Hai semua,,,author kembali lagi nih dengan cerita baru.
Sebuah pernikahan terjadi di masa lalu, walau pernikahan dini namun tetap sah karena sang ayah si gadis yang menikahkan.
Kehidupan terus berputar dan saat si gadis dewasa sang suamipun ingin meresmikan pernikahannya.
Namun bagaimana jadinya jika pernikahan mereka terlupakan oleh sang gadis ,,,
Penasaran ???!! Yuk dibaca ,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roslaniar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 》》 MASIH SAMA SEPERTI DULU
Pekerjaan Satria telah selesai, Faiz pun sudah kembali ke kantor. Satria melihat jam dinding menunjukkan 17.30 namun sang istri belum juga menampakkan diri. Entah kemana gadis itu. Satria masih sabar menunggu walau hatinya gelisah. Sementara ia tak tau nomor ponsel sang istri. Tak mungkin ia menelpon Niko dan menanyakan nomor istrinya itu, apa kata sahabatnya nanti.
Ceklek
Ditengah kegelisahan dan kekesalannya, pintu terbuka dan menampilkan seorang gadis cantik dengan rambut di cepol asal. Terlihat seperti baru saja melakukan aktifitas berat.
“Darimana ?!” Satria menyambut Andhini dengan pertanyaan dan tatapan penuh selidik.
“Dari banyak tempat. Aku gak mungkin menyebutnya satu per satu.” Andhini menimpali sambil terus berjalan kearah mesin cuci dan memasukkan baju kotornya.
“Sepertinya kita harus bicara sebagai orang dewasa. Jangan membuatku cemas.” Satria mengikuti Andhini bak anak kecil yang meminta sesuatu pada ibunya.
“Ok, tapi aku mandi dulu. Gerah.” Andhini masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu lalu menguncinya dari dalam.
Satria hanya bisa menarik napas panjang. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu sang istri keluar. Andhini memilih kamarnya sendiri yang tentu saja berbeda kamar dengan Satria. Untuk sementara Satria menerima keputusan Andhini yang memilih pisah kamar. Perlahan Satria akan membuat Andhini menerima pernikahan mereka.
Dua puluh menit berlalu akhirnya Andhini keluar kamar. Satria mencoba tersenyum agar sang istri sedikit melunak.
“Gak usah masak, Dhin ,,, abang sudah pesan makanan. Duduk sini aja, kita bicara.” Satria menepuk sofa di sampingnya namun Andhini lebih memilih duduk di depannya.
“Padahal aku baru mau pesan makanan. Maaf ya aku gak tau kalo abang bakalan pulang.” Meskipun Andhini mengucap maaf namun tetap saja nada suaranya datar dan dingin.
“Gak apa-apa, abang gak menuntutmu harus memasak.” Timpal Satria apa adanya.
Andhini memilih diam. Ia paling anti yang namanya basa basi. Menurutnya kebanyakan basa basi hanya akan membosankan.
“Apa yang ingin abang bicarakan ?!” Andhini tak ingin membuang-buang waktunya. Ia belum menghubungi Zelina membicarakan kostum wisuda mereka. Keduanya janjian akan memakai kebaya yang sama.
“Sebelumnya abang minta maaf karena beberapa hari ini tak pernah pulang. Linda sedang dirawat di rumah sakit.” Satria benar-benar merasa bersalah dibuktikan dengan wajahnya yang terlihat penuh penyesalan.
“Gak masalah, bang ,,, aku kan sudah bilang. Hanya saja sesuai kata-kata abang yang akan adil dalam memperlakukan kami, itu sepertinya hanya penghias bibir saja.” Andhini sudah memiliki penilaian sendiri pada Satria dan itu tidaklah baik menurutnya.
“Tapi Linda gak punya siapa-siapa lagi, Dhin. Kasihan kalo dia ditinggal sendiri.” Satria berusaha meyakinkan Andhini.
“Jadi kalo Linda sakit selama 3 bulan, berarti selama itu pula abang meninggalkan aku ? Itu sama saja sudah jatuh talak satu, bang. But it’s ok. No problem, toh sejak awal memang aku gak mau menikah. Lebih cepat lebih baik.” Andhini menyandarkan punggungnya mencari posisi nyaman.
Sebenarnya ia masih lelah setelah latihan. Tenaganya benar-benar terkuras. Tadinya ia berencana setelah mandi dan pesan makanan langsung tidur agar keesokan harinya ia bisa mencari lowongan pekerjaan. Andhini ingin mencari pengalaman kerja sebelum masuk ke perusahaan keluarganya yang saat ini di kelola oleh Niko.
