Ketika cinta datang dari arah yang salah, tiga hati harus memilih siapa yang harus bahagia dan siapa yang harus terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santika Rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Sabtu sore, Alleta terlihat tengah berada di parkiran Bandara Internasional Yogyakarta, setelah mengantar orang tuanya untuk penerbangan ke Singapura.
“Kita langsung pulang non?” tanya pak Edo yang sudah duduk di kursi kemudi.
“Ga pak, anterin Alleta ke jalan Malioboro, Alleta mau jalan sama Aru, tadi juga udah izin sama Mama, Papa.” Ujar Alleta yang dibalas anggukan oleh pak Edo.
Deru mesin menggema, mobil itu pun mulai bergerak meninggalkan area bandara.
Sepanjang perjalanan, Alleta hanya diam sembari memainkan ponselnya, beberapa kali video atau foto kedekatan sebuah keluarga lewat di beranda medsosnya membuat gadis itu berusaha keras untuk menahan air matanya.
Satu jam lebih perjalanan yang dipenuhi keheningan, akhirnya mereka melewati Tugu Yogyakarta, dan memasuki jalan Malioboro.
Beberapa meter melaju pelan, Alleta melihat keluar jendela, pada salah satu bangku di trotoar jalan Malioboro, terlihat Aru yang tengah duduk menunggu.
“Pak.., berhenti didepan situ ya..” Ujar Alleta pelan, gadis itu menunjuk ke arah Aru.
Pak Edo mengangguk dan perlahan menepi. Mobil berhenti tak jauh dari tempat Aru duduk. Cahaya lampu jalan memantul lembut di rambut Alleta ketika gadis itu membuka pintu.
“Nanti dijemput jam berapa, Non?” tanya Pak Edo dari balik kemudi, suaranya lembut seperti biasa.
Alleta menundukkan ponselnya sebentar. “Belum tahu, Pak. Kayaknya nanti pulang sama Aru. Tapi kalau butuh dijemput, Alleta telepon, ya.”
Pak Edo mengangguk pelan, senyumnya hangat seperti seorang paman yang sudah hafal betul sifat putri majikannya itu.“Baik, Non. Hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, telfon.”
“Siap, Pak.” Alleta tersenyum sebelum menutup pintu mobil pelan-pelan.
Aru terlihat tengah menunduk memainkan ponselnya, namun dia langsung mengangkat pandangannya ketika mendengar suara Alleta.
“Alletaa....” seru Aru, mengangkat kedua tangannya dramatis. “Gue hampir berubah jadi fosil gara-gara nungguin lo, sumpah.”
Alleta terkekeh kecil. “Ih lebay. Emang udah berapa lama lo di sini?”
Aru memasukkan ponselnya ke saku, bibirnya manyun manja. “Lima menit.”
Alleta menggeleng sambil tersenyum, rasa sesaknya sedikit mereda melihat kelakuan Aru. “Baru juga lima menit, lagian mana tuh pacar virtual Lo??, jangan-jangan Lo ditipu lagi…”
“Engga..., dia udah deket.” kata Aru sembari melihat kanan kiri, lalu kembali ke ponselnya.
“Yaudah jalan aja dulu, nanti juga ketemu.” Alleta menyarankan.
“Ayo..” Aru langsung menggandeng tangan Alleta kemudian melangkah meninggalkan kursi tempatnya menunggu tadi.
Namun baru beberapa langkah, sebuah suara lembut tiba-tiba menyapa dari belakang. “Aru..”
Aru langsung menoleh, di belakangnya seorang laki-laki dengan switer coklat, celana panjang berwarna cream, dengan tinggi 177cm berdiri dengan senyum manis yang menampilkan gigi gingsulnya.
Kedua insan itu saling pandang, dunia seolah terhenti. Pemuda itu mendekat, tangannya terulur ke hadapan Aru. “Dirga Arkatama..” ujarnya dengan mata yang masih tertuju pada Aru.
Aru mengantupkan bibirnya, tangannya juga terulur, berjabat dengan pemuda itu, “Arutala Himawari.” balasnya.
Lama mereka saling tatap, “Kamu ternyata lebih pendek ya dari yang difoto..” Dirga kembali angkat bicara.
“Kamu juga lebih ganteng dari di foto.” Aru membalas, tangan mereka masih saling bertaut.
Alleta mengerutkan keningnya melihat sahabatnya yang biasanya banyak bicara tiba-tiba menjadi kalem, seolah terpaku. Ini adalah kali pertama Alleta melihat Aru menatap seorang laki-laki seperti itu.
