memasuki rumah Prayogo, Muryadi dan Rivan di persilahkan duduk di lantai yang beralaskan karpet mewah. Rivan langsung mengamati sekitar, mencari tahu apakah ada bahaya yang mengancam. Ia takut bahwa Prayogo mungkin memiliki rencana jahat untuk mereka.
Tapi, Muryadi tidak terlihat khawatir. Ia duduk dengan tenang dan percaya diri, seperti tidak ada apa-apa yang bisa mengganggunya. Rivan tahu bahwa Muryadi adalah mantan pelatih bela diri, dan mungkin itu yang membuatnya begitu tenang.
Rivan sendiri tidak bisa tenang. Ia terus mengamati sekitar, mencari tahu apakah ada tanda-tanda bahaya. Ia tidak ingin terjebak dalam situasi yang tidak diinginkan.
Setelah beberapa saat, Prayogo muncul dari ruangan dalam. Ia terlihat tenang dan santai, tapi Rivan bisa melihat ada sesuatu di balik matanya yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Selamat datang,Pak Muryadi," Prayogo berkata dengan nada yang ramah. "Senang sekali bapak mau berkunjung kesini, mari mari silahkan duduk"
Muryadi berdiri dan membungkuk sedikit sebagai tanda hormat. "Terima kasih, Pak Prayogo. Saya datang kesini,selaku orang tua dari yogantara membicarakan tentang kecelakaan yang terjadi pada Yogantara dan Putri." kata Muryadi.
"Oh, itu.... Itu gak jadi masalah kok pak muryadi, lagian anak saya sudah bisa di bawa pulang tadi sore. Bapak tidak usah kawatir hehehehe" kelekar Prayogo .
"iya pak, tetapi alangkah pantasnya jika saya ikut bertanggung jawab, terhadap pemulihan dan pengobatannya" kata prayogo menyela.
Muryadi Berdiri Sambil Membawa Sebuah amplop untuk di berikan ke Prayogo, Prayogo pun berdiri tegak.
"Ini ada uang Sedikit untuk biaya pemulihan putri pak" Kata Muryadi.
Ah, tidak..tidak usah.. Saya gak bisa menerima ini pak " jawab muryadi tegas.
setelah lama saling menolak akhirnya capek juga mereka berdua.
Muryadi dan Prayogo duduk kembali, dan suasana menjadi lebih santai. Prayogo menawarkan Muryadi secangkir kopi, dan Muryadi menerimanya dengan berterima kasih.
"Jangan khawatir tentang biaya pengobatan Putri," Prayogo berkata dengan nada yang ramah. "Saya akan menanggung semua biaya. Yang penting adalah Putri sembuh dengan cepat."
Muryadi berterima kasih kepada Prayogo, dan suasana menjadi lebih hangat. Tapi, Prayogo tidak bisa melepaskan perhatiannya dari Rivan, yang masih terlihat waspada dan siaga.
Ada sesuatu yang janggal menurut Prayogo. Ia tidak bisa menentukan apa itu, tapi ia merasa bahwa Rivan tidak seperti orang biasa. Prayogo memperhatikan gerak-gerik Rivan, dan ia menyadari bahwa Rivan terlihat seperti orang yang terlatih untuk bertarung.
Prayogo menjadi lebih waspada, dan ia memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut tentang Rivan. Ia tidak ingin ada bahaya yang mengancam keluarganya, dan ia akan melakukan apa saja untuk melindungi mereka.
Prayogo memutuskan untuk memasang taktik untuk mengetahui apa misi Rivan. Ia tidak ingin langsung menyerang atau menuduh Rivan, karena itu bisa membuat situasi menjadi lebih buruk.
Prayogo memanggil salah satu anak buahnya, seorang pria yang terlihat ramah dan tidak mencolok. "Panggilkan saya seorang pelayan, dan minta mereka membawa minuman dan makanan ringan," Prayogo berkata dengan nada yang santai.
