Prayitno, seorang pria miskin yang nekat merantau ke kota besar demi mencari ibunya yang hilang, justru terperangkap dalam kehidupan penuh penderitaan dan kesuraman. Setelah diusir dari kontrakan, ia dan keluarganya tinggal di rumah mewah milik Nyonya Suryati, yang ternyata menyimpan rahasia kelam. Teror mistis dan kematian tragis menghantui mereka, mengungkap sisi gelap pesugihan yang menuntut tumbal darah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ratu tertutup kain putih
Desa tempat tinggal Prayitno mulai berubah. Para penduduk jarang keluar rumah di malam hari dan memilih tidur lebih awal setelah peristiwa itu.
Bukan hanya itu saja, tapi suasana desa pun berubah. Angin yang biasanya hangat kini terasa menusuk. Burung-burung tak lagi berkicau di pagi hari. Semuanya terasa sepi.
Dan yang paling aneh, anjing milik tetangga yang biasa menggonggong tiap malam, mendadak bisu. Diam, tak pernah menggonggong lagi. Entah ada kekuatan apa yang sudah membuat desa yang dulu ramai itu tiba-tiba membisu.
Di sisi lain, Raka bocah yang kerasukan di lereng Merbabu menunjukkan perubahan. Ia mulai memiliki ingatan yang bukan miliknya.
Ia bisa menyebut nama-nama tempat kuno, makam tua, dan bahkan bicara dalam bahasa Belanda, padahal ia tak pernah belajar bahasa asing di sekolahnya.
Mbah Gondo yang menanganinya mulai mencatat segala gejala itu. Ia sampai pada satu kesimpulan mengerikan, roh yang masuk ke tubuh Raka adalah jiwa dari leluhur pelaku pesugihan zaman kolonial, yang dulunya menjadi pelindung ilmu hitam keturunan Mariani.
Raka memang menyebut nama Mariani berkali-kali. Wajar saja jika Mbah Gondo menyimpulkan jika Mariani adalah satu-satunya keturunan yang masih hidup.
Mbah Gondo sampai menyuruh seorang warga untuk mencari tahu tentang Mariani.
Namun siapa yang tahu, mencari seseorang di kota besar itu seperti mencari sebuah paku di tumpukan jerami. Terlalu sulit, apalagi jika orang itu bukanlah sosok yang dikenal oleh masyarakat.
Sementara itu, sejak kejadian itu Prayit lebih sering membaca kitab warisan Kyai Amin dan menemukan lembaran baru terselip di dalamnya. Sebuah kertas tua berisi silsilah pesugihan.
Di sanalah ia menemukan nama-nama yang tak pernah ia duga sebelumnya. Nyimas Surati, seorang perempuan sakti dari abad 18, yang ditulis sebagai pendiri pesugihan Bayangan Timur. Nyimas Surati memiliki tujuh keturunan dan salah satunya adalah Mariani. Dia adalah satu-satunya keturunannya yang masih hidup.
Namun dari semua nama-nama itu, ada satu nama lain di akhir garis keturunan itu, Sri Nawangsih.
Nama itu membuat dada Prayitno sesak.
Itu adalah nama almarhum neneknya, ibu dari ibunya yang dulu tinggal di desa kecil sebelum ibunya pergi ke kota. Artinya
Ia adalah bagian dari garis keturunan itu.
Darah tumbal dan pemilik tumbal mengalir di tubuhnya.
Dan sekarang, garis itu membelah dua kutub, Aryo dan Raka.
Satu akan menjadi kunci penerang,
Satu akan menjadi gerbang baru.
Dan keduanya mulai ditarik oleh kekuatan yang lebih tua, lebih jahat, dan belum pernah sepenuhnya bangkit.
Prayit menutup kitab yang dibacanya. Wajahnya seketika memucat. Jantungnya berdetak cepat membuat keringat dingin membasahi wajahnya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang Kyai??"
"Apakah salah satu dari kami akan mati, Aku atau putraku Aryo?"
Sementara itu di lereng sebuah bukit tua yang tak tercatat dalam peta modern, Mbah Gondo mengajak beberapa warga terpilih untuk menggali makam kuno yang telah lama terkubur di bawah pohon randu alas. Menurut petunjuk yang keluar dari mulut Raka dalam kondisi kesurupan, tempat itu menyimpan peti pertama asal mula pesugihan Bayangan Timur.
Setelah menggali berjam-jam, mereka menemukan sebuah pintu batu dengan ukiran kuno bergambar wanita bermahkota dan seekor ular melingkar di kakinya. Di bawah gambar itu tertulis:
"Nyimas Surati, Sang Pemelihara Gerbang Timur."