“Atau gini aja bang, karena sepertinya Linda lebih membutuhkan abang dibanding aku, jadi sebaiknya abang sama Linda 3 minggu dan disini cukup 1 minggu aja, ini permintaan aku jadi aku bisa mempertanggung jawabkan di depan orang tua kita.” Andhini sengaja memberi kesempatan lebih pada Satria karena ia menyadari posisinya sebagai pendatang. Lagipula ia tak mungkin melayani Satria sebagai seorang istri yang seutuhnya.
“Gak bisa gitu, Dhin ,,, akan kemana rumah tangga kita jika jarang bersama. Abang gak mau dianggap tidak adil.” Satria tak bisa menerima jalan pikiran gadis yang selama hidupnya selalu mengganggu kinerja otaknya.
“Terserah abang tapi jika abang melanggar, maaf aku bukan bidadari yang turun dari langit yang tak memiliki rasa amarah.” Andhini ingin secepatnya menyudahi pembicaraan mereka. Dan keinginannya itu terkabul berkat bunyi bel pintu.
Ting tong ting tong
Andhini segera berdiri dan membuka pintu. Setelah menerima pesanan Satria, ia lalu memindahkan ke piring saji. Ada beberapa menu yang dipesan pria itu. Andhini meringis melihat melihat makanan yang sudah ia atur. Tak ada satupun yang bisa ia makan. Sepertinya perutnya harus menunggu beberapa saat.
“Makanan udah siap, bang ,,,” Andhini menyuruh Satria makan sementara ia memesan makanan yang lain.
“Lho, kamu gak makan ?!” Satria melihat Andhini yang justru sibuk dengan ponselnya.
“Maaf bang, aku gak makan ayam dan ikan.” Andhini tersenyum paksa. Sebenarnya ia tak enak hati berkata seperti itu akan tetapi iapun tak mungkin memaksakan diri memakan sesuatu yang tak pernah ia makan.
Sejenak Satria terhenyak. Ia tak mengetahui apapun tentang istrinya itu. Kebiasaan di rumah kalau Linda memasak selalu menyajikan menu seperti ini kecuali kalau ART yang memasak maka akan banyak menu yang lain.
“Maaf Dhin, abang gak tau makanan kesukaanmu,” Satria merasa bersalah karena membawa kebiasaan Linda pada Andhini.
“Gak apa-apa bang dan gak perlu juga abang tau semuanya tentang aku.” Meskipun Andhini terlihat enteng berbicara namun Satria merasa tertampar. Sebegitu tak inginnya Andhini bersamanya. Padahal mereka telah terikat jauh sebelum Satria menikahi Linda.
Seketika selera makan Satria menghilang, padahal beberapa saat yang lalu ia begitu bersemangat makan malam bersama sang istri untuk pertama kalinya. Namun tak sesuai ekspektasi karena ternyata sang istri tak cocok dengan makanan yang ia pesan.
Pesanan makanan Andhini akhirnya datang, perutnya sejak tadi meronta-ronta meminta haknya. Andhini pun tak ingin membiarkan perutnya menderita lebih lama. Tanpa harus repot-repot menjaga image, Andhini menyantap dengan lahap makanannya. Ujung bibir Satria tertarik membentuk sebuah senyum tipis.
‘Masih sama seperti dulu,’ Batin Satria bahagia.
Satu hal yang selalu membuat Satria hampir setiap hari berkunjung ke rumah bunda Riana adalah hanya ingin bertemu dengan Andhini walaupun hanya sepintas. Ia selalu memantau sang pujaan hati agar tidak jatuh hati pada pria lain.
Sejak Andhini tamat Sekolah Menengah Atas, Satria sudah meminta pada bunda Riana agar bisa menikahi Andhini secara resmi namun Niko dan bunda Riana menentangnya. Dengan alasan mental Andhini belum siap apalagi dengan posisi sebagai istri kedua dimata orang-orang. Karena bagaimanapun hubungan mereka di masa lalu tetap saja Andhini sebagai istri kedua karena Satria sudah menikahi Linda dan terekspose dimasyarakat.
Hampir saja pernikahannya dengan Andhini dibatalkan karena Linda tiba-tiba tak ingin dicerai membuat mama Bella dan papa Beny murka. Sejak Satria menikahi Linda, mama Bella memang tak pernah merestuinya. Pun sama halnya dengan papa Beny. Untuk itulah maka semua kepemilikan saham tak ada satupun atas nama Satria.
cantik cerdas dan mandiri ❤️❤️❤️