Anak buah Prayogo segera memanggil pelayan, dan beberapa saat kemudian, pelayan tersebut membawa minuman dan makanan ringan. Prayogo meminta Rivan untuk bergabung dengan mereka dalam menikmati minuman dan makanan tersebut.
"Sini om,. Gabung sini,. Santai aja! " sapa Prayogo ramah.
" Iya pak, saya di sini saja, gak enak saya dengan Bapak bapak." Jawab Rivan sambil memandang waspada
Sementara itu, Prayogo meminta anak buahnya untuk memantau Rivan dan melihat apakah ada tanda-tanda yang mencurigakan. Prayogo juga meminta anak buahnya untuk menyelidiki latar belakang Rivan dan mengetahui apa yang sebenarnya dibawa oleh Rivan ke rumah Prayogo.
Dengan demikian, Prayogo berharap dapat mengetahui apa misi Rivan dan apakah ada bahaya yang mengancam keluarganya.
Setelah Dapat informasi dari chat SMS, Prayogo masuk ke ruang tengah nyamperin anak buahnya.
"Maaf pak Muryadi, Saya masuk dulu Sebentar."
Muryadi pun cuma menganggukan kepala sambil dalam batin." Penuh dengan liku liku,penuh taktik, "
Setelah prayogo sampai di ruang tengah
Anak buah Prayogo kembali ke ruangan dengan wajah yang lega.
"Pak, saya sudah mengetahui latar belakang Rivan," katanya.
Prayogo menatap anak buahnya dengan penasaran. "Apa yang kamu temukan?"
Anak buah Prayogo melanjutkan,
"Anak itu namanya Rivan,Rivan adalah seorang makelar dan juga memiliki jasa penagih hutang, atau yang lebih dikenal sebagai DC. Ia tidak memiliki latar belakang yang berbahaya, Pak."
Prayogo mengangguk, merasa lega. Ia tidak perlu khawatir tentang Rivan lagi. "Baik, saya paham. Mungkin mereka hanya waspada karena berada di rumah saya, seperti seekor kucing yang berada di kandang singa."
Anak buah Prayogo tersenyum. "Benar, Pak. Mungkin itu yang membuat Rivan terlihat waspada."
Prayogo berdiri, merasa bahwa ia tidak perlu khawatir tentang Rivan lagi. "Baik, saya akan melanjutkan pembicaraan dengan Muryadi dan Rivan. Terima kasih atas informasinya."
Dengan demikian, Prayogo merasa lega dan tidak perlu khawatir tentang Rivan lagi. Ia bisa melanjutkan pembicaraan dengan Muryadi dan Rivan dengan lebih santai
Setelah semua beres, Muryadi punya inisiatif yang tidak terduga. "Pak Prayogo, saya ingin mengusulkan sesuatu," katanya dengan nada yang serius.
Prayogo menatap Muryadi dengan penasaran. "Apa itu?"
Muryadi melanjutkan, "Bagaimana kalau Yogantara dan Putri Anjarwati dijadikan sepasang? Mereka sudah remaja dan tidak sekolah lagi. Saya merasa malu jika mereka berdua sudah lengket tapi tidak ada kejelasan."
Prayogo terkejut dengan usulan Muryadi. Ia tidak menyangka bahwa Muryadi akan mengusulkan hal seperti itu.
"Tapi, Pak Muryadi," Prayogo berkata dengan nada yang hati-hati, "Putri masih memiliki kakak laki-laki yang belum menikah. Di tradisi kami, sangat pamali jika anak gadis menikah sebelum kakak lelakinya."
Muryadi mengerti kekhawatiran Prayogo. Ia tahu bahwa tradisi dan adat istiadat sangat penting bagi Prayogo dan keluarganya.
"Tapi, Pak Prayogo," Muryadi berkata dengan nada yang sopan, "Yogantara dan Putri sudah saling mencintai. Mereka berdua juga sudah dewasa dan siap untuk membangun rumah tangga. Apakah tidak ada cara untuk memecahkan tradisi tersebut?"