Semua warga langsung mundur, kecuali Mbah Gondo yang tetap berdiri menatap sosok wanita di dalam batu.
Mereka tak berani membuka pintu batu itu. Mbah Gondo hanya menempelkan telinganya dan berusaha mendengar. Suara nyanyian lembut seorang perempuan, dalam bahasa yang sudah punah terdengar menyayat hati.
Di sisi lain, Prayitno mulai sering bermimpi aneh, ia berada dalam ruangan gelap, dikelilingi sosok-sosok wanita mengenakan kain putih. Di tengah mereka berdiri satu perempuan bermahkota dengan mata hitam pekat dan kuku panjang, menunjuk padanya sambil berucap:
“Darahmu belum menebus. Anakmu… adalah pintu.”
Ia terbangun dengan tubuh penuh goresan, padahal kamarnya terkunci.
Keringat dingin membasahi seluruh wajahnya, lelaki itu segera bergegas turun dari ranjangnya mengambil segelas air dan meneguknya.
Rasanya benar-benar nyata, bekas cakaran di tubuhnya tampak begitu jelas. Rasa perihnya begitu terasa saat terkena keringat. Diambilnya sebuah lap lalu ia mengusapnya untuk mengeringkan keringat yang mulai membuatnya tak nyaman.
Dalam hening ia menatap wajahnya di cermin, tiba-tiba sosok wanita bermahkota itu muncul di dalam cermin membuat Prayit langsung berteriak dan menutup matanya.
Wanita itu tersenyum kemudian menghilang.
Nurul pun terbangun saat mendengar teriakannya.
"Ada apa Mas!" seru wanita itu kemudian menghampirinya
Prayit masih memejamkan matanya berdiri di depan cermin
"Kamu mimpi buruk lagi???" imbuhnya
Prayitno hanya menggeleng dengan telapak tangan yang masih menutupi wajahnya.
"Terus kenapa?"
Prayitno membuka telapak tangannya, " Tidak ada apa-apa dek," jawabnya ia kemudian duduk di bibir ranjang berusaha bersikap tenang
"Aku ambilkan air ya?"
Prayit mengangguk pelan. Nurul pun segera bangkit dari duduknya kemudian pergi meninggalkannya .
Keesokan harinya, ia pergi ke rumah tua peninggalan ibunya di desa lamanya. Ia berharap bisa menemukan sesuatu disana. Sesuatu yang bisa memberinya petunjuk.
Di loteng rumah yang sudah hampir runtuh itu, ia menemukan sebuah peti kayu kecil berisi surat dan jimat tua.
Surat itu ditulis oleh ibunya, yang ternyata ia sudah tahu bahwa ia berasal dari garis keturunan pesugihan. Ibunya menolak tradisi itu, itulah sebabnya ia pergi ke kota, berharap menghindar dari kutukan darah. Namun sialnya ia malah bertemu dengan Mariani di sana. Wanita yang juga memiliki tradisi yang sama dengan keluarganya.
“Jika kau membaca ini, berarti kekuatan itu sudah kembali mencari. Aku mohon, selamatkan Anak mu. Jangan biarkan ia menjadi pintu bagi mereka…”
Prayitno menggenggam jimat itu erat. Dalam hatinya, ia tahu perjuangannya bukan hanya soal kabur dari kegelapan. Tapi memutus rantai warisan yang sudah hidup ratusan tahun. Pikirannya jauh membayangkan putra semata wayangnya Aryo.
Kini ia tahu kenapa Aryo suka melakukan hal-hal yang aneh. Dia adalah pintu, sang pewaris yang akan menghubungkannya dengan kegelapan.
Dan kini, bayangan Nyimas Surati mulai bangkit kembali,
Mencari siapa yang akan jadi pewaris tahta kegelapan.
Membuka pintu gerbang Timu melestarikan warisan.
"Sekarang aku tidak akan membiarkan wanita itu mengambil putraku, cukup Danang yang menjadi korban, aku tidak mau Aryo mengalami hal yang sama?"
Tekadnya sudah bulat, meskipun ia tahu ia akan menghadapi kekuatan besar sendirian.
"Jangan khawatir, Gusti Allah akan selalu membantu kita, intinya kamu harus percaya bahwa segala sesuatu itu ada jalan keluarnya,"
Kata-kata Kyai Amin terngiang di kepalanya seolah menjadi penyemangat untuknya.
jd ngeri