NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27: NAGA PALSU

FAJAR - KOTA BATU KARANG

Cahaya emas matahari menyapu atap-atap kota, namun tidak ada yang peduli dengan keindahan pagi itu.

Hari ini adalah hari penghakiman. FINAL TURNAMEN KELUARGA CAKRAWALA.

Arena sudah sesak dua jam sebelum gong dipukul. Ribuan manusia—kultivator, pedagang, rakyat jelata, hingga bandit yang menyamar—berdesakan demi satu tontonan.

Baskara Atmaja Dirgantara vs Wibawa Cakrawala.

Menantu Sampah melawan Jenius Keluarga. Predator Tersembunyi melawan Pewaris Ambisius. Dendam melawan Ketakutan.

Tribun utama dipenuhi petinggi keluarga. Patriark Dharma duduk kaku, wajahnya tegang. Tetua-tetua di sampingnya saling berbisik waspada. Dan di pojok terpencil, Larasati duduk dengan tangan saling meremas, wajahnya pucat pasi namun matanya memancarkan doa.

Di sisi lain arena, di sudut bayangan yang luput dari mata awam, dua sosok berdiri tenang.

Anjani dan Bharata.

Wanita berambut pirang itu telah melepas topengnya. Wajahnya cantik dengan aura dingin aristokrat, matanya biru setajam pedang es. Jubah putihnya berhias lambang awan biru.

Di sebelahnya, pria kekar berambut merah cepak berdiri santai, namun auranya setara gunung berapi tidur. Ranah Jiwa Baru Bintang 1 yang ditekan habis-habisan.

"Akhirnya," bisik Anjani, senyum tipis menghiasi bibirnya. "Hari yang menarik."

RUANG TUNGGU PESERTA - SATU JAM SEBELUM PERTANDINGAN

Baskara duduk sendirian. Ruangan itu sederhana, hanya meja kayu dan jendela kecil yang menghadap arena.

Ia tidak bermeditasi. Tidak berlatih. Hanya diam.

[Tuan,] suara Sistem bergema. [Formasi Penindas Aura telah aktif. Saat ini menekan kultivasi Anda 30%. Akan meningkat ke 50% saat gong berbunyi.]

'Tidak masalah.'

[Dan teh yang dikirim pelayan tadi mengandung Racun Pemecah Prana. Seharusnya aliran energi Tuan kacau sekarang.]

'Aku sudah meminumnya. Rasanya agak pahit.'

[Benar. Skill pasif [Kekebalan Seribu Racun] telah menetralisirnya. Racun itu kini hanyalah air biasa.]

Baskara tersenyum tipis. 'Pil. Racun. Formasi. Mereka benar-benar takut padaku.'

TOK. TOK.

"Masuk."

Pintu terbuka. Sosok yang melangkah masuk membuat mata Baskara sedikit melebar.

Seorang wanita berambut pirang dengan jubah putih berlambang awan biru. Langkahnya anggun, penuh percaya diri.

Auranya... lemah.

"Baskara Atmaja Dirgantara," suara wanita itu merdu namun berwibawa. "Atau haruskah kupanggil... Pewaris Naga?"

Mata Baskara membelalak, tangannya dengan cepat meraih dua bilah di pinggangnya.

“Tenanglah, aku bukan musuh.”

Wanita itu tersenyum sopan. "Perkenalkan. Aku Anjani. Putri bungsu Patriark Sekte Langit Biru, Benua Antara."

Hening.

[SEKTE LANGIT BIRU?!] Sistem berteriak kaget. [Tuan! Itu salah satu dari Sepuluh Sekte Terkuat! Penguasa wilayah timur! Patriark mereka setingkat Dewa!]

“Patriark Sekte Langit Biru adalah pengagum naga, kami sama sekali tak memusuhi naga.”

Melihat Baskara yang masih tegang, Anjani berkata lembut, “Jika kami berniat membunuhmu atau menangkapmu kami sudah melakukannya saat turnamen-turnamen sebelumnya.”

‘Perkataannya masuk akal, tapi aku tak boleh lengah! Bisa jadi ini jebakan!’

[Tuan, berdasarkan ekspresi, mimic wajah dan detak jantung yang saya rasakan, sepertinya dia jujur.]

‘Lagi pula, aku sama sekali tak ada kesempatan menang melawannya. Lebih baik dengarkan dulu niatnya,’ ucap Baskara dalam hati.

"Aku mendeteksi," lanjut Anjani santai, "arena ini telah disabotase. Formasi penindas, racun di minuman... curang sekali, bukan?"

Baskara akhirnya bicara. "Kenapa kau memberitahuku?"