"coba saya tanya dulu ke Anak saya! Nanti kalau mensiasati pamali itu mah mudah.!" Jawab Prayogo lalu Prayogo memanggil Putri untuk menghadap. Putri datang dengan wajah yang sedikit khawatir, tidak tahu apa yang akan terjadi.
"Putri, Ayah ingin berbicara denganmu tentang sesuatu," Prayogo berkata dengan nada yang lembut.
Putri mengangguk, menunggu instruksi ayahnya.
"Ayah ingin tahu, apa yang kamu rasakan tentang Yogantara? Apakah kamu mencintainya?" Prayogo bertanya dengan nada yang penasaran.
Putri terkejut dengan pertanyaan ayahnya, tapi ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya. "Ayah, saya mencintai Yogantara. Saya ingin bersama dengannya."
Prayogo mengangguk, memahami perasaan putrinya. Ia tahu bahwa Putri sudah dewasa dan siap untuk membangun rumah tangga.
"Baik, Putri. Ayah akan mencoba untuk mencari alternatif untuk mengatasi pamali ini. Tapi, kamu harus berjanji untuk selalu menghormati tradisi dan adat istiadat keluarga kita," Prayogo berkata dengan nada yang serius.
Putri mengangguk, berjanji untuk selalu menghormati tradisi dan adat istiadat keluarganya.
Mendengar kabar begitu wajah Muryadi jadi semringah, tak berkata tetapi tersirat di dalam aura wajah Muryadi.
"begini pak muryadi, tunggu sebentar aku akan panggil tetua adat di sini dulu,sudilah anda menunggu.? " tawar prayogo.
muryadi pun hanya menganggukan kepala. Lalu prayogo mengutus anak buahnya memanggil tetua adat.
Prayogo memutuskan untuk mencari alternatif untuk mengatasi pamali tersebut. Ia tidak ingin putrinya, Putri, menikah sebelum kakak lelakinya, tapi ia juga tidak ingin mengecewakan Muryadi dan Yogantara.
Prayogo memanggil seorang ahli adat dan tradisi keluarganya, seorang pria tua yang bijak dan berpengalaman. Ia meminta bantuan ahli adat tersebut untuk mencari alternatif yang tepat.
Ahli adat tersebut mendengarkan penjelasan Prayogo tentang situasi yang dihadapi. Ia kemudian memikirkan beberapa saat sebelum memberikan jawabannya.
"Ada satu cara untuk mengatasi pamali tersebut," ahli adat tersebut berkata. "Kakak lelaki Putri harus melakukan sebuah upacara adat yang disebut 'Pemberkatan Kakak'."
Prayogo penasaran. "Apa itu Pemberkatan Kakak?"
Ahli adat tersebut menjelaskan, "Pemberkatan Kakak adalah sebuah upacara adat yang dilakukan oleh kakak lelaki untuk memberkati adik perempuannya sebelum menikah. Dengan demikian, pamali tersebut dapat diatasi."
Prayogo merasa lega. Ia telah menemukan alternatif yang tepat untuk mengatasi pamali tersebut.tetapi makna yang tersirat dalam ucapan tetua adat itu prayogo tidak faham,karna itu hanya sebuah sanepan. Ia segera memutuskan untuk melaksanakan upacara adat tersebut.tetapi Di tolak oleh Muryadi mentah mentah
Muryadi menolak mentah-mentah ritual pemberkatan itu. "Saya tidak setuju dengan ritual ini," katanya dengan nada yang tegas. "Ini bukan tradisi Jawa, dan tidak ada dalam syariat Islam."
Prayogo terkejut dengan penolakan Muryadi. Ia tidak menyangka bahwa Muryadi akan menolak ritual yang telah disarankan oleh ahli adat tersebut.
"Apa yang tidak beres dengan ritual ini?" Prayogo bertanya dengan nada yang penasaran.
Muryadi menjelaskan, "Saya tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak jelas maknanya. Apakah Anda tahu apa itu pemberkatan kakak?"
Prayogo menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu. Saya hanya ingin mengatasi pamali ini."