Aru dan Dirga masih sibuk dengan gelembung kecil yang mereka ciptakan sendiri, tatapan canggung tapi manis, senyum bodoh, dan tanpa sadar dunia sekitar mereka masih berjalan seperti biasa.
Hingga satu suara dari seorang pemuda yang merasa geli dengan pemandangan itu terdengar memecah suasana.
“Setres..”
Aru berkedip sadar, namun Alleta yang lebih dahulu menoleh, ia sedikit mencondongkan tubuhnya untuk melihat wajah pemuda itu, “Sagara?”
Pemuda itu–Sagara, mengangkat alis sembari menyeringai tipis, ekspresinya terlihat dingin seperti biasa. “Hai..” sapanya ringan, seolah tidak terkejut dengan pertemuan mereka.
“Jadi temen yang kamu bilang itu Sagara??” Aru bertanya sembari melihat ke arah Sagara, nadanya terdengar syok ringan.
“Iya.., dia sepupu aku, kamu kenal??” Balas Dirga balik bertanya, alisnya sedikit terangkat.
“OMG..., jadi cowok sok cool, ngeselin ini sepupu kamu..??” Aru menepuk jidatnya, dramatis. Seolah baru menemukan plot twist dalam hidupnya.
“Ohhh, jadi anak baru ngeselin yang kamu ceritain waktu itu, Sagara??” kata Dirga menunjuk ke arah sepupunya itu, nadanya juga tak kalah dramatis. “Tapi emang sih, nih anak emang ngeselin..” bisiknya di telinga Aru, namun cukup keras untuk didengar.
“Gue denger b*ngsat!” desis Sagara pelan.
Alleta mengantupkan bibirnya, tangannya bergerak menutup mulutnya yang hampir saja tertawa.
Dirga terkekeh kecil, tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Udah..., mending sekarang kita jalan-jalan, daripada ngobrol terus keburu malem..” ujar Alleta, menyela kekacauan kecil itu.
“Iya nihh..., ayo sayang..” Aru menimpali, tangannya langsung bergelendotan pada lengan Dirga.
Dua sejoli itu melangkah terlebih dahulu, tenggelam dalam obrolan obrolan aneh mereka. Sementara Alleta??, dia hanya bisa tepok jidat melihat sahabatnya yang langsung akrab dan nyambung dengan pasangannya yang baru pertama kali bertemu.
Baru beberapa langkah mereka meninggalkan tempat mereka bertemu tadi, suara tawa Aru dan Dirga terdengar samar, tertawa, menggoda satu sama lain, berasa dunia seolah milik mereka berdua.
Alleta menghela nafas panjang, “Yaampun.., baru juga ketemu lima menit, udah lengket aja..”
Sudut bibir Sagara sedikit terangkat, “Dasar bucin..” ujarnya menimpali. Tanpa sadar dia kini berjalan beriringan dengan Alleta.
“Oh ya.., makasih ya saladnya, gue suka..” ucap Alleta tulus, dia menoleh ke arah pemuda di sebelahnya.
“Bagus deh kalau Lo suka.” balas Sagara, pemuda itu memperlambat langkahnya, agar menyamai langkah kecil Alleta.
“Hehe, sumpah gue gak nyangka kalo ternyata pacar virtual nya Aru itu sepupu Lo..” Alleta terkekeh kecil, tangannya saling bertaut di belakang sembari tetap melangkah pelan.
Sagara melihat kedua orang di depan mereka, Aru dan Dirga benar-benar terlihat cocok, baru pertama bertemu tetapi tidak ada rasa canggung sedikitpun yang mereka perlihatkan. Keduanya sibuk menikmati dunia mereka sendiri, berhenti di tiap lapak, tertawa berlebihan, dan ribut sendiri.
“Sama sama setres pantes cepet nyambungnya..” Sagara memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, tatapannya seolah geli melihat pemandangan di depannya.
“Haha...” Alleta tertawa ringan, “Gak boleh gitu.., ntar kalo Lo punya pasangan juga bakal kayak gitu, mungkin lebih parah...”
Sagara tidak menjawab, dia justru memandangi Alleta lekat. Semakin lama dia memandangi gadis itu, rasa familiar kembali muncul, seperti pernah bertemu namun Sagara juga tidak begitu yakin.
“Sa.., sini...” suara Dirga yang memanggil seketika memecah lamunan Sagara.
Mereka berdua mempercepat langkahnya, mendekati Aru dan Dirga yang berada di depan sebuah ruko tempat penyewaan sepeda.
“Keliling yuk.., naik sepeda.” ajak Aru, gadis itu terlihat excited, matanya berbinar melihat sepeda-sepeda itu.