Anjani melangkah mendekat. "Karena aku ingin melihat apakah kau bisa menang meski dicurangi. Jika kau bisa..." ia mengulurkan tangan, "Sekte Langit Biru akan menyambutmu sebagai murid inti."

Sebelum Baskara menjawab, udara di ruangan itu bergetar.

Seseorang muncul dari ketiadaan di samping Anjani.

Pria berambut merah. Bharata.

[TIDAK TERDETEKSI!] Sistem panik. [Orang ini... auranya kosong!] [Mereka berdua menyembunyikan kekuatannya!]

Bharata tersenyum lebar, memamerkan gigi putihnya. "Maaf mengejutkan. Aku Bharata. Pelindung Nona Anjani."

Baskara menganalisis cepat. 'Kuat. Sangat berbahaya.'

"Jangan tegang," Anjani tertawa kecil. "Kami bukan musuh. Kami datang menawarkan masa depan."

"Sekte Langit Biru ingin merekrutku?"

"Tepat. Bakatmu, kecepatan kultivasimu, tekadmu... kau adalah permata yang kami cari."

Baskara menatap mata biru Anjani. Tawaran ini adalah tiket emas menuju puncak dunia kultivasi.

Namun, ia menggeleng pelan.

"Aku menolak."

Alis Anjani terangkat. "Menolak? Kau bahkan belum mendengar benefitnya—"

"Aku ingin hidup damai," potong Baskara datar. "Di sini. Di Benua Niskala. Bersama istriku. Tanpa politik sekte, tanpa perang kekuasaan."

Bharata bersiul kagum. "Wow. Baru kali ini ada orang menolak Nona langsung di depan wajahnya."

Anjani menatap Baskara lekat-lekat. Tidak ada kemarahan, hanya penilaian ulang.

"Menarik," bisiknya.

Ia berbalik menuju pintu, lalu berhenti.

"Aku hargai keputusanmu. Tapi ingat ini, Baskara. Kau punya banyak musuh. Aliansi Pemburu Naga cepat atau lambat akan tahu, sekte lain, kultivator serakah, bahkan keluargamu... Hidup damai bagi seorang Pewaris Naga adalah ilusi."

Anjani menoleh, tatapannya serius.

"Ketika hari itu tiba—hari di mana kau tidak punya tempat untuk lari—datanglah ke Sekte Langit Biru. Pintu kami terbuka."

Mereka pergi.

Baskara menatap pintu yang tertutup.

[Tuan... dia benar. Damai itu mahal.]

'Aku tahu,' Baskara berdiri, menatap arena yang mulai penuh. 'Tapi aku akan mencobanya. Setelah aku menghabisi hama-hama di sini.'

RUANG TUNGGU WIBAWA

Wibawa berdiri di depan cermin. Tangannya gemetar memegang botol kecil berisi cairan merah pekat yang bergolak.

Pil Ledakan Darah.

'Jika aku minum ini... aku akan lumpuh sebulan. Mungkin turun tingkat.'

'Tapi jika tidak... aku mati.'

Ia membuka tutup botol. Bau anyir darah menyeruak.

GLEK!

Ia menenggaknya sekaligus.

Panas.

Seperti menelan lahar cair.

"AAAARRRGHHH!"

Wibawa jatuh berlutut, mencengkeram dadanya. Urat-urat hitam menonjol di seluruh tubuhnya, merayap di bawah kulit seperti cacing parasit.

Putih matanya berubah merah darah. Pupilnya menyempit vertikal.

Dan auranya... MELEDAK.

Dari Inti Emas Bintang 1... melesat ke Bintang 5... Bintang 7...

Berhenti di Ranah Inti Emas Bintang 8.

Wibawa bangkit berdiri. Napasnya berat, uap panas keluar dari mulutnya. Ia menatap cermin, melihat monster yang menatap balik.

Ia menyeringai mengerikan.

"Baskara..." suaranya parau, tidak lagi terdengar manusiawi. "Aku akan mencabikmu."

KRAK!

Cermin pecah menerima pukulan kuat Wibawa.

ARENA - FINAL DIMULAI

GONGGGG!

Suara gong menggetarkan tulang.

Patriark Dharma berdiri di podium. "WARGA BATU KARANG! HARI INI SEJARAH AKAN TERCIPTA! FINAL TURNAMEN KELUARGA CAKRAWALA!"

Sorak-sorai membahana.

"DI SISI KIRI! PESERTA KEJUTAN! BASKARA ATMAJA DIRGANTARA!"

Baskara melangkah keluar. Ia melepas jubah hitamnya hingga terbang ke luar arena, kini nampak baju hitam yang memperlihatkan lekuk tubuh gagahnya.