Muryadi tersenyum. "saya telah kenyang akan tradisi leluhur Jawa.tapi ini apa,?.Ajaran apa? pemberkatan kakak.? Dari mana cerita dan asal usulnya, saya tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak jelas maknanya."
Mbah bong tetua adat yang sedari tadi di situ pun mulai bereaksi mendengar ocehan muryadi.
tetua adat yang bernama mbah Bong, sangat tersinggung dengan penolakan Muryadi. Ia merasa bahwa Muryadi telah menghina pengetahuannya tentang tradisi Jawa.
"Kamu pikir kamu lebih pintar dari saya, Muryadi?"
" tentu mbah, karna aku tau itu jawaban ngawur mbah,"jawab Muryadi
mbah Bong bertanya dengan nada yang keras. "lancang kamu.! Kalau begitu Saya menantang kamu untuk adu kepintaran! Saya ingin tahu sampai mana kemampuan kamu!"
Muryadi tersenyum dan mengangguk. "Baik, mbah Bong. Saya siap untuk adu kepintaran dengan Anda."
Prayogo memandang kedua orang tersebut dengan rasa penasaran. Ia ingin tahu siapa yang akan keluar sebagai pemenang dalam adu kepintaran tersebut.
Mbah Bong memulai adu kepintaran dengan mengajukan pertanyaan tentang tradisi Jawa.
"Coba jawab apa arti dengan tembung RIRUK RIMBANG RITIL?"
Muryadi menjawab dengan mudah dan tepat.
"itu mudah mbah,. Riruk daribkata duri jeruk, rimbang itu dari kata duri kembang, ritel itu dari kata duri pentil. Yang artinya begini duri jeruk akan runcing dengan tajam apa bila duri tersebut masih kecil, filosofi kehidupannya jika masih kecil sudah bersatu untuk di kawinkan pamalinya mereka berdua akan saling egois,tak mau di atur karna rimbang ritel artinya semakin berbunga semakin runcing semakin tajam."
Mbah bong hanya manggut manggut
Mbah Bong kemudian mengajukan pertanyaan yang lebih sulit, tapi Muryadi tetap bisa menjawab dengan mudah.
"Sekarang Kalau ini, Coba tebak, kalau emang anda itu waskita Apa itu LICENG BUROK.?"
"itu sudah yang paling sulit.?" tanya Muryadi meledek.
"jangan Meledek kau, ayo coba tebak itu apa?" mbah bong pun mulai panas.
"Santai kenapa mbah,.. Itu ilmu dasar anak TK. Hehehe"
Lalu Muryadi MelanJutkan "LICENG BURUK dari kata Liceng artinya Peli ngaceng Burok itu mlebu turok, artinya hidup berumah tangga itu harus bersenggama untuk mencapai kebahagiaan hakiki,tapi perlu di ingat Liceng buruk juga berasal dari TALI KENCENG JAMBU JERUK. Artinya antar keluarga baik suami maupun istri sama sama pegang komitmen yang kuat,tak pernah goyah tak pernah hilang." jawab Muryadi dengan sempurna
mbah bong mulai terhina karna semua pertanyaan di jawab lengkap oleh Muryadi.
Mbah Bong menjadi semakin kesal dan merasa bahwa Muryadi telah menghina pengetahuannya. Ia memutuskan untuk mengajukan pertanyaan yang paling sulit dan kompleks tentang tradisi Jawa. Tetapi Muryadi pun menolaknya.
" Males mbah,. Ilmu mbah cuma cethek. Mbah bong bukan level saya " jawab Muryadi
Mbah Bong bangkit dari duduknya, mata merah dengan amarah. Ia meraih Muryadi dengan tangan yang gemetar dengan kemarahan.
"Kamu telah menghina saya, Muryadi!" mbah Bong berteriak. "Saya akan menghajarmu!"
Tapi, Muryadi tidak tinggal diam. Naluri pendekarnya keluar, dan ia siap untuk melawan mbah Bong.