Belum sempat keduanya merespon, seorang pegawai sudah mengeluarkan dua sepeda bernuansa vintage dengan jok penumpang di belakangnya.
“iii lucu bangett....” Aru berseru sembari menepuk-nepuk keranjang rotannya. Dirga ikut tersenyum melihat Aru bahagia.
“Lo sama Alleta, gue sama my bubub Aruu....” kata Dirga tiba-tiba, sok imut.
“Eh.., gue sendiri aja..” Alleta menolak, dia jelas akan merasa canggung jika harus berboncengan dengan Sagara.
“Yahh..., udah terlanjur disewa sepedanya.” Aru mendorong satu sepeda ke arah Alleta sambil nyengir jahil. “Lagian masak gue doang yang mesra, bantu jaga keseimbangan hubungan gue ya..., biar gak kelihatan bucin sendirian..”
“Aru..” Alleta mendesah panjang, tapi sahabatnya itu malah mengedip centil berkali-kali.
Sagara yang sedari tadi hanya diam menyandarkan tangannya pada stang sepeda satunya. “Lo punya dendam pribadi ya sama gue?” tanyanya tiba-tiba membuat Alleta seketika menaikkan satu alisnya–bingung.
“Ehh gak gitu–
“Yaudah tinggal naik, duduk apa susahnya??” nadanya terdengar datar, namun tatapannya terlihat serius.
Alleta terdiam.
Sagara berdiri di depannya, memegang stang sepeda dengan satu tangan, namun tatapan matanya datar, tajam tapi bukan mengintimidasi.
Lebih ke menunggu.
Aru dan Dirga menonton sambil menahan tawa, sepertinya memang ada niat terselubung yang mereka selipkan dibalik kata first date itu.
“Udah All..., lampu hijau itu...” Aru mendorong Alleta semakin dekat ke arah jok penumpang dari sepeda yang dipegangi Sagara.
Dirga mengangguk dramatis, “Iyaa.., masak kita doang yang seru-seruan.”
Dirga terlihat sudah menduduki jok sepeda, diikuti oleh Aru yang duduk di belakangnya, “Udah Alleta naik aja, cuma naik sepeda kok.., bukan naik KUA.”
“Aru.., udah deh ah...” Alleta melayangkan tatapan tajam pada Aru, namun itu tak mampu menyembunyikan wajahnya yang merah merona.
“Jadi naik gak?” tanya Sagara singkat, pemuda itu naik terlebih dahulu, kedua tangannya menggenggam stang sepeda.
“Serius gak apa-apa?”
Sagara tidak menjawab, tidak tersenyum, hanya anggukan kecil. Namun sanggup membuat jantung Alleta berdetak lebih kencang.
Dengan perlahan, Alleta duduk di jok belakang, dia duduk dengan posisi menyamping, tangannya kemudian membenahi rok panjang yang dia kenakan, agar tidak tersangkut di rantai sepeda.
Aru langsung bertepuk tangan heboh, “Yess..., double date.., ehh hangout bareng maksudnya..”
“Aru...!!, Lo–” belum sempat Alleta melanjutkan protesnya, Aru dan Dirga sudah tertawa seraya melarikan sepeda mereka beberapa meter mendahului Sagara dan Alleta.
Alleta hanya bisa menghela nafas, sementara Sagara perlahan mulai menggoes pedal sepedanya.
Semakin sore, suasana di jalanan Malioboro semakin ramai. Hampir semua lapak sudah buka, pengunjung semakin banyak berdatangan, entah untuk menikmati malam Minggu atau sekedar mampir untuk berburu kuliner.
Dalam hening yang canggung, Alleta terlihat berpegangan pada besi bagian belakang sepeda, jelas posisi itu tidak nyaman dan bisa saja Alleta jatuh jika tidak bisa menjaga keseimbangan.
“Kalo Lo gak mau jatoh, boleh kok pegangan sama gue.” Ujar Sagara santai, tatapannya tetap fokus ke jalanan.
“Hah?, boleh??” tanya Alleta, dia juga tidak tahu mengapa dia bertanya demikian.
“Kalo gak mau jatoh.” ulang Sagara lagi.
Akhirnya, dengan terpaksa dan jantung yang semakin berdetak tak karuan, tangan Alleta kini bertengger pada hoodie berwarna abu yang dikenakan Sagara.
Berbeda dengan suasana canggung di belakang, Aru dan Dirga terlihat benar-benar menikmati pertemuan mereka. Aru mengeluarkan ponselnya untuk merekam dan dijadikan insta story, sesekali dia juga memperlihatkan Alleta dan Sagara di belakangnya.
Bersambung....
-Semesta punya banyak cara untuk membuat kita bahagia -