Wajahnya datar. Tidak ada ketegangan, tidak ada kegembiraan. Hanya ketenangan samudera dalam.

"DAN DI SISI KANAN! JENIUS KELUARGA KITA! WIBAWA CAKRAWALA!"

Pintu terbuka.

Wibawa melangkah keluar.

Kerumunan... terdiam.

Sosok itu bukan Wibawa yang mereka kenal. Tubuhnya dipenuhi urat hitam yang berdenyut. Matanya merah menyala. Auranya... jahat.

Pedang panjangnya menyala merah mengikuti auranya.

"Itu... Wibawa?" "Kenapa auranya seperti iblis?"

Patriark Dharma tersentak. 'Pil Ledakan Darah?! Dia nekat?! Darimana dia mendapatkan benda itu?!'

Patriark menoleh ke samping kanan, melihat Tetua Satriya.

Tetua Satriya tersenyum puas di kursinya. 'Bagus. Hancurkan dia.'

Larasati menutup mulutnya ngeri. 'Baskara...'

Di pojok arena, Anjani tersenyum. "Pil terlarang. Pertunjukan makin seru."

Baskara dan Wibawa berdiri berhadapan. Sepuluh meter jarak kematian.

Baskara merasakan tekanan di tubuhnya meningkat. Formasi Penindas Aura bekerja maksimal. 50% kekuatan ditekan.

Ia tersenyum miring. 'Kecurangan. Seperti biasa.'

"FINAL DIMULAI!" teriak Patriark.

WUSH!

Wibawa lenyap.

Kecepatannya di luar nalar. Blur.

"BADAI PEDANG LANGIT!"

Pedang di tangannya menyala merah darah. Ia mengayun.

Satu. Lima. Sepuluh.

DUA PULUH AYUNAN PER DETIK.

Ratusan bilah energi merah menyambar Baskara dari segala arah seperti hujan meteor. Arena bergetar, lantai retak.

Baskara menghindar.

Langkahnya minimalis. Geser kiri. Putar kanan. Menunduk.

Namun gerakannya... sedikit lebih lambat dari biasanya. Formasi itu bekerja.

Penonton berteriak.

"WIBAWA MENEKANNYA!" "BASKARA TERDESAK!"

Tetua Satriya menyipitkan mata. "Tidak... dia tidak terdesak. Dia... sedang mengukur kekuatan lawan."

Wibawa frustrasi. Serangannya tidak ada yang kena.

"BERHENTI MENGHINDAR, PENGECUT!"

Ia melompat tinggi. Aura merah pekat berkumpul di pedangnya hingga bersinar menyilaukan.

"PEDANG SURGAWI: TEBASAN LANGIT RUNTUH!"

Pedang energi raksasa sepanjang sepuluh meter terbentuk, menyambar dari atas dengan kekuatan pembelah gunung.

BOOM!

Arena berguncang hebat. Debu menutupi pandangan. Kawah besar tercipta.

Saat debu hilang...

Baskara masih berdiri.

Di tengah kawah. Bajunya utuh. Tidak terluka sedikit pun.

Ia menatap Wibawa, lalu tersenyum dingin.

"Sudah selesai?"

Wibawa merasakan kewarasannya putus.

'Kenapa?! Kenapa dia tidak mati?! Racun! Formasi! Pil ini! SEHARUSNYA AKU DEWA!'

"TIDAK!" Wibawa berteriak histeris. "AKU TIDAK AKAN KALAH PADA SAMPAH SEPERTIMU!"

Ia mengangkat pedang dengan dua tangan. Urat-urat hitam di tubuhnya membengkak hingga kulitnya robek berdarah.

Teknik terlarang yang baru ia pelajari.

"PEDANG NAGA AZURE!"

Aura merah berubah menjadi hitam keunguan, membentuk siluet kepala naga yang mengerikan di ujung pedangnya.

Kerumunan ternganga. "Pedang Naga?!"

Tapi Baskara... berhenti bergerak.

Tatapannya berubah. Dari tenang menjadi dingin yang menusuk tulang.

Mata hitamnya perlahan menyala merah.

"Kau..." suaranya rendah, bergema magis ke seluruh arena. "...berani menggunakan nama Naga?"

Baskara melangkah maju satu langkah.

KRAK!

Formasi Penindas Aura di sekeliling arena RETAK. Tekanan baliknya tidak mampu menahan lonjakan kekuatan dari dalam tubuh Baskara.

"Aku akan tunjukkan perbedaan," bisik Baskara, "antara yang naga palsu... dan yang ASLI."

[BERSAMBUNG KE BAB 28]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!