Muryadi mengangkat tangan, dan ia memukul mbah Bong dengan tinju yang kuat. Mbah Bong terjatuh ke tanah, tapi ia tidak menyerah.
Mbah Bong bangkit kembali, dan ia menyerang Muryadi dengan kemarahan yang tidak terkendali. Keduanya berkelahi dengan hebat, saling memukul dan menendang.
Prayogo mencoba untuk melerai perkelahian tersebut, tapi ia tidak bisa. Keduanya terlalu sibuk berkelahi, dan tidak ada yang mau mendengarkan.
Perkelahian tersebut semakin sengit, dan tidak ada yang tahu bagaimana akhirnya.
"Kamu telah menghina saya, Muryadi!" mbah Bong berkata dengan nada yang keras. "Saya akan menghajarmu!"
Tapi, Muryadi masih semangat menjadi rival. Naluri pendekarnya keluar, dan ia siap untuk melawan mbah Bong. Perkelahian pun terjadi lagi tanpa berhenti sedikit pun. kedua orang tersebut berkelahi dengan keras.
Lagi lagi Prayogo mencoba untuk melerai perkelahian tersebut, tapi ia tidak bisa menahan kekuatan mbah Bong dan Muryadi. Ia terpaksa mundur dan membiarkan perkelahian tersebut berlanjut.
Mbah Bong menggunakan ilmu nujumnya untuk melawan Muryadi, tapi Muryadi memiliki kekuatan fisik yang kuat dan teknik bela diri yang tajam. Ia berhasil menangkis serangan mbah Bong dan membalas dengan serangan yang kuat.
"Ayo kakek tua, tunjukan pesona mu, dasar dukun palsu, dukun mesum hahahaha" Muryadi menghinanya
Perkelahian tersebut berlanjut dengan intens, dengan kedua orang tersebut berkelahi dengan tidak kenal lelah. Tapi, Muryadi mulai mendapatkan keunggulan, dan mbah Bong mulai terdesak..
" Gimana kek, Capek ya.. Hahahahh" ledek Muryadi.
Mbah bong pun setelah bangun langsung pergi meninggalkan rumah prayogo.
"Awas tunggu pembalasan ku muryadi.. Aku jamin anak anak mu tak akan bahagia, coba lihat aja.setelah 13 tahun lagi. Pasti akan ada badai menghadang bahtera rumah tangga yogantara dengan anak mu prayogo.. Kamu sekarang boleh menang, tapi ingat omongan ku. " Teriak mbah bong lalu berlari keluar rumah prayogo.
Setelah mbah Bong dikalahkan oleh Muryadi, Prayogo mendekati Muryadi dengan wajah yang penuh dengan pujian.
"Pak Muryadi, kamu benar-benar luar biasa!" Prayogo berkata dengan nada yang kagum. "Berbagai ilmu yang dikeluarkan oleh mbah Bong, tapi kamu berhasil menangkalnya dengan mudah."
Muryadi tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Pak Prayogo. Saya hanya menggunakan ilmu yang saya pelajari."
Prayogo semakin mantap dengan keputusannya untuk menjadikan Muryadi sebagai besan. Ia tidak lagi memperdulikan kutukan mbah Bong, yang telah mengancam bahwa rumah tangga Yogantara dan Putri akan mengalami kesulitan setelah 13 tahun.
"Pak Muryadi, saya tidak peduli dengan kutukan mbah Bong," Prayogo berkata dengan nada yang tegas. "Saya yakin bahwa yogantara dan Putri akan memiliki rumah tangga yang bahagia."
Muryadi tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Pak Prayogo. Saya juga yakin bahwa anak kita akan memiliki rumah tangga yang bahagia."
"sekarang kita fikirkan cara keluar dari pamali tersebut pak! " Kata prayogo.
" Itu sangat mudah, cukup carikan jodoh sementara saja untuk seremoni.. Sudah pamali hilang " jawab Muryadi.
"oh..iya....?" tanya Prayogo ke Muryadi.
Dan muryadi pun hanya menganggukan kepala sambil mengacungkan ke dua jempol tangan